Part 6

52.3K 3.2K 125
                                    

"In all the world, there is no heart for me like yours. In all the world, there is no love for you like mine—Maya Angelou."
~~~~💕💕~~~~

Flora menatap bergantian dua lelaki yang berdiri tak jauh darinya itu. Sungguh tak disangka, mereka ternyata saling kenal dan tampaknya lebih dari sekadar perkenalan sambil lalu. Seingatnya, Dicko tak pernah menyebut-nyebut nama Jonathan Soedibyo selama ini. Lagi pula, tak terbayang sedikit pun di benak Flora, kekasihnya yang seorang arsitek dan dosen di Indonesia, menjadi teman dari seorang pemilik restoran ternama di New York. Kapan dan bagaimana mereka bisa bertemu?

"Dicko Marvel Hariandi." Jonathan memamerkan deretan giginya yang tersusun rapi. Raut wajahnya tampak tegas namun bersahabat. "At last. Senang jumpa lagi sama lo, man. Apa kabar?" Dia bergegas mendekati Dicko sambil mengulurkan tangan, meninggalkan Flora di belakangnya.

Dicko membalas senyum Jonathan serta jabatan tangannya. "Ah, kabar gue agak kurang baik hari ini. Udah sejak beberapa hari sebenarnya." Dia menjawab sambil melirik sekilas ke belakang punggung lelaki itu, pada Flora yang balas menatapnya dengan binar jahil.

Jonathan jadi merasa tak enak hati. "Oh, I'm so sorry. Harusnya gue nggak nemuin lo hari ini kalau gitu. "

Dicko segera menyadari bahwa tak seharusnya dia menjawab seperti tadi. Ucapannya itu sebenarnya ditujukan untuk sang kekasih. "Nggak apa-apa. Kabar lo sendiri?"

"Seperti yang lo lihat, gue selalu optimis. Dan gue juga membawa penawaran yang sangat bagus."

Dicko memasang mimik wajah menyesal. "Uhm, gue benar-benar minta maaf, Jo. Bisa kita bicarakan soal itu lain waktu?"

"Gue yang seharusnya minta maaf. Ngedatengin lo kayak gini tanpa membuat janji temu lebih dulu. Oke deh, gue akan tunggu waktu yang tepat."

"Tapi gue harap lo nggak memasang harapan terlalu tinggi. Seperti yang gue bilang tadi, gue tetap nggak akan menjual Chez Elles ke lo. Sekalipun gue buta soal restoran dan tetek bengeknya, gue tetap akan mempertahankan status kepemilikan. Lagi pula, gue nggak yakin apa bokap gue setuju sama penawaran lo. Meskipun beliau udah nyerahin kepemilikan restoran ke gue, gue tetap harus minta persetujuannya."

Jonathan terlihat tak terpengaruh. Dia tetap memasang senyum. "Gue yakin bokap lo akan sangat menyukai penawaran gue." Jonathan menjawab dengan penuh percaya diri. Dan setelah berkata begitu, dia menghadapkan wajahnya ke sisi kanan, seolah hendak memastikan keberadaan seseorang di belakang punggungnya. "Boleh gue minta nomor ponsel lo?" tanyanya setelah menghadap kembali pada Dicko.

"Tentu." Dicko mengeluarkan selembar kartu nama dari dompet kulitnya.

"Makasih. Gue akan menghubungi lo secepatnya. Percaya deh, penawaran gue bagus banget, man." Jonathan menerima kartu itu dengan ekspresi seolah baru saja memperoleh tiket VVIP pertunjukan Broadway.

Dicko hanya membalas dengan senyuman. Tatapannya kembali bergeser ke belakang punggung Jonathan untuk sedetik. Dan tepat saat itu Flora memutuskan untuk berjalan maju mendekati mereka.

Jonathan memalingkan wajah pada gadis itu, senyumnya mengembang lebih lebar. "Oh, maafkan saya, sampai melupakan Anda." Sekarang dia kembali berbicara dengan nada resmi

Flora tersenyum maklum. "Tidak apa-apa."

"Saya rasa sudah waktunya saya pamit. Kalian pasti sudah sangat ingin bertukar sapa," ujar Jonathan terburu-buru.

Flora mengernyit, penasaran bagaimana lelaki itu bisa mengetahui bahwa dia mengenal Dicko. Dan saat melirik kekasihnya, Flora sedikit terkejut karena reaksi Dicko terlihat seolah fakta bahwa Jonathan tahu bukanlah hal yang aneh.

Turn Up (Sekuel Flora-Dicko) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang