Bagian 6

21.3K 1.7K 17
                                    

Sakti yang tengah sibuk ikut mencangkul lahan yang akan di tanami agar gembur hanya bisa tersenyum tak habis pikir ketika mendengar obrolan para pekerjanya yang seminggu ini selalu membicarakan topik yang sama yaitu si perempuan kota yang katanya merupakan anak majikan Bi Aas.

Warga di kampungnya tak henti-hentinya memuji paras perempuan itu yang sangat cantik melebihi kecantikan Mulan yang di nobatkan oleh warga kampung sebagai perempuan tercantik di desa.

Namun, jika ada yang memuji tentu saja ada juga yang mencibir. Mengatakan jika perempuan itu sepertinya melakukan pelarian ke desa terpencil seperti desa ini atas tindakan kriminal yang sudah di lakukannya. Yang mana jika itu benar nama desa ini akan tercoreng dan masuk ke berita-berita nasional.

Ada-ada saja memang warga di desanya itu.

Lalu celetukan tiba-tiba membuat gerakan Sakti yang sedang mencangkul itu terhenti. "Coba kamu deketin gadis itu Sakti. Siapa tahu jodoh."

Sakti mengangkat kedua alisnya kemudian terkekeh singkat. "Nggak mungkinlah Mang."

Mang Kasim berkacak pinggang. "Tidak ada yang tidak mungkin Sakti. Di coba saja dulu."

Sakti menggeleng menepis usulan itu. Dengan banyaknya gadis desa yang mencoba melakukan pendekatan dengannya saja Sakti merasa tidak nyaman apalagi dengan gadis kota sepertinya, Sakti sudah merasa panas dingin sendiri.

"Ah payah banget kamu ini Sakti. Kapan nikahnya kalau begitu terus."

Sakti tersenyum singkat. "Kalau sudah waktunya pasti nikah kok Mang."

"Sayang banget si Romi belum punya apa-apa, kalo udah mapan kayak kamu gini sudah Mamang suruh deketin itu si Kiran."

Kiran, ya Sakti ingat nama perempuan kota itu sekarang. Sebenarnya Sakti tidak mencari pendamping di nilai dari tampilan fisik tetapi bagaimana ketika Sakti berdekatan dan berbincang dengan perempuan itu Sakti akan merasakan kenyamanan alih-alih gelisah dan keinginan untuk menjauh. Dan Sakti belum menemukan yang seperti itu dan entah akan sampai kapan Sakti terus saja sendiri, Sakti pun tidak tahu.

Sakti menyelesaikan pekerjaannya lalu berjalan menuju sumber air yang mengalir di dekat perkebunannya berniat membersihkan tangan serta kakinya yang kotor penuh tanah. Setelah di rasa bersih Sakti kembali berjalan di setapak tanah yang merupakan pemisah antara petakan satu dengan yang lainnya dan biasa di gunakan jalan untuk para petani mencapai petakanya masing-masing.

Sakti mengumpulkan barang-barangnya yang ada di saung berniat menjalankan aktifitasnya yang lain yaitu melihat pegawainya yang sedang memanen kol. Kebun kol itu berada cukup jauh dengan posisinya saat ini maka dari itu Sakti memilih hendak mengendarai motornya agar bisa cepat sampai di kebunnya itu.

"Bapak-bapak semuanya saya permisi pergi duluan mau lihat yang lagi panen kol." Pamit Sakti pada Bapak-bapak yang nampak tengah mengistirahatkan diri tak jauh dari saung.

"Iya sok mangga Jang."

(Silahkan)

Saat sampai di perkebunan kol Sakti sudah mendapati beberapa pekerjanya yang sedang mengutik kol dan di kumpulan dalam sebuah keranjang besar. Sakti melangkahkan kakinya menghampirinya Abahnya yang tampak memantau para pekerja.

"Bah." Panggil Sakti yang langsung membuat Abah menolehkan kepalanya.

"Eh, sudah selesai menggemburnya?"

"Sudah Bah, ini Aa mau bantu panen kol."

"Sudah banyak pekerja yang manen, kamu istirahatlah saja dulu Sakti."

Sakti tersenyum tahu betul jika Abahnya selalu mengkhawatirkan dirinya yang terlalu banyak ambil pekerjaan. Tetapi Sakti sudah terbiasa melakukan banyak pekerjaan bahkan jika kebanyakan diam badannya justru terasa tidak enak.

Bertemu Denganmu [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang