Bagian Sembilan

232 15 3
                                    

"Apa!!"

"..."

"Dimana?!"

"..."

"O-Oke saya kesana sekarang!"

                          ***

          Inka berlari tergesa-gesa dilorong rumah sakit. Mata gadis itu mencari nomor kamar yang baru saja ia tahu dari resepsionis.

"205...205..." ucapnya berulang-ulang.

Saat Ia merasakan nomor kamar itu ada didepannya, Inka langsung memasuki ruangan tersebut tanpa berpikir lagi. Air matanya mengalir lagi saat melihat seseorang yang terbaring disana dalam kondisi lemah. Disamping pasien, seorang lelaki tua baya itu menoleh kearah Inka dengan tatapan sendu. Ia menunduk sebentar lalu mendunga lagi, mencoba memberanikan diri menatap Inka yang masih mematung diambang pintu.

"Masuk lah," perintahnya.

Inka tersadar dari lamunannya, Ia masih tidak percaya dengan semua ini.
Inka menutup pintu dan berjalan menuju ranjang pasien. Sesekali ia menghapus air matanya yang masih terus keluar.

             "Kenapa bisa kaya gini?" itulah pertanyaan yang keluar dari mulut Inka.

"Ini sebuah kecelakaan," ucap lelaki baru baya didepannya.

"Dimana Ayah ketemu Bunda?" tanya Inka disisa tangisnya.

Reza, yang adalah Ayah kandung dari Inka tidak langsung menjawab. Ia diam beberapa saat sampai Inka mengulangi pertanyaannya lagi.

"Ayah nggak sengaja bertemu Bunda kamu disimpangan jalan, awalnya Ayah hanya ingin menghampiri Bunda kamu. Tapi saat Ayah baru keluar dari mobil, tiba-tiba dari arag berlawanan ada sebuah mobil kencang yang menabrak Bunda dan Ay-"

"Cukup Ayah!" potong Inka sesunggukan. Ia menenggelamkan wajahnya didekat tangan Bunda Rani.

Sesekali Ia menyebut nama Bundanya yang terbaring lemah. Namun itu tidak dapat dibalas oleh Bunda Rani, hanya suara mesin detak jantung yang dapat Inka dengar. Balutan perban membalut kening Bunda Rani serta selang bantu napas yang menempel di hidung Rani.

           Inka masih terus menangis dan tidak memperdulikan suara Ayahnya yang mencoba untuk menenangkannya. Disisi lain Inka terkejut bahwa Ayahnya lah yang menemani Bunda Rani. Dia juga senang bisa bertemu dengan Ayah kandungnya setelah beberapa bulan tidak bertemu. Tapi ia juga sedih karena dipertemukan ditengah kesedihan yang tidak ia inginkan sama sekali.

Pintu ruangan pasien terbuka tanpa Inka sadar, seorang wanita yang usianya hampir sama dengan Rani masuk dengan senyum tipis. Reza yang menyadari itu mengangguk tanda Ia boleh mendekat kearah ranjang.

"Inka..." panggil wanita itu. Inka mendunga seraya mengerjap-ngerjapkan matanya saat melihat wanita dihadapannya.

Inka menghapus air matanya. Ia menatap Bundanya dan enggan menatap wanita yang dihadapannya.

"Sa-saya turut sedih untuk ini..." ucap wanita itu sedikit terbata.

Inka masih terdiam, dia hanya mengelus punggung tangan Bundanya seraya mengucapkan agar cepat sadar.

            Disamping wanita itu, Reza hanya menghela napas. Ia mengelus pundak wanita disampingnya, yaitu istri barunya. Lebih tepatnya wanita yang lebih beliau pilih dibanding Rani.

Reza mendekatkan mulutnya ditelinga sang wanita, "Fio, kamu bisa tunggu mobil? Sebentar lagi aku keluar."

Wanita yang bernama Fio mengangguk lemah. Ia menoleh sesaat kearah Reza kemudian pergi keluar dari ruangan putih tersebut. Inka menyadari kepergian wanita yang bernama Fio itu. Namun Inka tidak perduli Fio ingin disini atau tidak. Yang terpenting, ia harus selalu ada disamping Bundanya.

Nerdy, I Wuf YouWhere stories live. Discover now