11. BISIK-BISIK TETANGGA

152K 10.1K 281
                                    

~***~
"Kau hanya punya dua tangan untuk menutup telinga ketika banyak mulut yang mulai berbicara tentang keburukanmu."

~***~

Satu hari menjelang pernikahan Sekar, suara yang sebelumnya penuh dengan pujian berbalik menjadi gunjingan menjijikkan. Para kerabat dan tetangga tidak henti-hentinya membicarakan tentang Kasih yang hamil anak Dimas. Sekaligus mereka juga merasa kasihan dengan Sekar. Kabar kehamilan Kasih menyebar sangat cepat seperti api yang dengan sekejap mampu menghanguskan sebuah bangunan. Suhadi dan Maryam tentu sangat malu. Mereka lebih memilih diam. Berbicara pun tidak ada gunanya. Karena kenyataannya memang seperti itu.

"Yo mosok tego Yu, ngrebut bakal bojone adine dewe...."[1]

"Yo, pancen dasare tukang tikung Yu, opo meneh wes suwi ora muleh, yo ora ngerti pergaulane nyang Jakarta." [2]

"Mesakne temen Sekar." [3]

"Ho oh, bocah ayu tur apikan, kok yo tego dilarani." [4]

"Yo, jangan cuma nyalahne Kasih." [5]

"Iya, Dimas juga matane jelalatan, ndak bisa lihat pupu mulus langsung saja diembat."

"Iya, pancen lanang wedok podo wae." [6]

"Lha, pancen Dimas ganteng ya pantas wae Kasih kesemsem." [7]

"Walah, wong ganteng buat apa kalau kelakuane bejat." [8]

"Kasihan Sekar ya, ndak tega aku lihatnya."

"Bapak dan ibunya pasti juga malu, Kasih memang gak punya otak, ndak mikir dulu. "

"Bla... bla... bla... bla...."

Seperti itulah bisik-bisik menjijikkan serta gunjingan para tetangga dekat maupun jauh, sudah seperti makanan sehari-hari yang mau tidak mau harus ditelan mentah-mentah oleh Suhadi dan keluarga besarnya. Mereka hanya mampu diam dan menutup kedua telinga dengan telapak tangan. Toh,  mereka juga tidak bisa menutup mulut para tetangga yang tengah menggunjingkan Kasih dan Dimas.

"Makan dulu Mbakyu," ucap seorang wanita yang usianya lebih muda pada Maryam sambil menyodorkan piring yang berisi nasi dan lauk-pauk. Dia adalah Wati, adik kandung Maryam.

"Opo yo kolu aku mangan."  [9] Maryam menyeka sisa-sisa air mata yang terus saja mengalir.

"Tapi sampean yo harus makan, kalau sampai sakit kasihan Mas Hadi dan juga Sekar."

"Aku ndak tega lihat Sekar seperti itu, Dek. Hatiku sakit."  Maryam terisak kembali. Wanita yang berada di sampingnya hanya mampu mengelus punggung Maryam. Berusaha menenangkan juga memberikan kekuatan.

"Kasih kok tega berbuat seperti ini, aku ndak habis pikir."  Maryam semakin sesenggukan sambil memegang dadanya. Rasa sesak dan sakit tak kunjung juga menghilang. Dia tidak tahu bagaimana perasaan Sekar saat ini. Pasti lebih hancur daripada dirinya.

"Sabar Mbak, sabar."

"Ya Allah, aku wes ndak kuat. Aku malu." Tangisan Maryam terdengar semakin memilukan. Mau tak mau orang yang melihat atau mendengarnya pasti ikut menangis juga.

R E T A K  (TAMAT-SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang