35 || Step Brother

214K 21.1K 4.1K
                                    


Dua tahun lalu ....

Suara derum motor terdengar. Pemuda dengan jaket leather hitam turun dari sebuah motor sport hitam seraya melepas helm dan sarung tangan. Melangkah keluar garasi, ia mengurungkan niat membuka pintu rumah. Menatap pada sebuah mobil putih yang terparkir dengan hiasan pita merah muda di depannya. Mobil pengantin.

Berdecih kecil, ia melanjutkan langkahnya. Di ruang tamu yang luas ia disambut dengan pemandangan kemesraan sepasang pengantin baru. Keduanya lalu menoleh karena mendengar langkah kakinya.

"Dari mana saja kamu?" suara Zayan sang Papa yang menatapnya tajam dari sofa tempatnya duduk. Pria dewasa yang masih terlihat gagah itu tampak menahan amarahnya.

Alga membalas tatapannya tidak kalah dingin. "Balapan."

"Lagi?" ekspresi pria itu berubah semakin tegas, menatap putranya marah. "Kenapa kamu tidak melakukan hal yang lebih berguna? Mulai besok motor kamu Papa tarik. Pulang sekolah ikut Damian ke kantor. Jangan kelayapan tidak jelas seperti gelandangan."

Alga tidak menanggapi. Kedua matanya menatap lurus perempuan dalam rangkulan sang Papa sebelum bertanya datar. "Siapa?"

"Mama baru kamu," balas pria itu. "Papa sudah bilang kan kalau Papa akan menikah lagi? Tapi kamu malah menghilang seminggu ini. Tidur di mana kamu? Tempat perempuan? Jangan mempermalukan Papa dengan menjadi anak tidak tau malu seperti ini!"

"Papa menikah selama anak Papa hilang?" Alga terkekeh hambar. "Saya atau Papa yang tidak tau malu?"

Zayan berdiri, melangkah cepat dan meraih vas bunga di meja. Tanpa ragu ia menghantamkannya ke kepala Alga dengan keras. Alga menyentuh kepalanya, darah segar mengalir dari sana. 

Bukannya meringis, pemuda itu malah tersenyum mengejek seraya menatap mata sang Papa. "Kali ini berapa lama? Dua bulan? Satu bulan? Atau satu minggu?" tanya Alga. "Saya tidak sabar mendengar kabar perceraian kalian."

Lucunya Alga malah merasa ingin tertawa. Menertawakan sifat bajingan sang Papa. Belum ada tiga bulan sejak Zayan bercerai dengan istri sebelumnya. Tapi sekarang ia kembali menikahi perempuan cantik lain. Alga merasa jijik dan muak mengakui pria itu adalah Papanya. Bahkan hewan saja tidak semudah itu menemukan pasangan baru.

Zayan semakin murka. Ia menarik kerah Alga lalu menghantam wajahnya bertubi-tubi dengan pukulan. Alga tidak melawan, membiarkan Zayan melakukan apapun yang ia mau. Alga benar-benar sudah muak.

"Mas, cukup!" Berlin yang sejak tadi diam menarik Zayan mundur. Jika diteruskan ia bisa membunuh putranya sendiri.

Alga menyeka sudut bibirnya yang robek lalu bangkit dari posisinya yang tersungkur di lantai. Bagus, ia pulang hanya untuk menerima pukulan Papanya.

"Mau ke mana kamu?! Papa belum selesai!" ucap Zayan keras.

Alga meneruskan langkahnya menaiki tiap anak tangga tanpa merespon sedikitpun. Berpura-pura tuli meski Alga tau suara Zayan bahkan bisa didengar oleh pelayan yang berada di bagian belakang rumah sangking kerasnya.

Semoga saja tempramen buruk yang seperti bajingan itu tidak menular padanya.

*****

Alga menghembuskan asap rokok. Kini ia bersandar di pembatas balkon kamarnya seraya menatap kegelapan di depan sana. Wajahnya belum diobati, membuatnya benar-benar terlihat seperti anak tidak benar yang senang berkelahi.

Hening. Hanya terdengar suara hembusan angin. Berteman dengan keheningan sudah menjadi hal pasti dalam hidupnya. Alga selalu sendirian. Bahkan ia selalu merasa sendirian di tengah keramaian. Mamanya meninggal saat melahirkannya, membuat Alga terpaksa hidup bersama papa yang kaya raya namun cukup bajingan. Fisiknya dan mentalnya sering disiksa, membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang tertutup.

ALGASYA ; STEP BROTHER Where stories live. Discover now