1.6 - the war

91 8 2
                                    

Fattan kembali memasuki kamar tidurnya bersama Aeyla sambil membawa sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya untuk Aeyla.

"Kata Bi Ipah kamu belum makan, makan dulu ya? Nanti kamu sakit kalo gak makan. Mau aku suapin?"

Aeyla menggeleng tanpa menatap Fattan, "aku bisa sendiri."

"Yaudah, nih makan dulu. Aku mau mandi dulu." Setelahnya Fattan berlalu memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan mendinginkan otak serta hatinya. Karena setelah ini Fattab harus bisa bersikap rasional.

Saat Fattan keluar dari kamar mandi ia menemukan Aeyla yang baru memasuki kamar.

"Padahal simpen aja disini, biar aku yang simpen ke bawah." Ucap Fattan saat melihat Aeyla keluar kamar untuk menyimpan piring kotor bekas ia makan.

Aeyla tidak menjawab, ia memilih untuk merebahkan tubuhnya diatas kasur dan menutup hampir seluruh tubuhnya menggunakan selimut.

"Duduk dulu, Ay. Ayo ngobrol dulu, aku harus tau apa yang bikin kamu nangis dari pagi sampe sore begini. Mata kamu sampe bengkak gitu."

Aeyla masih tidak menjawab namun ia mengubah posisinya jadi bersandar pada headboard kasur.

Fattan menundukkan kepalanya, ia menarik napasnya dalam-dalam.

"Aku sebelumnya udah bilang, Ay. Pasti bakal ada sesuatu yang kamu liat, dan tugasmu cukup percaya sama aku aja." Ucap Fattan membuka pembicaraan mereka. Aeyla kembali terisak.

"Aku pengen percaya sama kamu, tapi gimana aku mau percaya kalo yang aku liat itu foto kamu pelukan sama mantan kamu. Gimana aku mau percaya kalo pas kamu peluk aku wangi perempuan itu masih nempel di baju kamu. Kamu minta aku buat percaya tapi kamu sendiri yang hancurin kepercayaanku, Fattan."

"That I'm a joke to you?" Tanya Aeyla dengan suaranya yang tercekat. Sungguh hati Fattan seperti di tusuk-tusuk oleh ribuan jarum.

Aeyla mengusap air matanya yang luruh diatas pipinya. "Kamu bohong sama aku perihal kamu yang gak pernah punya pacar sebelum ketemu aku, kamu bohong perihal aku yang pertama dan terakhir untuk kamu. Kamu bohongin aku, kamu nipu aku, Fattan."

Aeyla menutup wajahnya dengan kedua tangan, kembali menangis di hadapan Fattan.

"Ay.. maafin aku. Maafin aku karena udah ngecewain kamu."

"Tapi sekalipun aku gak pernah berniat untuk bohongin kamu, Ay. Keadaan hubungan aku dan Rere emang yang gak diketahui sama keluarga jadi gak memungkinkan aku untuk jujur saat itu. Cuman Jeje dan sahabat-sahabatku aja yang tau perihal hubungan aku sama Rere." Fattan menjeda ucapannya, ia mencoba beralih menatap Aeyla yang sudah tidak menangis.

Ditatapnya mata Aeyla yang sembab, sungguh Fattan tidak ingin melihat kondisi Aeyla yang seperti ini.

"Waktu udah menikah sama kamupun rasanya aku gak perlu buat ngasih tau semua itu karena aku pikir ya untuk apa? Aku sama Rere udah selesai jauh sebelum aku menikah sama kamu, aku putus sama Regina hampir setahun sebelum kita menikah. I leave her." Suara Fattan mengecil diakhir kalimatnya. Aeyla terkekeh pelan.

"You leave her and you choose me. Ternyata aku cuman pelarian, pengganti, pilihan kedua buat kamu. Kamu pilih aku untuk menutupi kelakuan bejat kamu!" Suara Aeyla sedikit meninggi, matanya menatap Fattan dengan tatapan nyalang.

"Mama Papa pasti gak tau kan kelakuan kamu? Mereka pasti taunya kamu anak baik-baik yang gak pernah pacaran, yang gak pernah bawa cewek ke rumah, yang gak pernah ciuman, yang gak pernah mabok-mabokkan, mereka pasti gak tau kan?" Aeyla tertawa sinis, "kan kamu menggunakan aku untuk menutupi semua kelakuan jelek kamu."

Kita Usahakan Rumah ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang