BAB 7 : Nafisah

84 13 10
                                    

***

Seperti biasa, di pesantren Judatul huda tetap terlihat terjaga dan di siplin meskipun ada beberapa ratus murid santriwan dan santriwati

Pesantren Judatul huda sangat mengutamakan adab dari pada ilmu, karena kiai Abdul Malik yang mengajarkan nya langsung bersama ustadz dan ustadzah lain nya

"Assalamualaikum" ucap seseorang di ambang pintu kelas

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh" jawab mereka serempak termasuk kiai Abdul Malik

"Afwan semua nya ana ganggu waktu pembelajaran antuna semua, khusus nya abah" ucap seorang wanita yang masih di ambang pintu dengan menunduk

"Na'am laa ba'sa Ning" jawab santriwati di kelas itu

"Ada apa nak?" tanya kiai Abdul Malik yang sudah di luar

"Afwan Abah, Nafisah ingin bicara dengan Abah.." ucap Nafisah dengan ragu-ragu

"Owalah boleh, kapan?" tanya kiai Abdul Malik dengan tersenyum hangat

"Kalo Abah berkehendak, apa boleh sekarang? Tapi Abah selesai kan dulu pelajaran Abah, Nafisah tidak mau mengganggu Abah menyampaikan ilmu pada santri santri di sini" tanya Nafisah sekaligus memberi penjelasan

"Alhamdulillah, pelajaran Abah selesai barusan, kita ngobrol di bawah pohon mangga aja ya nak" terang sang Abah

"Oh iya, Abah masuk dulu buat tutup pelajaran hari ini" sahut nya lagi

"Baik Abah, Nafisah tunggu ya" jawab Nafisah lalu mencium tangan Abah nya dan berlalu pergi terlebih dahulu

"Baik semua nya, pembelajaran kita hari ini sampai di sini ya, semoga ilmu nya bermanfaat dan kalian bisa amalkan" akhir kiai Abdul Malik mengakhiri pembelajaran nya

"Na'am kiai" jawab semua santriwati di kelas 10 itu

"QIYAMAN" ucap KM mengomando untuk berdiri

"SALAMAN"

"ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH" ucap semua yang di kelas

"wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh, saya permisi terimakasih atas perhatiannya" final kiai Abdul Malik

Saidatunafisah putri dari kiai Abdul Malik dan umi maryam, singkat nya Nafisah putri satu-satunya dari pemimpin pondok pesantren Judatul huda yang di Jawa Timur

****

Di bawah pohon mangga

"Bagaimana Abah?" tanya Nafisah memulai pembicaraan setelah abah nya ada

"Bagaimana apa nya nak?" tanya balik Abah Malik

"Abah, kenapa harus di jodohkan?" tanya Nafisah mulai serius

"Nak, ini demi kebaikan kamu.."

"In sya allah, putra teman Abah dia laki-laki baik buat kamu dan dia juga in sya allah akan bertanggung jawab untuk dunia juga akhirat kamu.." penjelasan Abah Malik membuat Nafisah terbawa suasana sampai tidak terasa bahwa dia sudah menangis dengan kebimbangan nya

Nafisah bisa saja menolak nya dengan keras tentang perjodohan ini, tapi ini permintaan umi dengan Abah nya!!

"Tapi Abah, kalo Nafisah sudah memiliki rasa suka dan kagum sama lelaki lain bagaimana?" tanya nya lagi dengan isakan yang mulai terdengar

"Siapa laki-laki itu nak? Apa dia ustadz di sini? Atau santriwan di sini? Atau siapa nak?" tanya Abah Malik dengan beruntun

"Abah, kalo Nafisah kasih tau apa Abah akan pertimbangkan lagi perjodohan nya?" tanya balik Nafisah, dan menunjukan wajah yang sangat meminta persetujuan 'iya' pada sang Abah

Abah Malik terlihat sedang berfikir, sampai akhirnya Abah Malik mengangguk kan kepala nya sebagai jawaban tidak lupa pelukan hangat dengan senyuman mengembang nya yang terukir

"Abah sama umi akan pertimbangkan nak"

"Syukron Abah" sahut Nafisah yang merasa tenang dalam dekapan Abah Malik

"wa iyyaki" jawab Abah Malik yang melerai pelukannya

"oh iya kalo boleh tau, siapa laki-laki itu hm?" tanya Abah Malik sedikit menggoda nafisah dengan menaik turunkan alis nya

"Ada deh, tadi Abah nanya kan di mana laki-laki itu? Nah dia Ada di sini Abah, terus dia juga murid kesayangan abah hehe..." Abah Malik tidak pernah melihat putri nya seperti ini, dia tersenyum sangat manis meskipun tertutup niqob, karena terlihat dari mata nya yang menyipit seperti bulan sabit

"istighfar Nafisah, senyum senyum gitu" ucap Abah Malik menggeleng-gelenhkan kepalanya dan mulai berdiri hendak pergi lagi

"Astaghfirullah, na'am Abah afwan.." ucap Nafisah menggenggam tangan Abah Malik sambil menunduk malu

"hm laa ba'sa"

"Abah pergi dulu, umi kamu bakalan nyari"

"oh iya, nanti makan malam mau ada tamu.. Kamu boleh ikut bersilahturahmi di ruang tamu ya nak, assalamualaikum" final abah Malik berlalu pergi setelah mendengar jawaban dari Nafisah

Nafisah tidak tau siapa tamu itu, dan dia juga tidak mau tau! toh untuk apa? Kalo Abah nya menyuruh turun ya turun, tidak perlu banyak tanya.

****

"bunda nanti ayara mau izin ya pas sore buat ke taman yang ada danau nya" ucap ayara meminta izin pada sang bunda yang tengah membaca koran di ruang tamu

"mau ngapain?" tanya nya dengan lembut

"Biasa bun, hehe.." jawab ayara tersenyum canggung sendiri

"Ohh, boleh-" jeda bunda Sintia

"tapi bunda ada satu pertanyaan buat kamu sayang" lanjut nya

Ayara yang merasa tumben tumbenan dengan sikap bunda nya itu terlihat membulat kan mata karena tidak terima! Apa-apaan ini??? Kenapa harus ada pertanyaan segala?? Kan biasanya tidak ada!!!

"Ha-ah bunda"

"kok gitu??" gerutu ayara yang mengembungkan pipinya

"iya donggg harus seimbang lah kali-kali" ucap bunda nya lagi dengan tersenyum jahil

"Emang nya apa pertanyaan nya bunda?" tanya ayara

"Sebutkan definisi senja menurut kamu" seringai sang bunda yang merasa bahwa ayara akan kelabakan menjawab nya

Ayara yang awal nya kaget kini tersenyum smirk

"Senja, awan putih yang menuju sore menjadi jingga itu menarik dan cantik bun, meskipun cahayanya yang pelan-pelan di usir oleh gelapnya malam, tapi dia tetap memberi kecantikan nya pada setiap orang yang memandang" jelas ayara yang membuat bunda nya itu tertegun

"Apa ayara secinta dan se suka itu sama senja?" batin nya

***



Jangan tanyakan seberapa sukanya aku sama senja, karena puluhan ataupun belasan warna pelangi tidak bisa menandingi setiap semburat nya yang memberi jingga, lebih tepatnya 'makna'

-Ayara senja lara-




***

What about chapter 7?
1 vote sangat berguna💐
1 komen sangat bermanfaat💐

***

Follow Instagram
@sdtl_jijah
@ayarasnjalara
@aldnfhri

Follow tiktok aku juga ya!!
@sdtl_jijah

See you Next chapter....

TENTANG SENJAWhere stories live. Discover now