02

5.3K 236 2
                                    

بسم اللّه الرٌحمن الرّحيم



________________________

"Terluka akibat omongan orang itu, sangat merugikan diri kamu sendiri."

_Aydan Arshaka_
___________

"Bun ... Bunda! Assalamualaikum." Arshaka memanggil Faridda sangatlah kencang.

Faridda yang kebetulan sedang berada di dapur pun menghampiri Arshaka yang terengah-engah.

"Lho. Syakila, kenapa?" Faridda bertanya dengan raut cemas. Trauma putrinya sepertinya kambuh lagi.

"Astagfirullah, Sayang." Faridda memeluk tubuh Syakila yang bergetar hebat. Dirinya merasa tidak becus menjadi seorang Ibu.

"Bunda jangan sedih, Bun. Aydan bawa dulu obatnya Syakila di atas." Faridda pun mengangguk dan menatap cemas ke arah putrinya.

"Kila ... dengar Bunda 'kan, Nak?" Faridda meluruh menangis secara bersamaan dengan meluncurnya pertanyaan yang mengatakan putrinya baik-baik saja.

Syakila yang mendengar Ibunya berbicara pun hanya mengangguk enggan merespon.
"Ayo, bicara sama Bunda, Sayang ..."

Faridda bergetar sekali melihat putrinya sehancur ini. Syakila hanya bisa memandang raut cemas Bundanya. Pikirannya begitu kacau.

Malam kelam di masa lalu pun mulai hinggap di kepalanya secara perlahan-lahan. Akibatnya, respon yang diberikan tubuhnya gemetar kencang.

Trauma yang dia alami sejak tiga tahun terakhir, ternyata belum sempat sembuh total.

"Bun, ini obatnya." Faridda pun mengambil sekantung plastik putih yang berisi obat-obatan Syakila.

"Minum dulu, Sayang." Faridda memberikan Syakila segelas air putih setelah pil yang dia berikan sudah ditelan Syakila.

"Istighfar, Sayang ... jangan buat Bunda khawatir." Syakila yang mendengar nasehat Bundanya pun mulai beristighfar.

Hanya dengan mengingat Allah saja, akal Syakila pasti tidak akan menyimpang. Perlahan-lahan bayangan-bayangan mengerikan itu hilang tergantikan dengan hati tenang dan pikiran tidak kemana-mana.

"B-bunda jangan n-nangis." Syakila mengusap air mata Faridda dengan ibu jarinya. Faridda yang mendengar Syakila berucap lirih dan terbata-bata pun mengucapkan beribu-ribu syukur kepada Allah yang senantiasa menjaga putrinya dari marabahaya.

"Bunda nggak nangis, Sayang," balas Bunda lirih.

"Adek nggak apa-apa, kan?" lanjut Arshaka bertanya dengan raut wajah sedikit khawatir.

"K-kila baik."

"Lala nggak nyakitin, Adek, kan?" lanjut Arshaka bertanya bertubi-tubi.

"Kila cuman teringat kejadiannya, Bang!" Syakila menunduk enggan menatap mata Arshaka.

"Adek istirahat, ya. Besok kita berangkat ke Ponpes Darussalam.

Syakila pun mengangguk."Kila ke kamar ya, Bun."

"Bunda bantuin. Ayo!" Faridda pun menggandeng Syakila menuju kamarnya untuk beristirahat.

Setelah kepergian dua orang tersebut, Arshaka menelpon seseorang.

"Lo jagain Adek gue selama di Ponpes. Ingat! Dari jauh."

Arshaka pun mematikan sambungan telponnya setelah mereka selesai berbicara.

HATI YANG TERLUKAWhere stories live. Discover now