(8) Si Dingin yang Mengerikan

9 0 0
                                    

"Ngapain lo jam segini masih disini?"

Jantungku berasa mau lepas dari dada. Bagian ponsel yang sudah kugenggam, terlempar kembali karena kedatangannya sangat mengejutkanku.

Seperti hantu pria tinggi, oh jadi dia penunggu taman ini?

"Lo yang ngapain disini! Malem-malem ngagetin orang aja!" kataku.

Sambil sedikit membungkuk dan mengarahkan wajahnya kearahku, "Gak ada orang yang gak tau, kenapa gue ada disini. Sering-sering lo buka laptop lo. Harusnya ada nama gue di bagian situs pencariannya."

What? Apa? Belaguk banget!
Sebelum dia bilang begitu, gue juga udah kepo duluan tauk! Hahaha.

Tanpa segan, aku langsung membuka flatshoes biruku yang sebelah kanannya, lalu kulempar kearah badannya,

"Pergi lo! Gue jamin, gak ada orang yang kepo sama keberadaan lo dan kamera sok penting lo itu. Termasuk gue, gak akan!"

Nama : Aderyan Dwiky Syaputra
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 24 tahun
Hobi : Fotografi
Jurusan : Desain Kreasi Visual
Semester : 4
Makanan favorit : Mie instan rebus lengkap dengan kornet, keju dan sebutir telor yang direbus setengah matang

Aderyan atau Ader, terkenal cuek dan angkuh. Dia tidak peduli pada sekelilingnya. Ader hanya peduli dengan benda mati dan pemandangan alam saja. Pohon, bebatuan besar, pegunungan, langit, awan, hujan, bukit, itu adalah sederet dari semua sahabatnya yang belum aku sebut.

Kata pak Herman, dia ramah. Tapi aku sama sekali tidak melihat keramahan di wajahnya. Yang ada jutek, sok artistik dan sok cool.

Tapi emang cool sih.

Dia salah satu cowok berprestasi di fakultasnya. Dengar-dengar, cewek-cewek kampus yang ribet dan ribut itu, selalu mengejar-ngejar dia. Dia memang terlihat tidak seperti anak laki-laki pada umumnya yang selalu tebar pesona dengan para gadis.

Aderyan, dia hanya anak laki-laki dingin yang membeku di dunianya.

Terakhir aku melihatnya kemarin siang. Dia selalu standbye di bawah pohon rambutan yang subur itu setiap pukul 15.00.

Dia selalu memejamkan matanya,  yang tidak sengaja waktu itu terlihat olehku. Itu tidak terjadi sekali, tapi sudah hampir seminggu aku melihatnya, seperti itu.

Kata pak Herman, dia selalu menunggu senja tiba dan duduk dibawah pohon rambutan muda. Dia berada dikampus sedari pagi. Pak Herman selalu bersamanya ketika membuka pintu gerbang kampus.

Biasanya, dia membidik segerombolan awan, sekerumunan ibu-ibu yang pergi ke pasar, atau sekumpulan anak-anak yang mau pergi ke sekolah yang berbondong-bondong yang akan dijadikan gambar terbaiknya. Katanya hanya benda mati dan pemandangan alam saja? Heranku.

Sorenya, Ader menanti senja di taman kampus. Dia memejamkan matanya terlebih dahulu. Jadi, ketika senja mulai datang, ia tidak mengantuk dan akan terlihat bagus hasilnya ketika laki-laki berkacamata itu mengabadikan si sunset keemasan.

Dengan teliti ia menatap langit kemerahan yang mulai menggelap. Lalu, mencari keindahan disela-sela awan yang berpisah mencari sudut untuk berkelana.

Ader memang teliti dalam hal mencari keunikan langit sore.

Sesuai dengan wajahnya, manis.

"Gue harus percaya sama omongan lo, gitu?" gertak Ader, sambil mendekatkan wajahnya yang berbingkai itu.

"Apaan sih? Lagian, peduli banget lo sama gue disini? Kenapa?"

Ader langsung membalikkan badannya dan pergi meninggalkanku dan sepatuku.

Terlihat juga ia menendangnya hingga posisi sepatuku menjadi lumayan jauh dari arahku dimana duduk,

Bugh..

"Heeeei, sepatu gue!" teriakku, karena kulihat dia menendang sepatuku hingga terpental jauh.

Jarak ia melangkah pergi, lama-lama menjauh.

Sepertinya, dia tidak mendengar teriakanku?

Atau si cowok bengis itu pura-pura tidak mendengar?

Gue sumpahin, seumur hidup lo gak punya pacar. Pacaran sana sama kamera busuk lo itu..

Cinta Ini Untuk Siapa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang