(11) Hujan di Siang Hari

4 0 0
                                    

28 Oktober 2016

Aku masih menyeruput kopi hangat yang kupesan dari cafe kecil persis di sebelah kampusku. Rasanya agak sedikit menusuk hidung. Wangi khas dari robusta yang terseduh juga membuat kepalaku sedikit ringan. Bebanku seakan-akan bergerumul menjadi satu seketika ketika melihat nilai mata kuliah Komunikasi Visual-ku anjlok. Tidak biasa-biasanya aku mendapatkan nilai seburuk ini. Tapi wajar saja, ujian akhir semester ku kemarin memang tidak semaksimal semester lalu. Sejak aku mengambil freelance di salah satu perusahaan penerbit, waktuku habis untuk menulis naskah yang mampu memberikanku pundi-pundi uang. Hingga aku tidak ingat kalau jadwal kuliahku masih padat dan tugas masih terlantar dimana-mana.

Huft...

Saatnya aku kembali merogoh tas jansport ku yang berwarna cream lusuh dan dengan gegasnya aku mengeluarkan teman kecil yang selalu menemaniku kala aku sedang merasa bosan. Laptop ku yang manis, ayo kita mengerjakan tugas kita..

Kring.. Kring.. Kring..

Tiba-tiba ponselku berdering. Tandanya ada panggilan masuk. Dilayarnya tertera nama Mama Love. Oh? Mama menelpon? Ada apa?

"Halo, Assalamualaikum Ma.."

"Waalaikumsallam. De, kapan pulang?"

Terdengar suara Mama agak tegas dan sedikit tersengau. Semoga tidak terjadi apa-apa ya Allah..

"Pulangnya habis Maghrib, Ma. Ada apa? Baik-baik aja kan Ma?"

Tanyaku yang tiba-tiba langsung panik karena suara Mama,

"Papa masuk rumah sakit. Tadi siang gak sadarin diri. Mama sama kakak udah di rumah sakit Ananda dari tadi. Nanti Ade langsung ke rumah sakit aja ya.."

Apa? Tiba-tiba suaraku menghilang. Suara Mama juga ikut menghilang dari pendengaranku..

Tanpa aba-aba, mataku langsung mengeluarkan buliran air, perlahan tapi pasti. Kali ini firasatku cukup kuat untuk sesuatu yang beberapa bulan ini begitu menyesakkan dadaku. Papa sakit hingga membuatnya harus dirawat di rumah sakit, kali ini. Seminggu terakhir, kondisi Papa sudah sangat drop. Kami sekeluarga sudah melakukan upaya penuh seperti pengobatan herbal. Tapi, sakit Papa tidak kunjung sembuh.

Aku sungguh panik saat itu. Aku tidak pernah segugup ini. Aku berharap Allah salah dalam mengirim berita. Aku tidak peduli ada siapa disekitarku. Aku mau menangis sekencang-kencangnya agar Allah tahu, aku sedang benar-benar bersedih saat ini.

Ya Allah, jangan Kau biarkan Papa menderita. Apapun firasatku ini, hanya Engkau yang tau maknanya. Aku mohon yang terbaik ya Allah..

Kedua sudut mataku mulai basah. Aku sedih jika harus kehilangan Papa. Pikiran burukku mulai tak karuan.

"Lo kenapa?"

Suara itu merangsek masuk ke dalam pikiran sedihku. Kali ini aku tidak ingin berkelahi, Der. Aku sedang sedih. Aku mohon kau pergi atau kau akan ku...

Tiba-tiba aku langsung meraih kedua tanganku. Wajahku yang basah dan berwarna merah sedang ia perhatikan, tanpa berkedip. Aku pun langsung melongo terkejut karena dia ada dihadapanku seperti sedang berlutut. Melihat dengan detail per detail wajahku. Lalu, matanya terlihat fokus menatap mataku yang sembab.

"Ngapain lu disini?"

"Lo kenapa?"

Dia menyebut kalimat itu untuk kedua kalinya. Aku pun menatapnya tanpa sepatah kata apapun. Apa yang harus aku lakukan?

"Kenapa lo nangis? Pantat lo digigit semut?"

Hah? Apa-apaan dia? Berusaha membuatku tersenyum?

"Bokap gue masuk rumah sakit.."

Dengan gamblangnya aku mengatakan kalimat itu kepada Aderyan. Berharap dia tahu apa yang sedang aku rasakan. Sumpah, dadaku rasanya sakit banget..

"Terus ngapain lo masih disini?"

Hah? Betul juga. Kenapa masih ada disini? Harusnya aku sudah ke rumah sakit sekarang..

Aku langsung merapihkan semua isi tasku. Kembali memasukkannya tanpa tertinggal sedikitpun. Kali ini aku bergegas ingin ke rumah sakit.

"Gue anter lo ke rumah sakit ya? Rumah sakit mana?"

Dia mau mengantarku? Kenapa seketika perasaanku tidak menolak ajakannya ya?

"Ananda.. Rumah sakit Ananda.."

"Tunggu disini. Gue ambil motor dulu.. Jangan kemana-mana!"

Langkahnya berubah menjadi sekelibat angin. Kulihat dia pun begitu panik. Aku tidak peduli, dia itu siapa. Kini, yang ada dipikiranku hanya Papa yang sedang sekarat tidak berdaya di rumah sakit. 

Iya. Aku tidak kemana-mana. Aku akan menunggumu..

Cinta Ini Untuk Siapa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang