Extra Part

32.7K 1.7K 74
                                    

Acara 4 bulanan telah selesai dilaksanakan, kini kediaman Sakti dan Kiran hanya menyisakan beberapa orang saja yang berniat membantu merapihkan beberapa hal yang tadi digunakan untuk acara syukuran.

Vareno Atmajaya pun nampak hadir di acara tersebut sedangkan keluarga Atmajaya yang lainnya berhalangan hadir dan hanya menitipkan beberapa hadiah untuk Kiran.

"Varen itu tolong bantu Nur bawa piring-piring ke dapur." Kiran yang sebelumnya tengah ikut menggulung tikar bersama Bi Wati langsung menegur adiknya yang tampak santai duduk di sofa sambil memakan beberapa hidangan di sana.

"Nggak apa-apa Teh, Nur bisa sendiri."

Kiran melirik adiknya itu dengan sengit. Varen yang mulutnya tampak penuh dengan makanan langsung mencebikan bibirnya. "Iya ... iya ... ini lihat nih dibantuin." Varen dengan terpaksa berdiri lalu mengambil alih piring di kedua tangan Nur.

"Eh, padahal mah nggak usah A." Ringis Nur sungkan.

"Nggak apa-apa, dari pada di amuk macan bunting." Balas Varen sambil melangkahkan kakinya ke arah dapur.

"Gue denger ya, Vareno." Kiran memelototi Varen yang tampak acuh.

Sakti datang dari luar setelah tadi sempat berbincang singkat dengan seorang ustad yang sengaja mereka undang sambil mengantarnya keluar. "Sini, biar Aa aja." Sakti mengambil alih kerjaan Kiran yang masih menggulung tikar dan menyuruh istrinya itu untuk duduk saja.

Kiran menatap Sakti yang masih mengenakan koko putih sama seperti warna gamis yang sedang dipakainya tak lupa peci hitam yang masih menghiasi kepalanya membuat senyum Kiran sulit untuk tak mengembang. "Makasih Aa."

"Sama-sama, Sayang."

Varen yang sudah kembali dari dapur dan melihat interaksi keduanya langsung mencibir. "Duh macan bunting bisa jinak juga kalo ada pawangnya."

Lirikan kesal langsung Kiran layangkan. "Jomblo dilarang sirik."

Varen mengedikan bahunya kembali duduk di sofa yang tadi ditinggalinya. Kiran ikut melangkahkan kakinya ke sana dan duduk tepat sofa seberang. "Makan mulu sih kerjaannya."

Varen mengacungkan kue basah di tangannya. "Enak, di Jakarta udah jarang yang jual."

"Ya tapi nggak kamu abisin sepiring juga dong Vareno." Gemas Kiran.

"Nggak apa-apa, kuenya masih banyak. Kalo kurang minta Bi Wati ambil lagi di dapur." Sakti yang telah selesai menggulung semua tikar ikut mendudukan diri di samping Kiran dan menimpali ucapan Varen.

Dengan raut puas Varen melirik Kiran yang kini sedang menatap Sakti penuh protes. "Tuh dengerin." Goda Varen sambil memakan kue yang tersisa satu lagi di piring dengan gaya yang dibuat-buat.

"Kamu nggak usah majain dia A. Ngeselin!"

Sakti mengusap punggung Kiran sekilas. "Varen kan jarang-jarang ke sini, jadi nggak apa-apa."

Kiran semakin kesal saja mendengar ucapan Sakti. Dari dulu memang Kiran paling dekat dengan Varen, tapi jenis hubungan keduanya seperti Tom & Jerry kadang akur, kadang bagai musuh. Tetapi memang sepertinya hubungan antara adik dan kakak di dunia ini pasti seperti itu.

"Kamu di sini tiga harian kan?" Tanya Sakti.

Varen mengangguk. "Penginnya sih seminggu, tapi kayaknya terlalu lama di sini bisa-bisa setiap hari ada yang cemberut."

"Iyalah! Ngapain lama-lama di sini, ngabisin beras aja." Cibir Kiran.

Sakti menggelengkan kepalanya pelan  melihat tingkah kedua kakak beradik tersebut. "Kamu katanya mau lihat kebun-kebun di sini, besok ikut Aa ke kebun aja."

Bertemu Denganmu [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang