Bagian 4

7.2K 223 2
                                    

Kata-kata Aldi terngiang di telingaku. Bingung rasanya harus menjawab apa. Sementara dari kantor Aldi ke butik jaraknya lebih dekat daripada dari sini. Tak mungkin aku bisa tiba di butik sebelum dia. Aku harus bagaimana?

"Mbul? Kok diam? Kamu dengar aku kan?"

Suara Aldi di seberang memecah keheningan.

"Emmh iya Mas," ucapku sekenanya.

"Kamu siap-siap ya biar aku jemput kamu sekarang!" pintanya.

Kembali hening, otakku buntu. Namun tiba-tiba aku ingat sesuatu.

"Loh Mas, aku kan bawa mobil, mending kamu jemput Ibu dulu aja biar aku pulang sendiri. Ini juga aku lagi di luar soalnya, Silva, Bety, Genta request makan siang yang aneh-aneh," kilahku panjang lebar berharap Aldi tak memaksa.

"Oh iya ya, ya sudah aku jemput Ibu dulu ya. Kamu jangan lama-lama Mbul!"

Aku menarik nafas lega mendengar jawabanya. Ada rasa bersalah menelusup lembut di hatiku.

Begitu sambungan telepon kami diputus kusampaikan rencana Aldi dan meminta Damar mengantar kembali ke butik. Tampak raut kecewa di wajah tampannya. Dia juga keberatan dengan rencana kepergianku menemani Aldi. Namun apapun argumennya, aku tetap memilih menemani Aldi.

Sepanjang perjalanan tak terucap satu katapun dari mulut kami. Masing-masing sibuk dengan pikirannya.

.

DAMAR POV

Siang itu aku makan di sebuah kafe bersama Aji teman kerjaku. Tepat di depan tempat duduk kami, seorang perempuan dengan terusan hitam bermotif bunga-bunga pink selutut dipadukan blezer putih sibuk dengan ponselnya. Rambut ikal cokelat emasnya dibiarkan tergerai membingkai wajah tirusnya. Hidungnya yang mancung serta bibir ranum dengan sapuan warna nude menyempurkan wajah catiknya.

"Dona?" satu nama itu terucap tanpa sadar dari bibirku.

Aji menoleh mengikuti pandanganku setelah mendengar nama Dona lolos dari bibirku. Kemudian kembali menatapku.

"Kamu mau menemuinya?" tanya Aji seolah mengerti isi hatiku.

Aku menunduk, hatiku seolah diaduk-aduk tak karuan. Bagaimanapun sampai saat ini hanya wanita ini yang memenuhi hatiku, rimbun menaungi jiwa. Hanya untaian doa-doa terbaik untuknya yang menjadi pelarian kerinduanku.

Wanita yang sudah bertahun-tahun menghilang dari hidupku, kini duduk sendiri tepat di hadapanku. Dia menghilang tanpa kata disaat perasaan kami semakin dalam. Dialah wanita pertama yang mewarnai hatiku dengan cinta, bukan Karina istriku.

Dulu aku pikir pepatah jawa yang mengatakan "witing tresna jalaran saka kulina"* akan berlaku padaku dan Karina. Makanya aku terima perjodohan itu. Nyatanya tidak. Bertahun-tahun menikah, hatiku masih kosong dan hubungan kami terasa hambar bahkan semakin jauh.

Apalagi Karina selalu risih bila tidur bersamaku, sehingga kami tidur dengan kamar terpisah. Yang kami lakukan sebatas kewajiban sebagai suami istri dan menutupi kekeroposan pernikahan ini di mata umum. Bahkan dia pernah sampai hati menyuruhku menikah lagi ketika enggan melayani.

Justru Donalah yang dulu menyarankan agar aku memperbaiki hubungan dengan Karina. Dia memberiku saran untuk bersikap mesra dengan Karina, mengajak Karina ngobrol, bercanda dan usaha-usaha lainnya agar hubungan kami menjadi dekat. Namun Karina seperti tak pernah tertarik dengan segala usahaku. Sehingga hasilnya sama saja, justru aku semakin larut dengan perasaanku pada Dona.

Sekali lagi kutatap wajah cantik yang sangat aku rindukan itu. Tampaknya dia belum menyadari keberadaanku dan Aji yang sejak tadi memperhatikannya. Dia masih sibuk dengan ponselnya.

SUAMIMU CANDU UNTUKKUWhere stories live. Discover now