5 || Malam Mencekam

329K 18.6K 2.3K
                                    


Ada yang menunggu?!

*****

Alga mendorong sebuah sepeda berwarna merah muda, sore ini dia membawa Asya ke sebuah taman yang cukup ramai. Seumur hidup, Asya tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Sang Mama tidak suka anaknya terkena debu luar, terlalu mengekang Asya. Dan Asya selalu menurut, tidak banyak omong dan patuh saja seperti boneka.

Disebelah Alga, seorang gadis yang tingginya tidak melebihi dagu Alga terus menerus melirik Alga tanpa henti. Memastikan tidak ada ekspresi terpaksa di wajah Alga. Sayangnya Alga tidak menunjukan ekspresi berarti apapun. Dengan wajah datar dan pandangan lurus, Alga cukup membuat Asya bingung.

Asya menggaruk dahinya. Sejak awal dia dan Mamanya datang ke rumah Alga, laki-laki itu tidak pernah mengatakan apapun. Entah menyukai kehadiran mereka atau tidak. Namun satu hal yang pasti, Alga tidak pernah mengajak Asya bicara duluan. Jika Asya yang memulai percakapan, Alga pasti memutusnya dengan reaksi datar. Di rumah pun Alga sangat jarang ada, dia lebih sering berada di luar.

Kesimpulan yang Asya dapat selama ini adalah ; Alga membencinya!

Karena itu Asya tidak banyak meminta, kini satu-satunya sandaran Asya adalah Alga. Asya tidak mau ditinggal karena dirinya rewel.

"Kak Al, ini terakhir kali kok aku minta hal kaya gini ke Kakak," ucap Asya tiba-tiba. "Nanti kedepannya aku minta orang lain buat nemenin aku kalau mau main."

Alga menunduk, menatap Asya. "Siapa yang bolehin?" tanya Alga.

"Bolehin apa?"

"Lo main tanpa gue," balas Alga.

Asya berdecak. "Kak Alga kan sibuk, banyak kerjaan. Aku gak mau ganggu Kakak cuma buat hal gak jelas kayak gini. Masih banyak yang lebih penting dari aku."

Alga seketika berhenti melangkah membuat Asya ikut berhenti. Alga menghela nafas pelan. "Jangan pernah bilang kaya gitu lagi," peringat Alga dingin. "Lo gak tau apa yang penting dan enggaknya buat gue."

"Mas, itu adeknya jangan di marahin. Kasian," seorang ibu-ibu yang melintas memperingati Alga. "Masnya jangan galak-galak."

Asya menatap ibu itu bingung. "Muka kakak aku emang gitu Tante, dia gak marah," ucap Asya. "Emang kaya gorila dari sananya."

Ibu itu menahan tawa. "Lucu banget kamu," dia menatap Asya gemas karena menyukai cara berbicara Asya. "Ini untuk kamu, tadi ibu beli buat anak ibu tapi dia gak suka."

Asya menerima sebuah jepitan pita berukuran sedang dengan warna merah muda. "Terimakasih Tante!"

Ibu itu tersenyum. "Ibu duluan ya? Anak ibu nungguin."

Usai kepergian wanita itu, Asya langsung memakai jepitan tadi di rambutnya. Tapi entah mengapa terasa sulit, Asya hampir menyerah namun tiba-tiba Alga mengambil alih benda itu, memakaikannya dengan hati-hati di rambut Asya.

"Cocok gak?" tanya Asya.

Alga tidak menjawab, cowok itu malah mengusap-usap puncak kepala Asya sebagai jawaban.

"Naik, gue ajarin," ucap Alga melirik sepeda di sebelahnya. Dia meminta Damian membelinya dalam perjalanan ke sini dari sekolah tadi.

ALGASYA ; STEP BROTHER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang