(3) Dia, Kembali

9 0 0
                                    

21 Maret 2013

Telingaku masih bahagia mendengarkan musik bergenre pop yang dibawakan merdu oleh Tulus dengan posisi duduk sedikit membungkuk ke meja coklat sambil menyandarkan daguku diatas tangan yang bersila.

Siang ini aku bertugas sendirian.

Sedari awal 2013 lalu, aku berkutat dengan rentetan microphone hitam yang nyaringnya bisa diutak atik sedemikian rupa, headphone merah yang selalu berisikan musik-musik semua jenis dan beberapa alat mixer untuk membantu suara agar terdengar lebih jernih.

Tapi sejak kecil, telingaku ini lebih suka mendengar musik jazz. Selain terdengar ringan, kadang aku suka terlelap sendiri mendengarkan lirik lagu yang dibawakan penyanyinya.

Entah mengapa, aku malas berurusan dengan hiruk pikuk Jakarta yang runyam. Mendengar musik saja sudah cukup menemani, bagiku. Stres, lelah akibat omelan dosen hari ini sudah terasa menghilang dari benakku.

Tiba-tiba posisi nyamanku terganggu dengan kehadiran Mas Bayu yang membuka pintu ruangan bersama dengan seorang anak laki-laki yang lagi-lagi, aku tidak asing melihatnya.

Kulihat Mas Bayu menyeringai lebar sambil membawa sebuah gitar coklat. Lalu dia mempersilahkan masuk anak laki-laki itu. Tanpa segan, Mas Bayu memperkenalkannya denganku dengan sebutan "Adik".

"Ar, sini masuk. Ini ruangan gue dan tim. Dan, itu namanya Shahla. Kayanya sepantaran deh sama lo!"

Entah wajahku harus berekspresi terkejut, marah atau justru menganga melihat dia, anak laki-laki yang menabrakku, waktu itu. Oh my God! Dia lagi? Aku tidak lupa wajahnya! Kenapa harus ada dia disini? 

Wajahku langsung terangkat dan dudukku yang tenang berubah menjadi agak tegang dan terkejut, seperti ingin melempar segelinting bom kearah wajahnya.

Aku lihat dia mengikuti Mas Bayu, mulai dari ia memasuki pintu biru yang menjadi warna pintu ruanganku saat itu. Sambil mengetuk sekali ketukan, wajahnya langsung mengarah kepadaku. Aku masih hapal warna bingkai kacamatanya. Jaket hijau lumut yang dia pakai kali ini sangat bagus dan pas dibadannya. Senyumnya juga terus mengembang. Namun, mataku tidak lepas dari kedua bola matanya yang terbingkai warna hitam elegan.

"Eh, mas Bayu, lo gak ngajar Mas?"

Sapaku kepada Mas Bayu tanpa turut menyapa si anak laki-laki itu sedikitpun. Peduli amat dengannya. Cukup dengan satu sunggingan diujung mukutku saja itu sudah bisa menggantikan kata "Hai" untuknya. Nampak ia berdiri disamping mas Bayu dengan senyum polosnya. Tapi, kenapa senyumnya kali ini manis sekali? Ah, bodo amat!

Biasanya tengah hari bolong begini, Mas Bayu mengajar diruang 304 dengan mata kuliah Pengantar Olah Suara. Sepertinya dia hanya memberi tugas pada mahasiswanya, jadi waktunya lebih banyak tersisa.

"Udah kelar La. Oh iya, lo bantuin gue ya. Gue mau record lagu sama Arkana, adik gue, Inget kan?"

"Iya. Terus, siaran gue gimana?"

"Libur! Lo bebas tugas hari ini. Hahaha"

Campur aduk. Sial! Gara-gara mereka berdua mau taping, aku harus libur siaran kali ini. Penasaran juga, apa sih yang mau mereka lakuin?

"Kalo ada apa-apa lo yang tanggung ya Mas?"

"Selow!" Katanya dengan santai sambil mengutak-atik alat mesin dihadapanku.

Aku menaikkan alisku pertanda aku menyetujui kesepakatanku kali ini dengan Mas Bayu, untuk tidak siaran.

Mas Bayu memang memiliki suara yang tidak buruk. Dia sering diundang sebagai master ceremony dikampusku jika ada event berlangsung. Bisa dikatakan, suara dia memang brilian.

Kulihat, Arkana sedang menyiapkan kabel yang terjuntai yang menyambung dari gitar yang dibawa Mas Bayu tadi ke mesin mixer. Gitar itu dia genggam sambil ia memelintir tombol yang bertuliskan volume yang ada dipapan mixer, dimeja dekat tempatku duduk. Sesekali ia melirik kearahku. Lagi, aku hanya bisa diam dan membuang pandanganku seketika aku ketahuan tepat satu pandangan dengannya.

"Cek! Cek! 1..2..3 Cek!"

Mas Bayu mulai duduk dan memeriksa mic yang akan dia gunakan untuk bernyanyi.

Hari ini, aku seperti kambing conge yang dipaksa duduk untuk mendengar suata dan petikan gitar aneh dari dua orang kakak beradik ini.

Akhirnya Mas Bayu memulai menyanyikan bait tiap bait lagu yang pilih untuk pujaan hatinya. Maklum, hampir tiga hari Mas Bayu pusing memikirkan lagu apa yang pas dia bawakan untuk dia persembahkan kepada kekasihnya, tepat di hari ulang tahunnya.

Kali ini Mas Bayu akan memberikan lagu dari Dewa 19 untuk sang penakluk hati. Cocok pula dengan usianya. Hmm, bisa romantis juga dia!

"Tatap matamu bagai busur panah
Yang kau hempaskan, dijantung hatiku
Meski kau simpan cintamu masih
Tetap nafasku yang menghiasi suasana
Saat ku kecup manis bibirmu.."

Seketika pandanganku tercuri karena anak laki-laki itu menatapku dengan tegas sambil jari lentiknya memetik bentangan senar gitar coklatnya tanpa salah sedikitpun.
Dia tak memperhatikan suara Mas Bayu yang tiba-tiba terhenti karena salah tempo.

"Ah, stop stop stop! False men!"

Teriak Mas Bayu akhirnya membuatnya sadar, kalau sejak tadi aku memandangnya terpesona. Ah, ntar dia geer lagi!

"Lo yang bener dong nyanyinya. Ulang sekali lagi!" Katanya yang terlihat sedikit meledek mas Bayu.

Dia kembali membetulkan jarinya ke posisi sebelumnya.

Lagi, dia mencuri tatapan kepadaku sambil memetik gitarnya. Apaan sih nih orang. Aku harus apa? Aku sok saja mengerjakan hal lain, padahal aku salting. Aku pura-pura menyetel musik agar terlihat aku tidak sedang tergoda olehnya.

Kulihat pelan-pelan matanya kembali. Dan, dia masih melirikku satu hingga dua lirikan. Kali ini jelas terekam diotakku.

"Cintaku tak harus miliki dirimu.. Meski perih mengiris-iris segala janji.."

Cinta Ini Untuk Siapa?Where stories live. Discover now