Snowdrop - 20

344 53 13
                                    

Rai tiba di rumah sakit dengan tergesa-gesa. Begitu panik dan cemas dengan ke adaan Navi dan Tara. Namun berbeda dengan Tara, Navi masih bisa berbicara walau tubuhnya sedang terluka. Saat Rai berlari masuk ke dalam rumah sakit, Navi tetap berusaha menekan perut Tara yang terluka sembari meringis kesakitan.

"Cepat!" teriak Rai

Navi dan Tara segera mendapat perawatan dari dokter. Rai yang masih resah, berusaha mengatur nafasnya dengan baik. Ia begitu panik, sampai terlihat seperti seseorang yang sedang kebingungan.

"Sial! Bagaimana bisa aku terjebak. Asst, sial! Karena kecerobohanku, anak-anak jadi terluka." gumam Rai sembari mengacak rambutnya.

Rai mengingat kembali beberapa orang yang sempat ia lihat saat sedang mengejar mobil yang di kendarai oleh San. Walau ia tak melihat wajah San dengan jelas, ia bisa melihat jelas seseorang yang cukup familiar baginya.

"Aku yakin itu dia. Sial! Tapi kenapa dia ikut campur?"

Tak lama kemudian, Rai mendapat kiriman file berupa foto beberapa orang. Ia terus mengamati kumpulan foto itu, hingga ia berhenti tepat di salah satu foto. Bayangan seseorang dalam mobil tadi sontak terbayang dalam pikirannya.

"Apa yang membuat Larissa terhubung dengan mereka? Mereka adalah sekelompok buronan. Jika mereka ada di sini, maka ... astt, sial! Bagaimana bisa mereka berkeliaran dengan mudah?" kesal Rai yang memijit kepalanya yang terasa nyeri karena berpikir.

Tak lama kemudian, Rai memikirkan perkataan Navi yang curiga dengan San.

"Aku merasa melihat San juga. Jika dugaan akan keterlibatan San atas kematian Larissa, maka sudah pasti San memiliki hubungan dengan para bedebah itu. Aku harus mencari tau tentang San lebih jauh."

Ke esokan harinya, Rai terbangun di salah satu kursi di depan ruang perawatan. Orang tua Tara juga tengah mencemaskan ke adaan Tara, berjalan mendekati Rai.

"Kau sudah bangun?" tanya ayah Tara sembari memberikan segelas air hangat.

"Terima kasih." ucap Rai sembari meminum air hangat tersebut.

Ayah Tara menatap Rai sejenak, kemudian menghela nafas. Rai yang menyadari jika ayah Tara ingin mengatakan sesuatu, langsung membuka pembicaraan.

"Ini sulit, karena anda hanya sendiri. Anda juga hanya fokus menyembunyikan dan membersihkan tuduhan yang tertuju pada putri anda." ucap Rai yang dibalas anggukan oleh ayah Tara.

"Lalu bagaimana dengan anak itu? Apa kau sedang menangani kasus kakaknya?" tanya Ayah Tara. Rai menatap ayah Tara, lalu melirik segelas air hangat itu.

"Aku sedang tak bekerja. Aku sedang cuti untuk pemulihan. Walau begitu, aku adalah wali Navi untuk sementara." ucap Rai

"Kau tau jika anak itu adalah putri dari Esther bukan? Ibunya juga terlibat dalam masalah ini. Namun jelas jika ibunya acuh dengan anak itu dan juga kakaknya. Kasus kakaknya bahkan ditutup atas permintaan ibunya sendiri." jelas ayah Tara

"Lalu bagaimana dengan anda? Sampai sekarang, anda hanya melakukan hal yang sama." ucap Rai

"Aku kalah, karena tak memegang sedikitpun bukti tentang masalah anak-anak ini. Bahkan, semua orang yang terlibat dibuat bungkam sampai memberi pernyataan palsu. Jika bukan karena posisiku sebagai seorang hakim, putriku pasti sudah mencekam di penjara. Sekarang, aku harus merelakan profesiku ini." jelas ayah Tara

"Melihat kondisi putri anda, apa anda akan menahannya?" tanya Rai

Ayah Tara tersenyum, kemudian menjawab pernyataan Rai.

"Aku tak pernah membatasinya. Hanya saja, aku tak ingin ia terlibat lebih jauh dengan anak-anak itu. Anak-anak itu sama persis dengan orang tua mereka. Mendengar kabar tentang korban ambisi anak-anak itu, membuatku sangat cemas. Aku hanya punya satu putri, dan tak ingin kehilangannya. Aku tau, Tara mirip denganku. Diam-diam, dia mengawasi Larissa untuk tau keadaanya." jelas Ayah Tara

CIRCLES (END)Where stories live. Discover now