Part 5

52.1K 3.3K 57
                                    

"When I text you, it means I miss you. When I don't text you, it means I'm waiting for you to miss me."
~~~~💕💕~~~~

Sehari sebelumnya ....

Sabtu malam, Flora menjejakkan kakinya di bandara Soekarno-Hatta setelah perjalanan panjang dari bandara John F. Kennedy, New York. Hampir duapuluh enam jam lamanya, setelah ditambah delay selama tiga jam karena cuaca yang tak mendukung saat transit di Hongkong.

Lelah menyerang meski sebagian besar waktunya selama di pesawat dihabiskan dengan duduk sambil membaca, mendengarkan musik, dan menonton film. Dia tak bisa tidur nyenyak selama penerbangan. Hal yang memang selalu terjadi jika dia menaiki si burung besi.

Namun, begitu melihat serombongan orang yang berdiri di dekat pintu kedatangan penumpang, senyum Flora merekah lebar. Dia lantas melambaikan tangan ke arah mereka. Keluarganya--Saniharja, Cecilia, dan Fairel--serta para sahabatnya--Vivian, Cheryl, dan Rena.

"Selamat datang kembali di Jakarta, Kak Flo!" sambut Fairel begitu Flora tiba di dekat mereka. Anak itu lantas memasang kalungan bunga ke leher kakaknya. Maklum saja, selama lima tahun berada di New York, tak pernah sekalipun Flora pulang ke Jakarta. Keluarganya dan Dicko-lah yang selalu mengunjungi dirinya di negara Paman Sam tersebut. Begitu pun ketiga temannya.

Flora tergelak-gelak menanggapi sambutan dari Fairel. "Kamu ini ada-ada aja, Rel!" Dia lantas mengacak-acak rambut adiknya yang kini berusia sepuluh tahun itu dengan sayang. Keduanya pun berpelukan penuh rindu.

"Ehm!"

Dehaman keras di depannya membuat Flora melirik. Saniharja yang meski kini sudah berusia limapuluh enam tahun dengan rambut yang mulai memutih di beberapa tempat, masih tampak gagah dan tegap. Lelaki yang telah pensiun itu menyilangkan tangan di dada sambil menatap putrinya dengan sorot bangga.

"Papi ...." Flora tersenyum lebar lalu melepaskan diri dari Fairel. Kemudian dia menghampiri papinya yang kini merentangkan tangan lebar-lebar.

"Selamat datang kembali ke rumah, Nak." Saniharja mengecup kening putri yang teramat dirindukannya itu cukup lama, memeluknya erat-erat seakan takut gadis itu akan pergi lagi. Namun dia kini bisa berlega hati. Harapannya selama lima tahun akhirnya terwujud. Putri kecilnya telah pulang.

Saniharja tahu, bukan hal mudah bagi Flora untuk menginjakkan kakinya kembali di tanah air, terutama di rumah mereka. Dia memahami, keengganan putrinya untuk pulang disebabkan kenangan dari masa lalu yang sulit untuk dihilangkan.

Akan tetapi Flora menyadari, dia tak bisa terus menghindar. Dia harus pulang dan menjalani kehidupan yang telah ditakdirkan untuknya, menjadi bagian dari keluarga Anggoro dan berusaha berdamai dengan masa lalu. Karena dia telah berjanji demi almarhum Farrel, dia akan menebus kebersamaan yang hilang dengan anggota keluarganya di rumah besar itu.

"Kamu kok kurusan, Sayang?"

Flora menoleh ke sosok yang berdiri di samping papinya, Cecilia. Perempuan yang selama lima tahun ini tak pernah absen menanyai kabar dan tak bosan menasihati Flora untuk makan teratur serta menjaga kesehatan selama di New York. Dia bersikap sebagaimana seorang ibu mencemaskan anak gadisnya yang jauh di negri orang. Flora pun kini telah terbiasa bersikap seperti ibu dan anak dengan Cecilia.

"Masa sih, Tan?" Flora melepas pelukannya dari Saniharja lalu menatap ke tubuhnya sendiri.

"Iya. Natal kemarin wajah kamu nggak setirus ini. Pasti kamu jarang makan saking keasyikan kerja, kan?" tebak Cecilia dengan ekspresi yang dibuat galak.

Turn Up (Sekuel Flora-Dicko) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang