Epilog

7.9K 569 106
                                    

Suara Guntur bergemuruh terdengar saat langit mulai menghitam, kilatan-kilatan petir mulai saling menyambar satu sama lainya, di tambah angin yang bertiup dengan kencangnya, menerbangkan dedaunan tidak tentu arah kesana dan kemari.

Di sebuah ruangan bawah tanah terlihatlah tubuh Krist yang sudah tidak bernyawa itu, yang kini di letakan pada sebuah ranjang kayu panjang. Banyak lilin-lilin kecil yang berada di setiap jengkal tempat kecil itu, sebagai pencahayaan membuat ruangan itu menjadi remang-remang.

Derap langkah kaki seseorang bergema kesetiap seluruh penjuru ruangan, terlihatlah ada plustor yang mengenakan pakaian serbah hitam berjalan menuju ke arah Krist, pria itu berdiri di sebelah kendi berukuran besar, yang telah di campurnya dengan berbagai ramuan tadi.

Bibir plustor mulai membacakan mantranya dengan cepat, sambil memejamkan matanya, sebelum mengambil sebuah pisau di meja sampingnya, dan juga mengambil sebuah botol kecil berisi cairan berwarna marah, itu adalah darah Krist yang tadi sempat diambilnya, dan juga salah satu botol yang berisi cairan biru yang bersinar terang.

Plustor menuangkan kedua cairan itu ke dalam kendi, kemudian mengarahkan pisau yang tadi di ambilnya itu ke arah pergelangan tangannya, membuat darah segar berwarna hitam pekat mengucur dengan deras dari luka sayatan itu, plustor mengarahkannya ke dalam kendi itu, dan mengaduknya, lalu merapalkan sebuah mantra lagi, sebelum menyiramkannya ke pada Krist, untuk memulai ritual membangkitan yang akan di lakukannya.

_________

Sedangkan di tempat lain, Singto tengah menenangkan anaknya yang daritadi terus menangis dan tidak mau berhenti, aneisha terus memanggil-manggil ibunya dari tadi.

"Sayang, jangan menangis."

"Mommy."

"Tidak akan ada apa-apa, sayang."

"Mommy."

"Jangan menangis."

"Hikss ... hiks ... mommy hiks ... hikss .... mommy hiksss...."

Singto memeluk putrinya itu dengan erat, sambil mengusap-usap punggungnya, mencoba menenangkan aneisha tetapi sepertinya tidak bisa, anaknya ketakutan jika Krist meninggalkan mereka begitu juga dengan dirinya, sebenarnya Singto juga takut, harusnya tadi dia bisa lebih cepat menghabisi orang tadi, jika sedikit saja lebih cepat pasti tidak akan terjadi sesuatu pada Krist seperti sekarang, dia memang tidak bisa menjaga istri dan anaknya dengan benar.

Ekor mata Singto melirik kedua orang di depannya, siapa lagi jika bukan kedua orang tua Krist, rasanya Singto ingin membunuh mereka berdua tadi karena berani menembak senapan itu pada Krist dan juga putrinya, tetapi setelah Singto pikirkan lagi Krist tidak akan menerimanya nanti, bagaimanapun juga mereka adalah orang tua Krist.

Keduanya tadi meminta Singto untuk menyelamatkan putra mereka, membuat Singto sedikit sadar akan sesuatu hal, dia memang sedih karena kehilangan istrinya, tetapi kedua orang tua Krist akan merasakan kesedihan melebihi dirinya karena kehilangan anak mereka.

.

.

.

Beberapa waktu kemudian, Singto memasuki sebuah ruangan dimana Krist berada sekarang, matanya menatap ke ujung ruangan, melihat Krist yang masih berbaring disana, entah apa yang terjadi, Singto tidak tahu, tetapi Krist tidak kunjung bangun juga, dan ibunya berkata jika sampai petang Krist tidak menunjukan perubahan, lebih baik semua orang merelakannya saja.

Meskipun tidak semudah itu, memang nya merelakan seseorang itu adalah hal yang sangat mudah?

Tentu saja tidak, tidak ada yang akan bisa merelakan seseorang dengan mudahnya, itu tidak akan mungkin terjadi.

[13]. Who Is You? [ The Mysterious Bodyguard ] [ Krist x Singto ]Where stories live. Discover now