9

1.2K 156 34
                                    

Saya gak lewat deadline!!! Yay!!! Sorak sorai wkwkwkwk

MATADEWA SAYA GAK TELAT!!! AHAHAHAHA

Hmmm ... sebelum masuk ke cerita, saya harus taro warning:

WARNING. PART CERITA INI MUNGKIN MENGANDUNG ADEGAN YANG DAPAT MEMBUAT MUAL.

Warning ke-2: Jika masih belum jelas, cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jangan meniru atau mencoba melakukan apa yang dilakukan Darien dalam cerita ini, karena: 1. Kalian tidak punya latar belakang medis, 2.  Kalian gak punya sihir ahahahaha.

But, seriously, don't ever try this at home.

---

Tarikan napas tertahan yang diikuti kesunyian seketika menguasai peternakan keluarga Akamai. Mereka bagai tak percaya, melihat kejadian yang baru saja terjadi di hadapan mereka. Betapa tidak, lembu yang tadi mengamuk dan begerak dengan beringas, seketika terlontar dan kemudian tergeletak tak berdaya beberapa meter dari tempat Darien berdiri dengan terulur yang kini berpendar terang.

"Aku hanya membuatnya tertidur," ucap Darien cepat seraya menggulung kedua lengan bajunya. Menciptakan kehebohan lain yang membuat Darien teringat kalau tak satupun penduduk di desa itu pernah melihat kulitnya yang selama ini selalu ia tutupi dengan jubah.

Ia dapat membayangkan kalau pola rune sirkular yang memenuhi hampir sluruh permukaan kulitnya, pasti menggusarkan banyak orang; tapi ia tidak punya waktu untuk menjelaskan alasan dibalik tato-tato yang memenuhi tubuhnya. Ia memiliki seorang pasien yang harus ia periksa, dan ia sama sekali tak menyukai kenyataan bahwa pasiennya terus kehilangan darah.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Keahi yang mau tak mau membuat Darien menghela napas lega. Setidaknya diantara seluruh penduduk desa yang ada di sekitarnya ini, ada satu orang yang dapat ia andalkan dalam mengendalikan suasana.

"Tidak baik." Darien menjawab singkat seraya mengetuk-ngetuk siku tangan dan kaki Akamai dengan palu kecil. Perlahan namun pasti ia dapat mendengar jelas desas-desus bisikan gelisah dari penduduk desa yang mengelilingi mereka. Hal ini benar-benar tak jauh berbeda dari kejadian yang dialaminya beberapa hari yang lalu di hutan Samsara.

"Keahi!" panggil Darien cepat, yang langsung menarik perhatian pria berbadan besar di sampingnya. "Aku butuh tempat untuk memeriksa Akamai dengan leluasa tanpa terganggu oleh penonton di sekitar kita. Apa kau tahu di mana aku bisa melakukannya?" tanya pria itu cepat seraya menekan luka di kepala Akamai dengan kasa dan membebatnya dengan perban yang ia ambil dari dalam tasnya.

"Luau!" jawab Keahi mantap setelah berpikir selang beberapa saat. "Jaraknya mungkin memang tidak sedekat rumah keluarga Akamai, tapi setidaknya di sana, kita memiliki perlindungan Ibuku, untuk memastikan tidak ada penduduk desa yang mengganggumu!" lanjutnya lagi yang langsung disambut anggukan setuju oleh Darien.

"Pastikan hanya orang tua Akamai yang ikut masuk dengan kita." Darien berseru sambil menggosokkan kedua tangannya. "Aku hanya memerlukan persetujuan mereka untuk menolong Akamai!"

Darien menarik napas panjang sebelum kemudian menghembuskan udara berpendar ke arah tubuh Akamai. Dengan cepat pria itu menghunuskan ke dua tangannya ke arah tubuh Akamai. Udara berpendar yang tadi ditiupkannya seketika langsung membungkus tubuh anak laki-laki itu, dan saat Darien mengangkat kedua tangannya, tubuh Akamai pun ikut terangkat ke udara. Kejadian yang kembali membuat seluruh penontonnya—Keahi tanpa terkecuali—berseru takjub.

"Kau tak henti-hentinya mengejutkanku, Darien!" seru Keahi disela cengiran takjubnya. Darien hanya memutar bola matanya sebelum, dengan bantuan Keahi, yang membuka jalan untuknya, beregerak dengan cepat, membawa Akamai ke Luau.

The Healer [Canceled Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang