11

2.7K 272 4
                                    

"Shania kemana Ve?" tanya Devan yang baru saja pulang dari kantornya. Ve tersenyum lalu menunjuk ke arah halaman belakang rumah dimana Beby dan Shania sedang duduk bersama-sama.

"Mereka ngapain?" tanya Devan lalu duduk di samping Ve.

"Belajar lah. Aku yang suruh kok." jawab Ve sambil tersenyum membuat hati Devan meleleh. "Ve, bisa gak gak usah cantik-cantik gitu?"

Ve menggeleng. "Aku emang udah cantik Devan sayang," Devan tersenyum lalu mencubit pipi Ve gemas. "Aku sayang kamu."

Shania melirik orang tuanya yang sedang mesra-mesraan. "Ekhem, ini yang disini masih di bawah umur lho, Pa!" seru Shania.

Devan melirik Shania. "Mangkanya, punya pacar dong. Kesian deh di putusin sama Mario." cibir Devan.

Shania mengerucutkan bibirnya. "Papa kok nyebelin sih?!"

"Shh udah jangan berantem. Devan, mending kamu sana mandi." perintah Ve.

"Yuk, sama kamu."

Ve mendelik. "Devan!" sedangkan Devan hanya bisa tertawa kecil lalu mencium pipi Ve. Seketika pipi Ve memerah. "Rrr, maaf. Lanjutin aja belajarnya." Ve segera berlari entah kemana.

Beby tersenyum. Ia rindu keluarganya. Seandainya keluarganya masih di sini, mungkin ia tidak akan ada di sini dan tidak akan pernah bertemu dengan Shania yang semakin lama membuat hati Beby nyaman walaupun sikapnya tidak pernah baik padanya.

"Lo kenapa melamun? Jadi gak sih ajarin gue?" protes Shania.

Beby mengerjap lalu mengangguk. "Oke, kebetulan besok ulangan Matematika, jadi malam ini belajar matematika ya?" ujar Beby lembut. Shania mengangguk malas. "Nih, coba liat soal yang ini. Terus di kerjain. Tanya yang mana yang nggak bisa."

Shania mengambil buku yang ada di tangan Beby lalu menatap soalnya. "Gue gak ngerti semua. Terus, harus ngapain?"

"Ya usaha. Kalau gak usaha gak akan bisa Nona." jawab Beby sambil tersenyum lebar sehingga kedua lesung pipitnya terlihat sangat jelas. Shania menganga kaget. "Senyumnya...astaga." batin Shania.

"Nona?" Beby melambaikan tangannya di depan wajah Shania. "E-eh? G-gue, ah. Gue gak ngerti!"

Beby mengambil bukunya lalu sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan lalu menjelaskan secara detail bagaimana menyelesaikan soal yang ada di depannya. Shania mencoba fokus, namun selalu gagal karena ia lebih fokus memandangi wajah Beby yang sedang serius, di tambah dengan pantulan cahaya dari bulan, Beby terlihat seperti malaikat tanpa sayap karena kelembutannya dan kesabarannya. Shania menggeleng membuang semua pikiran itu.

"Ck, berisik! Gue nggak ngerti."

Beby mendesah lalu melepas kacamatanya. "Yang mana yang nggak ngerti? Nanti saya ulangi lagi secara detail sedetail-detailnya."

Shania menggeleng lalu menutup semua bukunya. "Gue capek. Oke? Besok aja belajarnya."

Beby menggeleng. "Tidak bisa. Besok kita ulangan Matematika. Nona mau ketahuan nyontek lagi? Masalah dengan bu Dena saja belum selesai?"

Shania tetap pada pendiriannya. Ia menumpuk bukunya. "Gak ada. Gue pusing oke?"

Beby mengangguk. "Bagaimana saya traktir es krim?"

Shania mengerutkan keningnya. "Lo ngajak gue kencan?"

"Eh, nggak. Saya cuma mau traktir makan es krim. Setelah pikiran Nona tenang, kita belajar lagi. Gimana?" tawar Beby.

Shania hendak berpikir sejenak lalu mengangguk setuju. "Kalo gue makannya banyak gimana?"

Beby tersenyum. "Tenang saja. Sebanyak apapun nanti saya belikan."

Your Protector [Completed]Where stories live. Discover now