28. Fitri

435 13 0
                                    

Terlihat Fitri berjalan tergesa-gesa dengan penuh emosi menuju Kay yang tengah duduk sendirian di taman Pesantren.

"APA SIH SALAH GUE SAMA LO KAY?, SAMPAI-SAMPAI LO SELALU REBUT COWOK YANG UDAH JADI MILIK GUE?," teriak Fitri menggebu-gebu dengan penuh emosi.

Kay pun berdiri.

"Gue gak pernah ya rebut siapa-siapa dari lo," jawab Kay membela dirinya.

"HALAH BOHONG," sahut Fitri dengan nada tinggi.

"Dulu lo rebut Tio dari gue, sekarang?, lo juga rebut Gus Adam," sambung Fitri marah.

"Gue gak rebut Tio dari lo, dia sendiri yang nembak gue dan gue pun gak tau kalau saat itu lo sama dia pacaran," jelas Kay.

"Oky, gue gak terlalu mampermasalahkan hal itu, tapi yang sekarang bikin gua marah adalah lo yang udah ambil Gus Adam dari gue," jawab Fitri.

"Gue__," ucapan Kay terpotong.

"Dan lo tau?, gue sama Gus Adam udah di jodohin sebelum lo jadi istrinya. Dan harusnya bulan ini gue sama dia nikah, tapi gara-gara lo," ucap Fitri sambil menunjuk Kay dengan jari telunjuknya penuh emosi.

"SEMUANYA HANCUR," teriak Fitri.

"Hal yang buat gue sakit hati, gue baru tau setelah gue ketemu sama lo pagi itu. Orang tua gue gak ngasih tau kalau Gus Adam udah nikah, dan orang tua Gus Adam juga gak ngasih alasan yang jelas, mereka cuma bilang mau membatalkan perjodohannya secara tiba-tiba," sambung Fitri.

"Gue gak tau semuanya bakal kayak gini dan gue juga gak tau kalau lo sama dia udah di jodohin," jelas Kay.

"Kalau gue tau dari awal semuanya bakal gini gue sama Adam gak Akan nikah, gue juga gak mau kayak gini," sambung Kay lirih.

"Halah munafik," ucap Fitri lalu menampar pipi Kay keras.

PLAK

"KAY!," teriak Adam panik dari kejauhan lalu berlari menghampiri.

"Gus Adam," cicit Fitri pelan.

"Kamu gak papa?" Tanya Adam saat telah berdiri di sisi Kay lalu memegang pipi Kay yang terkena tamparan.

"Urusan kita belum selesai," ancam Fitri lalu pergi.

Adam dan Kay pun menatap kepergian Fitri sebentar.

"Mau di kompres?" Tanya Adam perhatian.

"Gak usah,"jawab Kay dan menjauhkan tangan Adam dari pipinya.

"Ke___," ucapan Adam terpotong.

"Tinggalkan aku sendiri," pinta Kay dingin.

"Plis ngertiin aku," ucap Kay memohon.

"Oke, jangan lama-lam disini," kata Adam lalu pergi.

Kay pun menangis sejadi-jadinya, syukurlah sekarang taman sedang sunyi karna para santri akan berada di asrama selepas ashar kecuali yang berkepentingan.

Sebegitu buruknyakah iya sampai tanpa sadar menyakiti hati temannya sendiri. Kay juga tak ingin ini terjadi, tapi apa daya jika ini sudah menjadi garis takdir dari sang pencipta, Kay bisa apa?.

Kay menghapus air matanya lalu bangkit dan segera pulang ke Ndalem.

"Assalamu'alaikum," salam Kay namun tak ada yang menjawab.

Ia segera naik ke atas dan masuk kekamar.

Terlihat Adam tengah membaca kitab yang ada ditangannya.

Kay mengambil baju ganti dan segera mandi.

Setelah mandi Kay duduk di tepi kasur sambil melamun. Bayang-bayang dokter Laura yang menjelaskan tentang penyakitnya terus saja menghantuinya sejak kemarin.

"Kay," panggil Adam mendekat.

"Em ada apa?" Tanya Kay sedikit kaget.

"Kenapa melamun," tanya Adam dan duduk di samping Kay.

"Gak papa," jawab Kay dengan senyum paksa.

"Oh ya Abi sama Umi gak ada, mereka pergi keacara pengajian, tadi ingin ngajak kita, tapi karna suasana hati kamu kayak lagi kuarang baik jadi aku tolak," kata Adam mencari topik lain.

"Hm," jawab Kay disertai anggukan.

_____🖋

Kini sudah tiga hari setalah ia pergi ke dokter Laura waktu itu, Kay sering sekali melamun membuat Adam dan yang lain bingung.

"Kay, kamu gak apa-apa kan," tanya Nyai Roro saat mendapati Kay yang pagi ini tengah duduk di kursi meja makan sambil melamun.

"Gak apa-apa Umi," jawab Kay berusaha menyembunyikan kesedihannya dengan senyuman.

"Tapi kok Umi liat kamu sering banget ngelamun, ada apa?. Gak usah sungkan buat cerita sama Umi atau yang lain," ucap Nyai Roro ikut duduk di kursi.

"Beneran gak apa-apa kok Umi, Kay cuma kepikiran sama Mama papah aja," jawab Kay berbohong.

"Owh gitu. bentar lagi liburan semester, kalau kamu mau, kamu bisa pulang kerumah orang tuamu bersama Adam," ucap Nyai Roro.

"Iya Umi," jawab Kay tersenyum.

"Oh ya Umi, Kay liat bahan masakan dikulkas udah mau abis. Jadi boleh gak kalau Kay yang pergi kepasar hari ini?" Pinta Kay.

"Boleh kok," jawab Nyai Roro.

"Mau diantar Adam atau sama Santri wati yang bertugas?" Tanya Nyai Roro.

"Kay sendirian aja Umi, deket juga soalnya," jawab Kay.

"Kamu yakin?" Tanya Nyai Roro memastikan.

"Iya umi," jawab Kay.

"Ya udah tunggu sebentar Umi ambilin catatannya," ucap Nyai Roro dan pergi kedapur mengambil catatan yang baru saja ia catat.

"Nah ini kay," ucap Nyai Roro yang baru saja datang dengan menyerahkan secarik kertas dan beberapa lembar uang.

"Kalau gitu Kay pamit Umi, assalamu'alaikum," ucap Kay lalu menyalami Nyai Roro.

"Wa'alaikumsalam," jawab Nyai Roro dan Kay pun pergi kepasar menggunakan ojek.

Sesampainya dipasar Kay segera membeli seperti yang tertulis dikertas, dari belanja sayur-sayuran, ikan ,ayam dan rempah-rempah dapur.

Saat berada didepan pedagang yang menjual buah-buahan tiba-tiba dari arah belakang dompetnya dirampas begitu saja dan sang pelaku langsung kabur. Melihat itu kay langsung menitipkan belanjaannya kepada pedagang buah dan segera mengejar cepot itu.

Saking semangatnya mengejar Kay tidak sadar jika dirinya sudah keluar dari area pasar.

Copet itu berlari kearah gang buntu yang sepi, hal itu membuat Kay tersenyum.

"Lo gak bisa kabur," ucap Kay lantang.

Saat akan menghajar si copet tanpa diduga seseorang membekap mulut dan hidung kay dengan kain yang telah diberi obat bius.

Si copet tersenyum remeh kearah Kay.

Kay memberontak namun kekuatannya tidak cukup untuk lepas dari laki-laki berbadan kekar itu lalu pingsan.

Setelah pingsan ia dibawa menggunakan mobil hitam kearah barat.

Garis TakdirWhere stories live. Discover now