Bagian Tiga

440 14 0
                                    

"Cara kamu itu simple, cukup membuat aku nyaman."

###

Mereka keluar dari ruang BP dengan wajah lusuh bercampur kesal. Ivanna masih belum terima jika Ratu cs diberi kesempatan sekali lagi sama Pak Alam  untuk memperbaiki diri.

Didalam tadi, Inka hanya diam. Ia berbicara secukupnya. Tidak dilebihkan dan dikurangkan. Ivanna sangat membela Inka karena ulah bodoh Ratu cs, tapi sebenarnya Inka yang lebih bodoh karena tidak melawan Ratu. Namun seorang Ratu ada saja untuk menang. Pak Alam memberi kesempatan untuk itu.

"Udah cukup ya, Ra!" desis Ivanna tak sabaran. Ia sudah menahan amarahnya sejak diruang BP.

"Apanya?" Ratu menjawab sinis seraya membalikkan badannya.

Ivanna memutar kedua bola matanya, "Cukup untuk hari ini! Lo belum puas juga? Silahkan sih, abis itu lo out dah dari sekolah ini."

"Masa?" Ratu menyilangkan kedua tangannya didepan dada dengan angkuh.

"Kita ini nggak bakal terkalahkan!" ucap Irish tegas.

Ivanna menaikan satu alisnya. Tak menyangka melihat mereka yang masih kekeh untuk lebih unggul.

"Masa?" Ivanna mengikuti gaya Ratu saat tangannya menyilang didepan dada.

"Udah..udah.. ih," Inka mencoba menghentikan pertengkaran Ivanna dan Ratu. Seharusnya Inka yang bertengkar dengan Ratu, bukan Ivanna. Tapi gadis berkacamata itu terlalu bodoh dan takut untuk melakukannya.

"Ra, bisa dong nggak bikin orang kesel lagi?"

"Apaan sih lo! Lo kalau takut nggak usah ikut nge-bacot! Ini urusan gue sama Ivanna!" bentak Ratu kesal.

"Tapi, Ra--"

"Berisik lo In,!" gerutu Maudy.

"Udah lo diem aja deh,!" timpal Ivanna.

"Udahlah!, lelah gue ngomong sama Ratu nyingnying! Pergi aja yuk, In" Ivanna menarik tangan Inka menuju kelasnya. Mereka tak menggubris ocehan pedas Ratu cs saat langkah mereka mulai menjauh.

---

"Mereka udah pulang?" tanya Ivanna saat melihat Inka yang terdiam didepan gerbang sekolah.

Inka mengangguk, "Kayanya begitu,"

Yang dimaksud Ivanna adalah, Ratu cs. Ivanna tidak mau melihat Inka berada di titik terbawah saat para nyingnying itu mulai menyerbunya. Maka dari itu mulai sekarang Ivanna sudah berjanji kepada Inka agar bisa menjaganya.

"Terus lo nunggu siapa?" tanya Ivanna.

"Hm.. Darwin." jawabnya. Ia baru ingat kalau Darwin akan mengajaknya ke sesuatu tempat sepulang sekolah.

"Oh," balas Ivanna dengan suara nyaris tak terdengar. Inka mengangguk dan membalas senyuman tipis Ivanna.

"Kalau gitu...Gue duluan ya." ucap Ivanna setelah beberapa detik hening.

"Hati-hati Vann," balas Inka sambil mengangguk. "Dan makasih banyak untuk hari ini,"

"Selow aja In, gue kan teman lo."

Ivanna melambaikan tangan saat mobil jemputannya datang. Ia masuk kemobil dengan perasaan sedikit berkecamuk. Entah rasa apa yang Ivanna rasakan setelah mendengar itu, yang jelas Ivanna merasa ada serpihan benda tajam yang berhasil menusuk hatinya, dan baru terasa setelah beberapa detik. Sakit. Tapi, masih mampu ditahan. Begitulah.

Inka menunggu sembari melirik jam tangannya beberapa kali. Ia juga melirik kearah gerbang berharap kalau cowok keriting itu muncul. Tapi, sudah lima belas menit berlalu Inka tidak menemukan sosok itu. Sekolah sudah mulai sepi, mungkin hanya beberapa murid termasuk Inka yang masih berada disana.

Nerdy, I Wuf YouWhere stories live. Discover now