Part 4

51.7K 3.1K 57
                                    

"If I could, I would come visit you right now."
~~~~💕💕~~~~

"Selamat Pagi."

Andreas Calvin Malik tersenyum lebar di ambang pintu. Lelaki berparas setengah bule itu tampak menawan dengan balutan kemeja berwarna putih gading yang lengannya digulung sebatas siku. Dalam gendongannya, dia membawa bidadari cilik berambut cokelat panjang bergelombang yang dikuncir, mengenakan seragam Taman Kanak-kanak. Kulit pipi sang bidadari yang putih seperti porselen, tampak merona kemerahan. Dan senyumnya mengembang menampakkan gigi kelinci yang menggemaskan.

"Om Kokooooo!" serunya begitu melihat Dicko. Dia mendesak turun dari gendongan sang ayah lalu berlari riang masuk ke ruangan.

Senyum cerah menghiasi wajah Dicko saat menyadari siapa tamu lain yang mengunjunginya pagi ini. Dia pun berdiri menyambut gadis cilik kesayangannya. "Annelise! My Baby-doll!"

Annelise melempar dirinya ke dalam pelukan Dicko dengan suka cita. Dia tertawa-tawa dengan lucu saat tubuhnya diangkat tinggi-tinggi oleh lelaki yang dia kagumi setelah ayahnya itu.

"Jangan panggil aku Baby-doll ah, Om Koko! Aku ini Sweety Smart Cookie!" protes Anne disertai suara kecil nyaring yang begitu menggemaskan. Kata-kata yang terucap dari bibir mungilnya begitu jelas, tidak cadel, dan terdengar seperti gaya bicara orang dewasa.

Dicko tergelak-gelak. "Kue jenis apa itu? Apa Om boleh memakannya?" tanyanya dengan mimik wajah pura-pura tak mengerti.

Bibir mungil Anne mengerucut. "Itu bukan nama kue, Om Koko. Ayah bilang, aku ini gadis manis berotak cerdas, bukan gadis cantik."

Dicko mengerling pada Andreas yang memperhatikan mereka sambil menyilangkan tangan di dada. Sahabatnya itu masih tersenyum lebar.

"Benarkah?" Dia lalu menatap Anne dengan ekspresi pura-pura terkejut. "Kalau begitu, kamu ke sini pasti mau mendaftar kuliah arsitektur ya, Sweety Smart Cookie? Hmm?"

Anne menggeleng tegas. "Nggak. Aku nggak mau jadi arsitek. Aku mau jadi tentara!"

"Tentara?" Kali ini Dicko benar-benar terkejut. Dia menoleh pada Andreas yang terkekeh seraya menggeleng-geleng.

"Itu cita-cita dadakannya. Terinspirasi dari Josh dan Zac. Dua bocah itu benar-benar membuatnya terpengaruh," ujar Andreas disertai senyum kecil.

"Ooo, jadi Josh dan Zac yang menyarankan kamu supaya jadi tentara, ya?"

"Iya. Mereka bilang, itu pasti seru. Aku akan jadi tentara yang terbangin pesawat tempur. Trus aku juga akan belajar atraksi akrobatik dengan pesawatku. Nanti Om boleh duduk di kursi penumpang. Asalkan Om nggak punya penyakit jantung," terangnya dengan nada bijak.

"Wow! Dari siapa putrimu mendapat kosakota seperti tadi, Bro?" tanya Dicko dengan mata melebar takjub. Andreas hanya mengedikkan bahu seraya terkekeh sebagai jawaban. Dicko lantas berkata pada Anne, "Itu menyenangkan sekali, tapi sangat berbahaya, Anne. Apa ayahmu sudah memberi izin?"

Sekali lagi Anne menggeleng, namun ekspresinya berubah lesu. "Karna itulah aku ke sini. Aku minta Om bujuk Ayah supaya mau kasih izin."

"Kalau begitu, Om setuju dengan ayahmu. Ti-dak bo-leh!" tukas Dicko seraya menggoyang-goyang telunjuknya di depan wajah Anne.

Gadis itu memberengut. "Kak Josh dan Zac dibolehin. Kenapa aku enggak? Ayah sama Om Koko nggak adil!"

Dicko mencubit pipi tembam Anne dengan gemas. "Dasar ya kamu ini. Kecil-kecil sudah pandai protes," ucapnya seraya terkekeh. "Oke, Om akan bujuk ayahmu untuk kasih izin. Asaaaal, kamu janji belajar yang rajin di sekolah. Jangan malas-malasan. Deal?"

Turn Up (Sekuel Flora-Dicko) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang