Bagian 6

5.7K 242 0
                                    

ALDI POV

Dokumen-dokumen kesepakatan kerja sama masih berserakan di mejaku. Puas rasanya, kesepakatan dengan investor begitu menguntungkan bisnisku.

"Kamu kelihatan puas sekali Al," komentar Lusi sekretarisku.

"Hhmmm," gumamku sambil menyunggingkan senyum.

"Aku tunggu makan-makannya loh ya," tuntutnya.

"Cuma makan-makan aja?" gurauku.

"Apa sih yang nggak buat tim hebatku," lanjutku sambil menatap wajah Lusi yang tersenyum lebar.

"Ayo ah Al," ajak Lusi setelah membereskan dokumen-dokumen itu.

Aku mengekorinya sambil sesekali menarik dasiku. Rasa lelah terasa hilang dari tubuhku berganti gelora yang membuncah. Hari terakhir meeting ini benar-benar luar biasa. Negosiasi yang kupikir akan alot ternyata cukup mudah.

Lusi membuka kamarnya. Kuikuti saja langkahnya memasuki kamar. Sebuah sofa yang pasti nyaman untuk bersandar langsung menjadi tujuan utamaku. Seraya menunggu Lusi aku melihat notifikasi yang masuk di ponsel dan membalas pesan-pesan penting.

"Jangan lama-lama, Lus!" seruku setelah merasa cukup lama menunggunya.

"Iya sabar dong." Kulihat Lusi keluar dari kamar mandi telah berganti baju tidur.

"Mau minum dulu?" tawarnya kemudian.

"Udah buruan!" pintaku tak sabar seraya melihat jam tanganku. Sudah pukul 21.47 ternyata.

Lusi mengambil dokumen-dokumen yang kubutuhkan dan menyerahkannya padaku. Setelah mengecek satu persatu aku kembali ke kamarku.

Pintu kamar terkunci ketika aku membukanya. Tidak biasanya Dona mengunci pintu. Mungkin dia masih di luar pikirku. Kuambil ponsel hendak menelponnya, tapi sudah ada pesan masuk darinya.

21.14

Dona: "Cardlocknya di resepsionis."

Aku menelponnya mencari tahu keberadaannya tapi tak ada jawaban darinya. Kumasukan kembali ponselku ke saku celana. Kemudian menuju resepsionis untuk mengambil cardlock yang dititipkan Dona. Perempuan dengan name tag Jihan menyambutku. Kutanyakan istriku padanya namun dia hanya dititipi cardlock saja.

Aku kembali ke kamar. Begitu pintu terbuka kulihat pemandangan tak biasa. Ranjang kami bertabur kelopak mawar merah, dengan temaram lilin yang sudah hampir padam menerangi ruangan. Di meja terdapat makanan yang sepertinya sudah dingin dan kue ulang tahun untukku.

Astaga!

Ada apa ini? Kemana istriku? Aku kembali menghubunginya, namun tak ada jawaban. Kulihat jam dinding sudah menunjukan pukul 22.23. Sudah selarut ini kemana Dona. Aku mengecek barang-barang kami, semua masih lengkap hanya tas Dona saja yang tak ada.

Aku membersihkan diri di kamar mandi. Kemudian berbaring di ranjang penuh kelopak bunga mawar ini dengan sedikit membuangnya agar tidurku nyaman.

Malam semakin larut namun Dona tak kunjung kembali. Vanessa Dona Agistha, perempuan yang sudah enam tahun kurang lebih menemaniku. Meski aku tak mengerti kenapa dia pergi seperti ini tapi aku merasa ini salahku. Sudah bertahun-tahun kami bersama tapi aku tak begitu tahu banyak tentangnya. Selama ini hanya dia yang melayaniku dengan sangat baik. Mencari tahu apa yang kusuka ataupun yang tak kusuka. Mencari tahu segala sesuatu tentangku. Dia benar-benar berusaha memberi yang terbaik untukku, termasuk malam ini. Dia mengingat hari ini aku ulang tahun, bahkan aku sendiri tak mengingatnya sedikitpun.

Aku jadi merasa bersalah padanya. Aku tak pernah mau tahu tentangnya. Yang kupastikan hanya dia tak akan kekurangan materi. Aku takut dia tak bisa ke salon, tak bisa shopping dan bersenang-senang jika usahaku tidak bagus. Aku tak ingin dia menderita setelah menjadi istriku. Oh Tuhan.. Kemana perginya Dona? Bahkan tak satupun nomor telepon temannya yang aku punya. Aku benar-benar telah melewatkan banyak hal tentang istriku sendiri.

Malam semakin larut namun Dona masih tak kembali. Setelah lelah menunggunya akhirnya aku terlelap.

Pagi ini terasa lebih dingin dari biasanya. Kupikir karena ac kamar yang suhunya terlalu rendah. Aku meraba kasur yang sudah tiga malam di tiduri Dona namun kosong. Ternyata Dona tak kembali ke kamar.

Aku bangkit dan melangkah ke kamar mandi. Sedikit berberes aku langsung cekout.

Perjalanan Jogja-Wonosobo terasa begitu lama meskipun waktu tempuhnya sama saja. Tiba di rumah hanya kudapati Mba Weni yang sedang beberes. Aku hanya menyapa seperlunya. Kulanjutkan tidur di kamarku yang sepi.

Aku merasa tidur cukup lama hari ini. Lelah badanku terasa terobati. Kulihat sudah pukul 16.20 tapi sepertinya rumah masih begitu sepi. Aku keluar mencari penghuni lain. Kulihat Mba Weni sedang menonton televisi sendiri.

"Alisa belum pulang Mba?" tanyaku.

"Dijemput ibu Pak," jawabnya sambil memandangku sopan.

"Kok mereka belum pulang?" tanyaku lagi tak puas dengan jawaban Mba Weni.

"Nggak tahu lho Pak." Sungguh bukan jawaban yang aku harapkan.

Aku menuju dapur mencari makan. Biasanya Dona yang selalu menyiapkan untukku, tapi entah kenapa dia tak juga menemuiku. Rasa laparku jadi hilang. Kuputuskan untuk ke butik Dona. Hal yang sangat jarang aku lakukan.

Tiba di sana kulihat butik lumayan ramai dengan beberapa pengunjung. Aku bertemu Genta.

"Dona ada, Gen?" tanyaku.

"Mba Dona di atas Pak lagi nemenin Alisa bobo siang," jawabnya.

Setelah berterima kasih aku langsung menaiki tangga menuju lantai dua. Lantai dua butik ini memang digunakan untuk kamar tidur dapur dan kamar mandi.

Menyadari kedatanganku Dona masih tak bergeming memeluk Alisa. Aku menarik kursi dan duduk menunggunya.

Bersambung...

Mohon krisannya teman-teman...

SUAMIMU CANDU UNTUKKUWhere stories live. Discover now