12

949 128 33
                                    


Muahahaha ... saya apdet, dan walo telat dua bulan, tapi setidaknya tetap di tanggal 26, ya kan? Ehehehehe.

Sebelumnya saya minta maaf dulu, untuk semua yang menantikan cerita ini. Tapi karena satu dan lain hal, saya sama sekali tidak bisa mengambil waktu untuk menulis sampai sebelum tanggal 20 Agustus, karena itu saya mohon pengertiannya.

In any case, dari pada baca ocehan saya yang gaje ini, silahkan meluncur langsung ke ceritanya saja. Selamat menikmati!

===

"Dalam menggunakan sihir, fokus adalah hal terpenting yang harus dikuasai." Darien berkata seraya menangkupkan tangannya ke atas kedua tangan Ji Yan. "Tunjukkan apa yang dapat kau lakukan!"

Ji Yan tampak mengerutkan dahinya dan menarik napas dalam-dalam. Gadis itu kemudian menghembuskan napasnya ke kedua telapak tangan yang tadi dipegang oleh Darien. Selama beberapa saat kedua tangannya tampak bersinar, namun cahaya yang terpancar dari tangan itu tak terlalu terang, dan cahayanya tidak bertahan lama. Ji Yan kemudian menjatuhkan dirinya ke tanah dengan gusar. "Aku tak bisa melakukan apa yang kau lakukan!" gerutunya.

Darien tersenyum. "Aku memintamu untuk menunjukkan apa yang dapat kau lakukan. Bukan apa yang kulakukan. Lagipula apa yang ingin kau lakukan tadi?" tanya pria itu geli.

"Aku ingin melakukan hal yang sama dengan apa yang kau lakukan pada Akamai! Tangan penyembuh yang dapat menutup luka!" seru Ji Yan seraya menegakkan tubuhnya. Darien tertawa mendengarnya.

"Apa yang kulakukan pada Akamai, kupelajari saat aku berusia delapan belas tahun. Dan itu kupelajari setelah aku menguasai cara mengontrol sihirku. Kau masih terlalu muda untuk mencobanya," ucap Darien seraya menyerahkan segulung benang dan sekotak jarum pada Ji Yan.

"Belajarlah untuk fokus. Gunakan sihirmu untuk memasukkan sebanyak mungkin benang dalam jarum-jarum ini!" ucap Darien sebelum kemudian mengarahkan pandangannya pada lapangan kosong yang berada di depannya. "Sementara itu, aku akan mencoba menanam beberapa tumbuhan obat di lahan ini."

Darien membuka buku bercocok tangan yang dibawanya, dan mulai membaca ulang instruksi-instruksi yang dibutuhkannya. Tangannya baru saja akan menggali sebuah lubang kecil di tanah, saat seorang anak laki-laki datang menghampirinya. Anak itu adalah Orel Garvi, putra pertama dari Ho'okano. Darien seketika langsung melontarkan pandangannya pada Ji Yan dan dalam sekejap, untaian jarum dan benang yang mulai melayang di hadapan gadis itu seketika jatuh ke tanah.

"Apa yang bisa kulakukan untukmu, Orel? Apa ayahmu mencariku?" tanya Darien seraya bangkit dan meraup Ji Yan dalam gendongannya. Gadis kecil itu jelas tidak senang dengan apa yang baru dilakukannya, tapi ia juga tak dapat membiarkan terlalu banyak orang tahu tentang kemampuan Ji Yan. Sihir bagaimanapun juga, masih tak terlalu berterima di desa ini.

"Aku datang untuk belajar. Ayahku berkata kalau sampai perang berakhir, aku tak boleh kembali ke sekolahku di Roselan, dan jika aku ingin mempelajari sesuatu, aku harus datang padamu," ucap anak laki-laki itu dengan nada angkuh yang sangat akrab di telinga Darien. Bagaimanapun juga Darien tumbuh dikelilingi gaya bicara yang sama dengan anak itu.

"Aku tak tahu sejauh apa pelajaranmu di sekolah, tapi kurasa beberapa buku yang kumiliki dapat membantumu mempelajari sejarah dan filosofi—"

"Aku ingin belajar tentang peperangan. Ilmu apa yang dapat kau ajarkan padaku berkenaan perang yang kerajaan kita sedang hadapi?" tanya anak itu tegas.

Darien hanya menatap anak itu selama beberapa saat. Orel berusia delapan tahun. Ia mewarisi kulit gelap ayahnya, tapi seluruh sisa penampilan anak itu lebih menyerupai ibunya yang seorang Roselan. Anak itu berpakaian lebih rapi dari Darien, dengan rambut tercukur pendek, dan tersisir licin. Pembawaan dirinya pun sama seperti anak-anak bangsawan Roselan kebanyakan. Dengan kepala yang diangkat tinggi dan tubuh tegap yang seolah siap menendang dan menginjak siapa saja yang berada di depannya. Mengenal sosok Ho'okano, Darien tak terlalu yakin pria itu memiliki banyak pengaruh terhadap putranya. Tapi aura keras kepala yang dipancarkan anak itu, jelas merupakan aura yang diwarisinya dari sang Ayah.

The Healer [Canceled Series]Where stories live. Discover now