(5) Hai, Aderyan

7 0 0
                                    

3 Februari 2016

Setiap jam 15.00 aku mulai menyendiri bersama kebiasaanku yang kini mulai menjadi hal yang aku sukai. Aku selalu duduk di bawah rindangnya pohon beringin tua dengan bertemankan angin yang sejuk dan bertiup dengan ramahnya, di samping kampus baruku.

Ada bangku tembok yang menjadi sandaran punggungku ketika aku memejamkan mata sekitar 20 menit, biasanya. Dan kemudian aku terbangun, lalu mulai mencatat apa yang terlintas disana.

Cukup membuatku tenang dan bernafas lega.

Paragraf demi paragraf sudah tertulis rapi. Disana aku lihat teman-temanku ramai bercanda dengan sahabatnya. Entah apa yang mereka tertawakan. Biasanya, yang aku dengar, mereka menertawakan teman mereka, salah satunya. Lalu mereka akan terlihat biasa-biasa saja ketika teman yang mereka tertawakan, ada disebelah mereka.

Ah, lelah.

Pandanganku berpindah ke sosok laki-laki berkacamata hitam, berpostur sepertinya tinggi, dengan jaket merah bersihnya, bercelana jeans biru lengkap dengan sneaker yang ia kenakan. Ia memegang sebuah kamera hitam yang mengalung dilehernya.

Dia duduk di bawah pohon yang menggelayut seonggok rambutan muda tepat diatas kepalanya. Aku berharap rambutan muda itu jatuh tepat diatas kepalanya.

Hahaha lucu juga ya kalo beneran!

Terlihat dia duduk begitu tenang, tidak bergerak. Kedua tangannya berada diatas kameranya.

Apakah dia sedang tertidur?

Sepertinya dia hanya memejamkan matanya. Tidak lama, kulihat dia terbangun. Mungkin karena deringan ponselnya.

Dia mengambil ponsel itu dari dalam saku kiri celananya dan mengeceknya. Berselang beberapa detik, ia memasukkannya kembali ke sakunya dan kembali menyilangkan tangan kedadanya dan kembali tertidur.

Hah, sedang apa dia?

Mungkin tadi, dia mematikan bunyi alarm diponselnya.

Bisa jadi!

Tiba- tiba kepalanya bergerak. Menoleh kearah kiri. Kearah dimana aku duduk yang tidak lain aku juga sedang memperhatikannya. Aku pun terkejut karena aku sama sekali tidak membuat kebisingan yang membuatnya harus terbangun dan menoleh kearahku.

Seketika aku langsung berpura-pura sibuk dengan laptopku. Dua menit jaraknya, kalau tidak salah, lalu aku melirik kembali kearahnya. Namun, anak laki-laki itu sudah tidak ada dibawah pohon rambutan itu. Kemana dia? Pikirku sambil mencari-cari kemana dia pergi.

Pandanganku berhenti di suatu tempat yang ada dia disana. Kini, dia menggengam kameranya dan mengarahkan pada suatu obyek yang aku rasa, hal itu menarik baginya untuk dipotret.

Tidak lama, aku kembali terkejut. Dia mengarahkan lensa kameranya kearahku. Seperti orang yang sedang membidikkannya. Aku langsung salting lagi. Buru-buru aku menundukkan wajahku ke arah tulisan di laptopku.

Sudahlah biarkan saja. Bukan hal penting yang akan aku tulis di blog dan bukan sesuatu yang menarik juga!

Tidak lama, aku mengangkat kepalaku. Mataku langsung terbelalak ketika dia ternyata berada dihadapanku. Tepat sejengkal jaraknya dari jarak kakiku yang sedang berselonjor. Secepat itu kah?

Mataku masih membesar dan ekspresinya sungguh mengejutkanku,

"Nulis apaan lo? Awan? Angin? Atau.. Aderyan?"

Seketika tatapannya membuat jantungku berhenti. Dia sedikit membungkuk, mengarahkan wajahnya kearahku dan warna bola matanya, iya, aku ingat betul warnanya.

Baru ini ada orang asing yang berani mendekatkan wajahnya ke wajahku. Gak sopan!

Aku membuka sedikit mulutku karena aku sungguh terkejut mendengar kata yang keluar dari mulutnya.

Aku mengerinyitkan dahiku sambil berpikir, lo hantu apa bukan sih? Kenapa tiba-tiba lo ada didepan gue?

"Hah? Gue gak nulis apa-apa.." Kataku yang sedikit agak panik.

Dia mengangguk sambil menaikan alisnya, sedikit. Sepertinya dia tidak percaya dengan perkataanku.

Lalu dia berdiri tegak, membalikkan badannya dan pergi sambil tersenyum.

"Orang aneh. Dateng dateng langsung kepedean!"

Sambil melihat dia berjalan yang membelakangiku dan perlahan-lahan ia mulai menghilang entah kemana,

Aderyan? Siapa itu?

Cinta Ini Untuk Siapa?Where stories live. Discover now