Part 15

46.3K 3K 211
                                    

Tetaplah bersamaku
Jadi teman hidupku
Berdua kita hadapi dunia
Kau milikku ku milikmu
Kita satukan tuju
Bersama arungi derasnya waktu

(Teman Hidup by Tulus)

💕💕💕


"Morning...."

Flora merasakan kecupan lembut di sepanjang leher kirinya, disusul gumaman yang membuat bulu kuduknya meremang. Punggungnya beradu dada bidang, sebuah tangan kekar memeluk erat, meredakan rasa geli itu dan menghadirkan rasa nyaman.

Perempuan itu menggeliat pelan lantas matanya terbuka perlahan. Terhidu olehnya aroma segar mentol dari pasta gigi yang biasanya Dicko gunakan. Setengah membalik tubuh, dia mengangkat tangan kiri lalu mengelus lembut puncak kepala suaminya.

"Udah bangun dari tadi, ya?" bisik Flora dengan mata kembali terpejam. Sinar matahari pagi di Jakarta cukup cerah menyilaukan, menerobos masuk melalui jendela kamar yang tirainya telah disibak oleh Dicko.

Anggukan pelan di lehernya membuat kikik Flora terlepas. Cambang halus Dicko begitu menggelitik.

"Penggeli banget ya kamu ternyata." Dicko terkekeh. Bibirnya masih mengecup leher Flora hingga turun ke tulang selangka.

Bahu Flora berguncang menahan kikikan. "Udah, ah! Aku mau siapin sarapan."

"Udah aku siapin, kok." Dicko beranjak, memosisikan diri di atas tubuh istrinya.

"Pasti pancake dan smoothies lagi, kan? Cuma dua menu itu aja yang kamu bisa dari dulu." Flora menyeringai, mengejek kemampuan memasak Dicko yang tak pernah ada kemajuan.

Lelaki itu tersenyum lebar. "Daripada nggak bisa masak sama sekali. Mantan gebetan kamu bahkan nggak bisa masak air."

"Siapa?" Kening Flora berkerut. "Aku nggak pernah punya gebetan."

"Halah, pura-pura lupa." Dicko balas menyeringai.

Flora berpikir beberapa jenak. "Andreas maksud kamu?"

"Siapa lagi emangnya selain dia?"

Jawaban suaminya membuat Flora tergelak. "Dia mah bukan gebetan resmi. Cuma...."

"Cuma apa?"

Senyum dikulum terbit di wajah Flora. Teringat kenangan bodohnya beberapa tahun silam, saat begitu putus asa mencari cara agar Dicko cemburu dengan mendekati Andreas yang dingin bak kutub utara.

"Cuma apa, Flo?" tuntut Dicko.

"Bukan apa-apa." Perempuan itu tersenyum penuh rahasia yang dibuat-buat. "Sarapan, yuk. Laper." Flora hendak beranjak, tapi tubuh kokoh Dicko menghalanginya.

"Jawab dulu." Dicko menatap mata istrinya penuh selidik.

"Kan udah aku bilang, bukan apa-apa," jawab Flora, mempertahankan ekspresi penuh rahasianya.

"Mau bikin aku cemburu?"

"Jadi kamu cemburu ya, Bambang?" tebak Flora disertai nada terkejut yang masih dibuat-buat.

Dicko menggigit bibir bawahnya, melempar tatapan penuh ancaman, yang disambut Flora dengan tawa penuh kemenangan. Dia mendorong tubuh Dicko yang lengah, berusaha kabur sebelum lelaki itu menghujani tubuhnya dengan gelitikan melumpuhkan.

"Nggak semudah itu, Maemunah."

Rupanya gerakan Flora kalah gesit. Dicko dengan mudah menangkap pinggang langsingnya lantas menyeret perempuan itu kembali ke tempat tidur. Jeritan Flora diselingi tawa sarat kegelian membahana di kamar mereka.

Turn Up (Sekuel Flora-Dicko) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang