Olehmu aku mengabdi, padahal di sini aku tersiksa sendiri.
♠♥♣♦
YANG namanya hidup selalu mengacu ke arah realisme. Karena itulah Cheshire ingin menghadapi semua permasalahan dengan sarkasme.
Memang sih, kucing itu mengajak Alice bermain.
Tapi, siapa bilang bermain di sini memiliki pengertian untuk memperbaiki hubungan yang tak sempat terjalin?
"Bola matamu memerah ..." nada Cheshire terseret kagum. Kepalanya berputar sebelum akhirnya tertawa sangar. "Kok bisa ... ?"
"Buat apa kamu bertanya kalau jawabannya saja sudah tahu?" Alice mengangkat sebelah alis. "Basi."
Cheshire mengerjapkan mata. Sekali. Dua kali, "Aku sungguh tidak bercanda. Kok bisa ... ?"
"Masih juga bertanya?" tiba-tiba saja Alice mencengkram tangan Cheshire kuat. Satu-satunya alasan yang membuat kucing itu terpekik kencang.
"Oke, oke, oke!" napas Cheshire memburu, pada akhirnya tidak bisa menahan rasa sakit di tangannya. "Kuakui aku cuma bercanda. Sekarang lepaskan aku!"
Genggaman itu merenggang.
Pada Cheshire yang kali ini tersenyum gemilang.
"Cie, tertipu."
Perkataan itu menguar mistis, seperti sebuah mantra yang membuat Alice baru sadar bahwa kucing itu hilang tanpa sedikit pun jejak yang tertinggal.
Sisa waktu yang berjalan, Cheshire lanjutkan dengan dirinya yang muncul di dekat salah satu pepohonan.
Cukup kamu percaya bahwa tubuh kucing itu bertumbuh besar. Terlalu besar. Raksasa seumpama dirinya gajah, sementara Alice di sini ibarat hanyalah semut. Satu alasan yang membuat pepohonan di sekitarnya tumbang seketika.
Kalau sudah begini, bagaimana bisa Alice memenggal kepala kucing itu?
"Tidak ada yang lebih unik dari dirimu yang tumbuh raksasa, sekadar memutarkan kepala, atau tertawa macam orang gila, ya?"
Lagi-lagi kepala Cheshire berputar, "Ada tidak, ya ... ?"
Alice melotot, "Bisa tidak jawab yang benar?"
"Buat apa menjawab kalau pertanyaanmu saja macam biadab?"
"Jawaban terbagus dari kucing tergemuk macam dirimu," hina Alice sambil mengangkat sebelah alis. "Jangankan kucing gemuk, kamu lebih seperti buntalan lemak sekarang."
"Hinaanmu membuatku ingin tertawa," timpal kucing itu, membiarkan kepalanya berputar lagi. Kali ini lebih kencang, lebih gila, bahkan sampai terlepas dari tubuhnya sendiri. "Tapi kalau tertawa, nanti aku dosa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alice in Otherland (Wattys Winner 2018)
FanfictionKeadaan sunyi dan senyap selalu menjadi paduan cocok untuk berdoa. Kamu bisa melipir ke pojokan untuk bercerita, sekadar menautkan kedua tanganmu di bawah cakrawala, dan menyebut nama Tuhan dalam sebuah bisikan nirmala. Memohon apa pun yang kamu m...