Di antara semua siswa, hanya Ren yang terlihat santai sembari membaca buku di pojokan. Tak lama setelah itu, San datang untuk menemuinya.
"Rupanya kau ada di sini, Ren." ucap San
"Memang kenapa? Pak? San?" ucap Ren dengan nada datar, seolah tak tertarik dengan kedatangan San di tempat itu.
"Apa kau tak tertarik dengan patung yang baru saja tiba itu, sama seperti yang lain?" tanya San
"Tertarik kok. Tapi kurang seru hanya dengan mengirim patung saja." balas Ren singkat, dan tetap fokus dengan buku fisika di tangannya.
San kemudian melonggarkan dasinya, lalu berjalan sedikit ke depan untuk menghirup udara segar.
"Kadang hobi membacamu itu merepotkan. Aku akui, kejadian semalam jauh lebih menyenangkan, bukan?" ucap San
Ren tersenyum mendengar perkataan San, kemudian membuka lembaran buku itu dengan sangat hati-hati.
"Walau cukup hati-hati, bukan berarti kau bisa mengatasinya dengan baik.'' ucap San
Ren seketika berhenti membaca buku, dan melepas kaca matanya. Menatap San dengan tatapan penuh kebencian. Namun saat kedua bola mata keduanya saling bertatapan, keduanya kompak mengubah ekspresi menjadi seseorang yang terlihat sangat ramah.
"Aku melihatnya. Namun sepertinya, Taqi melakukannya dengan hati-hati. Tapi pak San terlihat sangat tertarik dengan kejadian semalam. Seolah bapak ada dan mengetahui segalanya." ucap Ren
San tersenyum dan menatap Ren dengan tatapan hangat.
"Lagi dan lagi, masalahnya berakhir dengan kasus yang sama. Bukankah terlihat memuakkan? Aku sangat penasaran, sampai kapan orang tua kalian bertahan dari banyaknya kasus yang melibatkan kalian, hanya untuk sebuah kelulusan dengan predikat terbaik." ucap San
"Bukankah itu sudah menjadi tugas mereka? Mereka memiliki ekspetasi tinggi pada anak-anaknya. Begitu pula sebaliknya. Jika hancur, akan lebih menyenangkan jika hancur bersama. Aku tak mengerti, alasan anda menemui saya hanya untuk membahas hal ini. Lebih baik, anda berhenti mengirim Assassin. Oh tidak, villain atau apa ya yang cocok menggambarkan orang suruhan anda untuk ...." ucap Ren yang seketika di potong oleh San.
"Aku tak mengerti maksudmu. Bukankah sebaliknya?" ucap San
Ren melangkah pergi dan berhenti sejenak untuk berbisik di samping San.
"Semua dosa itu kini bersatu pada awan hitam di langit. Semua nama pada daftar itu, menjadi rahasia yang mereka bawa sampai kematian menjemput mereka. Itulah keinginan terakhir manusia gila itu. Menggunakan pembunuh untuk menangkap pembunuh, adalah sesuatu yang sedang ia pikirkan. Ini adalah persaingan berdarah." bisik Ren kemudian berlalu pergi dari sana.
San kemudian tertawa kecil, kemudian mengusap wajahnya dengan pelan.
"Entah siapa yang akan berkorban? Dia seperti bunga yang mekar di tengah panasnya api, dan berakhir layu secara perlahan." gumam San
*******
Taqi menatap berbagai macam patung kecil seukuran jari jempol di atas mejanya. Setelah mengamati patung kecil itu. Dia berdiri menuju ke desain bangunan, dan melanjutkan pembangunan kota kecil yang ia desain.
"Kenapa kau tak masuk ke sekolah kejuruan saja? Kau cukup hebat dalam hal ini.'' ucap Valdan
Taqi hanya diam dan fokus melekatkan benda-benda kecil pada bangunan di depannya.
"Sepertinya seseorang mencoba membahas tentang kejadian tanggal 21, yang menewaskan 5 orang. Haruskah aku membuat forum diskusi di web resmi, tentang 'pelaku yang tidak di ketahui identitasnya, telah membuat warga AT School gempar dan ketakutan'.'' ucap Valdan
YOU ARE READING
CIRCLES (END)
Mystery / ThrillerNavi, adik dari seorang guru honorer di salah satu sekolah swasta ternama, yang ditemukan tewas terbakar dirumahnya. Pihak kepolisian menutup kasus tersebut, sebagai kasus bunuh diri. Namun Navi tak setuju dengan dugaan tersebut, dan mencoba mencari...