09.05 Harry Styles

408 79 9
                                    

White Planes, New York, United States
11 September 2001

**

Emilia mencoba untuk meneguhkan diri saat mendengar berita terbaru mengenai keadaan gedung kembar. Gedung selatan baru saja terhantam oleh pesawat kedua. Tubuhnya terasa kaku. Ini di luar imajinasi terliarnya.

Bagaimana keadaan Harry?

Bagaimana jika gedung itu tak mampu lagi menahan beban dan ambruk?

Bagaimana jika suaminya meninggal?

Sial, bayangan itu membuatnya ketakutan setengah mati.

Emilia mengingatkan dirinya sendiri jika semuanya akan baik-baik saja. Ia percaya jika gedung WTC dapat bertahan (meskipun ia sedikit ragu). Dengan gerakan cepat ia menghapus air mata yang tanpa ia sadari meluncur di pipinya.

"Allison, cepat ganti bajumu. Kita akan menjemput Mile," ujar Emilia pada Allison yang sibuk memainkan bonekanya. Akibat kejadian tak diduga, sekolah Mile memutuskan untuk memulangkan para siswanya, yang juga berarti tidak ada lomba futsal yang ditunggu-tunggu oleh Mile.

Dikala Allison beranjak ke kamarnya, Emilia kembali meraih gagang telepon dan menghubungi Harry. Ia tak bisa berhenti menggigit bibirnya saat nada tunggu terdengar. Waktu terasa begitu lambat saat ia menunggu.

Akhirnya ia tersambung. Emilia menyapa cepat namun Harry tak menjawab. Alih-alih sebuah jawaban, Emilia malah mendengar suara ketikan keyboard. Emilia memanggil Harry berkali-kali tetapi tetap saja tak ada yang menjawab. Kemungkinan terbesar Harry tak menyadari jika ia mengangkat teleponnya.

"Tidak turun, Har?"

Suara asing terdengar di sambungan telepon. Emilia yakin itu adalah suara temannya Harry.

"Sebentar lagi," napas Emilia tertahan. Bagaimana suaminya bisa begitu bodoh!? Menetap di tempat kerjanya sementara beberapa lantai di atasnya terhantam pesawat. Rasanya Emilia ingin mengutuk dan memerintahkan Harry untuk segera turun. "Kalian mau turun sekarang?"

"Yeah, tentu saja. Bahkan bos sudah turun."

Sejenak terdengar keheningan. "Aku akan menyusul. Kalian duluan saja."

"Cepat turun, oke? Bahaya jika terlalu lama di sini. Kita duluan."

"Bodoh! Cepat turun!" desis Emilia kesal.

Tidak berselang lama terdengar suara goresan pena dan dehaman Harry yang khas. "Ehm-- habis menonton lomba Mile. Kerja lagi. Pulang jam tujuh dan makan malam bersama Em di Toloache. Eh, jangan-jangan. Jangan di sana, dia bosan dengan makanan Meksiko. Bagaimana kalau-- La Masseria? ya kurasa di sana saja."

Jika situasinya tidak seburuk saat ini, Emilia pasti tersenyum lebar mendengarnya. La Masseria adalah salah satu restoran Italia yang ia sangat ingin datangi. Namun setelah melihat selebaran promosi berisi menu restoran tersebut beserta dengan harganya, Emilia tak pernah lagi menyinggungnya.

Tapi sungguh ini bukan saat yang tepat. Ada yang lebih diinginkan Emilia saat ini. Mata cokelatnya memandang pot kecil di pekarangan rumah. Perlahan air mata membuat matanya terasa panas. "Harry, kumohon... Turunlah."

"Mom!" panggil Alison yang kini mengenakan kaus biru bergambar awan. Ia sudah siap dengan tas ransel kecil merah yang isinya pastilah boneka-boneka kesayangannya. "Ayo jemput kakak."

September Eleven | 1d ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang