Kecewa

2.1K 98 7
                                    

Samar-samar kudengar isakan Ibu menyebut namaku. Rintihannya mengoyak hati. Suaranya serak sesenggukan memanggil-manggilku.

Ingin segera kubuka mata, tapi tak bisa. Kelopak mataku terasa berat. Aku tak berdaya.

Suara Ibu kadang hilang, membuatku begitu takut. Namun beberapa saat kembali kudengar meski samar.

Perlahan mulai kurasakan jemari lemahku diremas lembut. Kehangatannya menjalar sampai ke jantungku. Aku mencoba membalas remasan itu, tapi begitu sulit. Tubuhku terasa sangat lemah.

"Ayah, lihat jari Dona bergerak!"

Teriakan Ibu samar-samar kudengar. Semakin aku berusaha membuka mata, tapi tetap tak bisa. Kelopak mata ini teramat berat. Aku kembali tak bisa merasakan dan mendengar apapun.

Entah sudah berapa lama sejak kudengar teriakan Ibu tadi, aku kembali mendengar tangisannya. Kali ini lebih jelas dari sebelumnya.

Aku kembali mencoba membuka mata. Perlahan aku mulai bisa. Silau sekali, cahaya putih itu menyilaukan pandanganku. Kupejamkan kembali beberapa saat sambil mendengarkan suara atau lebih tepatnya instruksi di sekelilingku. Aku mengikuti perintah itu.

Kubuka kembali mata ini perlahan. Mulai terlihat wajah-wajah di sekililingku. Wajah mereka asing, aku tak mengenalnya. Meski masih berat, kuedarkan pandangan. Kembali beberapa orang asing yang terlihat. Bukankah tadi ada suara Ibu?

"Ibu!" Aku mencoba memanggilnya, meski tak bisa terucap sampai bibirku. Hanya sampai tenggorokan saja.

Kepalaku terasa berdenyut-denyut. Kuputuskan kembali memejamkan mata. Beberapa saat kemudian aku buka kembali dengan lemah. Kulihat beberapa wajah asing, ada juga Ibu adan Ayah. Batinku lega melihatnya.

"Sayang!"

Kembali kudengar suara serak Ibu. Wajah cantiknya terlihat sembab kemerahan. Mata lebarnya merah dengan kelopak terlihat bengkak.

Ayah berdiri di sisi Ibu sambil memegang kedua bahu Ibu di tengah orang-orang asing berseragam itu. Ingin ku berucap tapi tak bisa. Aku hanya pasrah menatap mereka.

Berbagai tindakan dilakukan orang-orang berseragam itu kepadaku. Ya, dokter dan beberapa perawat yang sejak tadi mengerumuniku. Aku merasa lebih nyaman sekarang. Kepalaku tak berdenyut sakit lagi.

Oh ya, aku terjatuh di butik. Dimana Aldi dan Damar? Kenapa Ibu dan Ayah yang di sini? Jam berapa ini? Berbagai pertanyaan memenuhi kepala namun bibirku masih tak bisa berucap. Kupejamkan kembali mata ini karena terasa begitu berat.

Kudengar obrolan orang tuaku dengan seorang laki-laki, mungkin dokter yang sedang menjelaskan kondisiku. Kuabaikan perbincangan mereka.

Denyut nyeri terasa di pergelangan tanganku. Sedikit kubuka mata, terlihat salah satu perawat sedang menyuntik selang infus yang menancap di tanganku. Separah itukah aku?

Dokter dan para perawat itu meninggalkan ruanganku. Kulihat Ibu tersenyum mendekat. Ingin kubalas senyum itu tapi tak mampu. Aku hanya bisa menatapnya lemah.

"Sayang, kamu istirahat lagi ya! Dokter menyuruhmu untuk istirahat! Besok pagi Dokter kembali memeriksa kondisimu."

Dengan lembut Ibu mengusap-usap keningku. Aku kembali terlelap.

Entah sudah berapa lama aku tertidur, kulihat jendela kaca yang lumayan lebar di ruangan ini sudah cukup terang. Orang tuaku tampak sedang bercakap di teras. Jam dinding menunjukkan pukul 06.25.

"Bu!"

Kucoba memanggil Ibu. Bibirku sudah bisa berucap sekarang, meskipun kedengaran begitu lemah. Ibu pasti tak bisa mendengarku di luar.

SUAMIMU CANDU UNTUKKUWhere stories live. Discover now