Part 9

12 6 0
                                    

"Masih merah banget ya?" tanya Allea ketika dia menyerahkan helm kepada Benny. Allea memikirkan bagaimana menjelaskan kepada neneknya.

"Udah mendingan," jawabnya sambil memperhatikan mata Allea dengan lekat. "Mata lo warnanya emang gitu ya? Cokelat muda gitu atau karena kena tepung tadi?" tanya Benny penasaran dan khawatir kalau saja hal tersebut berpengaruh.

"Emang gini dari lahir. Gue kan turunan Eropa." Allea memutuskan berkaca di spion motor Benny. "Kayaknya gue nggak sekolah deh besok. Bikinin gue surat sakit, giliran. Apa gue pake kaca mata item aja ya?"

"Dah deh lo masuk. Makan, minum obat, tetesin lagi obatnya ke mata. Gue cabut dulu. Ntar gue telpon deh kalo gue udah beli pulsa," kata Benny sambil menghidupkan motornya.

"Idih ngapain mau nelpon. Kayak pacar aja lo," protes Allea sambil membuka pintu pagar dan menenteng bungkusan obat.

"Gue nggak nanya ntar dikira gue nggak tanggung jawab. Ntar mata lo buta gue kena salah." Allea mencibir Benny. "Dah gue cabut dulu."

Allea mengunci pagar rumah dan dia baru sadar bahwa dia lapar. Harusnya saat ini dia sedang makan enak di rumah Dita. Sayangnya ulah Benny menggagalkan segalanya. Mau tidak mau Allea makan di rumah. Neneknya pasti juga sudah memasak. Allea melihat neneknya tengah menonton televisi. Dia sepertinya akan absen dulu menonton MTV, membaca novel, atau bermain komputer hari ini karena matanya masih cukup perih. Allea memutuskan untuk mendengar radio sambil berusaha tidur setelah makan siang.

"Kenapa mata kamu?" tanya neneknya khawatir.

"Kena tepung. Tadi ada temen ulang tahun, tepungnya kena ke mata." Sebenarnya Allea tidak ingin cerita, tetapi neneknya akan curiga. "Udah diobatin kok. Ini obatnya, temen Lea sudah bawa ke dokter tadi."

"Anak sekarang mainnya memang berbahaya. Tepung jadi kue lebih enak dibanding buang-buang seperti itu. Harga bahan pokok sekarang mahal. Kalian masih anak-anak belum ngerti cari uang buat biaya bahan pokok. Apa-apa sekarang serba mahal. Satu kilo tepung bisa dibuat banyak makanan. Tuhan marah sama kelakuan kalian, makanya dikasih azab begitu."

Allea tahu dia akan mendapat ceramah seperti itu dari neneknya, oleh sebab itu dia tidak ingin jujur di awal. Sebenarnya dia tidak ikut-ikutan melempari Dita dengan tepung dan telur. Allea hanya melihat saja dari kejauhan. Namun, tiba-tiba titisan dajjal jelmaan jin Ifrit datang dengan malapetaka yang dikatakan neneknya sebagai azab. Dialah yang terkena azab tersebut atas ulah teman-temannya.

"Cepat makan, minum obat. Istirahat, jangan main komputer. Kalau makin parah nanti berobat lagi." Allea menurut. Dia ke dapur untuk menggambil piring lalu makan setelahnya minum obat. Dia benar-benar jadi anak penurut hari ini.

Setelah berganti pakaian dan berbaring di kasur, Allea menyalakan radio. Dia mencari gelombang radio yang memutar lagu kesukaannya. Dia bosan tidak bisa melakukan banyak hal. Allea membuka ponsel yang tadi dia simpan di bawah bantal. Tidak ada pesan masuk. Dia menyimpannya lagi dan tidak berapa lama tertidur akibat pengaruh obat.

Allea memutuskan menonton televisi, acara Extravaganza menjadi tontonannya di kesendirian. Acara komedi yang sedang naik daun dan sangat dinanti setiap Senin dan Sabtu malam. Dia bisa tertawa terpingkal-pingkal sendirian saat menonton komedi realita kehidupan tersebut. Setelah acara Extravaganza, biasanya ada Bioskop Trans TV yang juga menjadi tontonan wajib Allea. Neneknya ada di dalam kamar. Biasanya jam-jam seperti ini neneknya tengah mengaji di kamar.

Keadaan matanya sudah tidak terlalu merah seperti sebelumnya, terutama setelah diberi obat tetes yang mencegah infeksi. Sepertinya besok dia akan sekolah jika keadaan memungkinkan. Sambil menonton televisi Allea membalas pesan Tifa yang menanyakan keadaannya. Mereka membahas bagaimana paniknya Tifa melihat Allea yang kesakitan. Bukan hanya hal tersebut, Tifa juga membahas bagaimana kacaunya wajah Allea yang berlumur tepung bercampur air mata. Sayangnya mereka tidak membawa ponsel untuk mengabadikan peristiwa tersebut.

Saat tengah asik berbalas pesan dengan Tifa, ponsel Allea berdering. Panggilan masuk dari Benny. Benar-benar menepati janjinya untuk menelepon Allea. Allea pun mengangkat telepon tersebut dengan malas-malasan. Sebenarnya dia dan Tifa juga tengah membahas Benny yang terlihat amat sangat menyesal dan cemas melihat Allea.

"Apa?"

"Gimana keadaan mata lo?" Di seberang sana Benny sangat penasaran.

"Bengkak, berdarah, bernanah." Membuat Benny merasa semakin cemas bagi Allea adalah kesenangan tiada tara. "Nenek gue mau nuntut lo."

"Le, beneran dong jangan bercanda? Gue datengin rumah lo nih!"

Allea terkekeh geli mendengar suara cemas Benny.

"Udah mendingan, tapi masih agak merah."

"Beneran nih? Lo kalo kenapa-kenapa gue yang kena marah. Tadi sepupu gue pake acara ngadu ke bonyok gue lagi. Abis gue kena marah."

"Sukurin, sering-sering aja Pak Johan dan Bu Rosmala marahin lo! Bandel emang lo bocah." Benny menggerutu pelan. "Gue nggak papa, nanti bikinin surat sakit buat gue besok."

"Beneran lo nggak masuk?"

"Kayaknya iya. Males gue bikin PR Matematika. Sekalian aja gue nggak masuk." Benny menghela napas. "Lo seneng pasti gue nggak masuk."

"Gue mau ganggu siapa ya besok di kelas? Masuk aja deh lo besok, tahan aja sakit mata lo." Allea menggerutu tidak terima.

"Biarin, sekali-sekali lo tobat jahil. Biar congor lo mingkem dikit deh!"

"Gue kempesin juga lo balon udara!" kesal Benny.

"Dendam banget lo. Mestinya gue nih yang dendam sama lo perkara mata gue ya! Ini galakan lo dari gue. Heran gue?" Benny tertawa geli di ujung telepon.

"Ya udah deh. Dah ya, pulsa gue abis nelpon lo. Baru beli tadi sengaja buat nelponin lo doang. Banyak modal emang gue demi lo. Untung bukan pacar gue lo, repot kalo beneran pacaran sama lo."

"Lah, siapa suruh. Lo ya yang tadi siang bilang mau nelpon gue. Ih kayak pacar aja lo nelponin gue begini bela-belain beli pulsa. Bilangin Cayangnya Benny ah, biar lo dimarahin Jelita." Allea senang rasanya bisa membalas kejahilan Benny yang selama ini sering dialaminya. "Eh nggak jadi ya karena bentar lagi mau putus," goda Allea sambil tertawa geli mengingat Benny bercerita tentang Jelita. Benny tidak pernah bercerita seperti itu sebelumnya.

"Bilangin aja, nggak bakal cemburu dia sama lo. Kalo sama Tifa baru dia cemburu."

"Idih, sok cakep bener. Dah, gue mau nonton. Inget bikinin surat buat gue besok!" Allea memutuskan sambungan begitu saja dan lajut menonton sambil membalas pesan Tifa yang tadi tertunda. Allea tertawa geli bila menginggat raut cemas Benny siang tadi.Tiba-tiba perasaan aneh itu muncul lagi saat ini. Allea menepisnya dengan cepat. Sangat wajar apabila Benny sangat cemas kepadanya karena itu memang ulahnya. Bukan karena hal lain yang dia sebut perhatian atau ada rasa, sangat tidak mungkin hal tersebut terjadi. Allea menepis perasaan aneh itu sekali lagi.

TBC...

ETERNITYWhere stories live. Discover now