🐇 } delapan { 🐇

2.6K 273 11
                                    

🐇 Happy reading 🐇

.

.

[ Ar-soul ]

.

_____________________

_____


  Tangis dengan nada nyaring menggema, seolah seperti nyanyian siren yang begitu memekakan telinga. Arkeno, mendeklarasikan diri bahwa ia benci suara ini.

Semua orang buru buru berlari ke lantai satu, bahkan ia yang sedang di tengah tengah tangga tak di lirik sekalipun.

Kecuali Alshad, yang terdiam di ujung tangga atas sambil menentang jas hitam.

"Anak mami, kenapa nangis pagi pagi?"

Wanita dengan rambut tergerai, cih Arkeno benci wanita. Berdoa saja semoga ibunya tidak seperti di masa lalu atau sekumpulan wanita di sekolahnya.

Ah ia lupa, wanita itu kan ibunya.

Sang kepala keluarga diam berdiri, memperhatikan drama yang tersaji di hadapannya dengan acuh.

Wajahnya kentara sekali bahwa si empu tak tertarik dan memilih diam.

"Hiks .. Shaka dorong Angel, mami."

Semua pasang mata mengarah padanya, menyorot tajam dan tersirat rasa kecewa. Apa? Apa yang salah dengannya? Padahal Arkeno tidak mengganggu sama sekali.

"Shaka, sudah berapa kali papa bilang? Kamu laki laki dan Angel perempuan, bersikap lebih lembut bisa ga?"

Arkeno menghela nafas. "Iya, Shaka minta maaf." Di susul decakan, itu di luar kendali untuk apa ia minta maaf?

"Shaka udah minta maaf, ayo Angel mami iketin rambutnya biar tambah cantik."

Angel terlihat mengangguk kecil, membiarkan abang kedua juga mami yang membawanya menuju tangga. Sedangkan papa hanya melirik lalu menggeleng pelan, rautnya terlihat lelah, apa beliau lelah dengan kelakuan Arshaka?

Sumpah demi apapun, belum tiga hari saja Arkeno sudah muak tinggal di rumah ini.

Bukannya ia tidak berani melawan, rasa amarahnya saja sudah menyebar seperti noda kecap asin di dada. Hanya saja, entah mengapa rasa takut ikut melingkupi, gelisah juga cemas. Apa ini reaksi tubuh ini secara alami?

Arkeno benci, tapi dirinya turut merasa takut dan ragu untuk mengaku.

Cih, bukan dirinya sekali.

"Shaka, makan."


[ Ar-soul ]



Arkeno melambai lalu membiarkan kendaraan roda empat yang sempat mengantar dirinya pergi, meninggalkannya sendiri di depan gerbang. Tanpa teman.

Menyusahkan sekali, bagaimana Arshaka bisa kuat hidup sehari hari tanpa secuil pun ada yang menemani, pasti rasanya sepi dan sakit.

Ar-soul [hiat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang