7. POSITIF

148K 9.3K 483
                                    

"Apa yang kamu tanam, maka itu yang akan kamu tuai suatu hari nanti."

****

Rumah Suhadi terlihat begitu ramai. Banyak sanak saudara juga tetangga sedang membantu persiapan pernikahan Sekar. Satu minggu lagi Ijab Qabul akan dilaksanakan di kediaman Suhadi. Maka tak heran jika saat ini rumah itu terlihat begitu sibuk.

Sekar sudah mulai dipingit hari ini. Dia tidak diizinkan untuk bertemu dengan Dimas selama satu minggu sampai acara Ijab Qabul berlangsung. Begitu juga sebaliknya. Dia juga sudah mulai cuti untuk mengajar. Jadilah hari-harinya diisi dengan mempersiapkan semua keperluan pernikahan.

Senyum bahagia, tawa dan canda dari sanak saudara dan tetangga nampak menghiasi rumah Suhadi. Kadang terdengar nasihat para ibu untuk Sekar agar bisa menjadi istri yang baik dan berbakti pada suami. Gadis berjilbab itu mendengarkan dengan baik setiap nasihat yang diberikan oleh orang-orang sekitar. Tak jarang mereka juga menggodanya sehingga gadis ayu tersebut tersipu malu.

Sekar sedang membungkus souvenir untuk diberikan pada para tamu di acara resepsi nanti. Tanda mata berupa lilin aroma terapi warna-warni. Ada beberapa sepupu yang membantunya. Namun, tidak ada Kasih yang terlihat ikut membantu. Kakaknya itu sedang tidak enak badan, sudah empat hari ini. Dan lebih memilih berbaring di atas ranjang dalam kamarnya.

Tok... Tok... Tok....

Suara ketukan pintu membangunkan Kasih yang sedang tidur. Badannya seperti masuk angin. Setiap pagi dia akan merasa mual dan mutah setelah sarapan.

"Masuk," Kasih menjawab dengan suara serak dan lemah.

Seorang wanita berjilbab yang masih nampak ayu walaupun sudah berusia lima puluh tahunan masuk ke dalam, sambil membawa sebuah nampan yang berisi minuman.

"Ibu." Kasih mencoba untuk duduk setelah melihat ibunya masuk ke dalam kamarnya.

"Gimana keadaan kamu, Nduk?"  Maryam bertanya sambil menyentuh kening anak pertamanya.

"Kasih nggak apa-apa kok, Bu."

"Ini, ibu bawakan wedang jahe. Kamu minum dulu mumpung masih anget. Biar lekas sembuh." Maryam menyodorkan gelas yang berisi wedang jahe tersebut pada Kasih. Terlihat uap panas masih keluar dari dalam gelas.

Kasih menerima gelas tersebut dan meminumnya dengan pelan. Sedikit demi sedikit cairan hangat tersebut masuk melalui tenggorokannya.

"Bagaimana kalau Sekar antar kamu ke dokter?" tanya Maryam setelah menerima gelas dari Kasih.

"Mboten Bu. Kasih sudah minum obat dari warung."

Kasih terlihat enggan untuk pergi ke dokter. Walaupun keadaannya tidak begitu baik. Entahlah, seperti ada yang sedang disembunyikan.

"Ya sudah, ibu ke dapur dulu. Kamu istirahat saja supaya bisa lekas sembuh. Masa adiknya mau nikah kok kamu malah sakit," ujar Maryam mengusap lembut rambut Kasih yang terlihat  kusut dari biasanya.

"Iya Bu, terima kasih."

Maryam tersenyum kemudian keluar dari kamar Kasih. Gadis itu pun menghela napas. Matanya menerawang pada kejadian beberapa waktu yang lalu. Dan tiba-tiba cairan bening lolos begitu saja membasahi pipi putihnya. Dia merasa bersalah pada Maryam.

R E T A K  (TAMAT-SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang