Prolog

9.4K 380 4
                                    

Hidup di jalanan bukanlah pilihan ia. Gadis yang saat ini menatap nanar ke dalam toko kue adalah salah satu bagian dari ratusan orang yang hidup di jalanan. Tinggal secara nomanden, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Ia memegang perutnya dan sesekali meringis. Mungkin untuk gadis seumuran dia harusnya sedang berada di rumah menikmati coklat hangat bersama dengan keluarganya, namun...tidak berlaku untuk gadis berlesung pipit itu.

Gadis itu menggadah ke atas langit. Hujan. Salah satu ketakutannya. Karena, hujan adalah penyebab kedua orang tuanya meninggal. Hujan lah yang membawa maut pada kedua orang tuanya. Ia masih ingat bagaimana kejamnya hujan membunuh kedua orang tuanya.

Saat itu langit memang mendung, kedua orang tuanya baru saja pulang dari rumah majikannya. Ya, mereka terlahir sebagai keluarga yang bisa di bilang tidak mampu, jadi mereka harus banting tulang untuk mendapatkan uang. Tentu untuk anak semata wayangnya. Karena jalanan licin, sang ayah tidak bisa mengendalikan sepeda motornya kejadiannya begitu cepat. Kedua orang tua gadis itu tergelincir di jalan karena menghindari jalan yang berlubang, ayahnya membanting stir ke kanan yang ternyata di bawahnya adalah jurang. Keduanya meninggal. Seminggu setelah kecelakaan itu, jasad orang tua dari gadis itu di temukan di dasar jurang oleh salah satu warga. Gadis itu menangis sejadi-jadinya saat melihat mayat kedua orang tuanya. Hidupnya hancur. Ia di usir dari rumah karena belitan hutang oleh seorang rentenir. Dan, disini lah ia. Di jalanan.

"Seandainya ayah dan ibu ada disini, mungkin aku ga akan seperti ini." gumam gadis itu sambil mengusap telapak tangannya yang sangat dingin.

Gadis itu melihat seseorang dengan pakaian rapi. Menurutnya, ia adalah orang yang banyak uang. Karena ia di landa lapar yang sangat hebat, entah keberanian dari mana gadis kecil itu menarik secara paksa tas dari seorang laki-laki berpawakan tinggi dengan setelan yang berharga kisaran di atas satu jutaan.

Gadis itu berhasil, gadis itu berlari secepat kilat. Namun naas, orang itu tidak sendiri. Orang itu membawa pengawalnya. Gadis itu di hadang oleh pengawal yang badannya menjulang sangat tinggi dan berotot. Seketika nyali gadis itu menciut. Ia mundur beberapa langkah kebelakang.

"Kembalikan tas itu atau kamu saya laporkan ke polisi!" ucap orang berbadan tinggi dan berwajah seram itu kepada gadis kecil. Gadis kecil itu menggeleng. "Berani ya kau!" ucap pengawal itu hendak menampar pipi gadis itu, namun langsung ditahan oleh majikannya.

Seorang pria yang berpakaian rapi itu menunduk menatap gadis kecil itu. "Kenapa kau mencuri?"

Gadis itu gelagapan. "M-maaf Tuan, s-saya tidak bermaksud." jawab gadis itu takut-takut.

Pria yang berpakaian rapi itu tersenyum lalu membungkukkan tubuhnya. "Lalu? Kenapa kau mencuri?"

"S-saya ingin membeli roti di toko itu." jawab gadis itu sambil menunjuk toko roti yang sedari tadi ia pandangi. "S-saya tidak punya u-uang, terpaksa saya mencuri." sambung gadis itu.

Pria berpakaian rapi itu tersenyum. "Tapi...caramu salah nak, berapa usiamu?"

"9 tahun Tuan," jawab gadis itu. "Seharusnya kau bersekolah nak, kalau begitu ikut saya. Saya akan membiayai hidupmu asal kau mau menjadi penjaga anak saya." jelas pria berpakaian rapi itu.

"Untuk apa saya melindungi seseorang pada kenyataannya saya tidak ada yang melindungi?" jawab gadis itu menatap pria berpakaian rapi itu sengit.

Pria itu tersenyum. "Anak cerdas. Apa kau mau setiap hari kelaparan disini?" gadis itu menggeleng. "Jadi, ikut dengan saya. Syaratmu hanya menjaga anakku. Itu saja."

"Apa yang akan saya dapat jika saya bersedia menjadi penjaga anakmu itu?" tanya gadis itu terkesan dingin.

"Kau akan mendapatkan semuanya. Sekolah, makanan dan tempat tinggal yang layak." jawab pria berpakaian rapi itu dengan sabar. Gadis itu mengangguk-ngangguk paham. "Tapi...apakah anak Tuan akan senang dengan kehadiran saya disana nanti?" tanya gadis itu ragu-ragu.

"Tenang saja, anak saya akan senang sekali saat bertemu denganmu nanti." jawab pria berpakaian rapi itu lalu memerintahkan anak buahnya untuk membawa masuk gadis itu kedalam mobil lalu membawanya ke rumah atau lebih tepatnya istana. Karena rumah pria berpakaian rapi itu bukan sekedar besar saja rumah itu bisa di bilang lebih dari cukup karena bisa menampung ratusan orang.

"Ini rumah Anda Tuan?" tanya gadis itu terkagum-kagum saat melihat bangunan di depan matanya.

Pria berpakaian rapi itu mengangguk. "Ya, rumah saya. Sebelumnya, namamu siapa nak?"

"Beby. Beby Chaesara." jawab gadis itu datar.

"Oke, Beby Chaesara." gumam pria berpakaian rapi itu sambil tersenyum.

*****

Your Protector [Completed]Where stories live. Discover now