15. Semua Pasti Ada Jalan

140K 10K 59
                                    

"Pasti akan ada hikmah dibalik semua kejadian dan selalu ada jalan untuk semua masalah."

***
Sudah satu bulan semenjak kejadian malam itu. Malam di mana Sekar bersimpuh untuk pertama kalinya menghadap Sang Khalik. Keadaannya pun  jauh lebih baik. Perlahan tapi pasti, dia sudah mulai berbicara pada orang-orang. Tidak selalu mengurung diri. Lebih mendekatkan diri pada Tuhan.

Setiap malam dia tidak akan melewatkan salat tahajud. Dia selalu bersujud memohon ampun serta berdoa agar lebih ikhlas dan bersabar. Hal yang seharusnya dilakukan sejak dulu. Sekar sadar bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hamba-Nya. Dia harus lebih banyak mengucap syukur karena Allah masih sayang padanya dengan memberikan cobaan seperti ini.

"Bagaimana keadaan kamu, Nduk?"  tanya Bu Nyai.

"Alhamdulillah jauh lebih baik, Bu," jawab Sekar sopan.

Setiap hari Bu Nyai akan menanyakan perihal keadaan Sekar. Wanita sholeha tersebut sangat menyayangi Sekar layaknya anak sendiri. Beliau tidak membedakan Sekar dengan santriwati lainnya. Perlakuannya sama, seperti seorang ibu pada anak-anaknya.

"Kamu harus lebih ikhlas lagi. Lebih banyak berdoa dan memohon ampun kepada Allah."

"Enjeh, Bu."

"Jangan bersedih lagi. Kamu itu cantik. Dan Allah pasti sudah menyiapkan jodoh yang terbaik buat kamu. Jadi kamu cukup berdoa dan bersabar."

Sekar tersenyum kemudian mengangguk.

"Jangan biarkan setan membelenggu hatimu dengan kesedihan dan kebencian."

Wanita sholeha itu mengusap pelan punggung tangan Sekar.

"Andaikan, ibu punya anak laki-laki pasti sudah tak jodohkan kamu sama dia. Tapi sayang anak ibu tiga, perempuan semua."

"Ibu, bisa saja."  Sekar tersenyum malu.

"Ibu serius loh... Kamu itu cantik, baik dan juga nurut, seperti yang pernah diceritakan oleh ibu kamu."

"Kasihan ayah dan ibu."  Raut wajah Sekar berubah menjadi sedih.

"Jangan sedih. Kalau kamu memang merasa kasihan dengan mereka, kamu harus bisa bangkit dan berusaha membahagiakan mereka. Jangan terus bersedih dan mengurung diri."

Sekar menyeka air mata yang telah membasahi pipinya.

"Sudah jangan menangis. Kamu ingat kisah para Nabi? Mereka diberikan cobaan yang lebih besar daripada kamu sekarang."

"Tapi Sekar bukan Nabi," potong Sekar cepat.

"Memang kamu bukan Nabi, ibu juga bukan Nabi, tapi Nabi juga manusia. Hanya bedanya mereka diberikan kelebihan oleh Allah."

"Tapi kadang Sekar masih menyalahkan Allah. Kenapa harus Sekar yang harus menanggung cobaan seperti ini?"

"Kamu ndak sendiri yang menanggungnya. Kedua orang tua kamu juga sama. Bahkan mereka lebih malu, sakit dan juga kecewa. Namun, mereka mencoba tabah dan sabar juga ikhlas. Mereka tidak mau terlihat lemah di mata orang-orang terutama di mata kamu. Mereka juga tidak mau menambah beban kamu jika melihat mereka bersedih dan terpuruk seperti kamu saat ini."

R E T A K  (TAMAT-SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang