Membunuh Laki-Laki yang Dominan

30 1 0
                                    

Membunuh Laki-Laki yang Dominan: Menginstitusikan Kemelut Besar Seksual Ketiga Terhadap Laki-Laki yang Dominan

Meskipun dominasi laki-laki diinstitusikan dengan baik, laki-laki juga diperbudak. Sistem ini sebenarnya mereproduksi dirinya sendiri dalam individu laki-laki dan perempuan dan hubungan mereka. Oleh karena itu, jika kita ingin merobohkan sistem ini, kita membutuhkan pendekatan yang radikal dan baru terhadap perempuan, laki-laki dan hubungan mereka.

Sejarah, dalam arti tertentu, adalah sejarah laki-laki dominan yang memperoleh kekuasaan dengan munculnya masyarakat kelas. Karakter kelas penguasa terbentuk bersamaan dengan karakter laki-laki yang dominan. Sekali lagi, aturan divalidasi melalui kebohongan mitologis dan hukuman Tuhan. Di bawah topeng-topeng ini terletak realitas kekuatan dan eksploitasi. Atas nama kehormatan, laki-laki merebut posisi dan hak-hak milik perempuan dengan cara yang paling berbahaya, licik dan despotik. Fakta bahwa, sepanjang sejarah, perempuan dibiarkan kehilangan identitas dan karakternya - tahanan abadi - di tangan laki-laki, telah menyebabkan kerusakan yang jauh lebih besar daripada pembagian kelas. Mengurung perempuan adalah aksi perbudakan umum masyarakat dan kemunduran; juga merupakan aksi kebohongan, pencurian, dan tirani.

Pertanyaan mendasar adalah mengapa laki-laki begitu cemburu, dominan dan jahat terhadap kepentingan perempuan; mengapa laki-laki terus memainkan peran sebagai pemerkosa. Tidak diragukan lagi, pemerkosaan dan dominasi adalah fenomena yang terkait dengan eksploitasi sosial; hal tersebut mencerminkan pemerkosaan oleh hierarki, patriarki dan kekuasaan terhadap masyarakat. Jika kita melihat lebih dalam, kita akan melihat bahwa tindakan ini juga mengekspresikan pengkhianatan terhadap hidup. Pengabdian perempuan yang bermacam-macam terhadap kehidupan dapat memperjelas societal sexism laki-laki. Societal sexism berarti hilangnya kekayaan kehidupan di bawah pengaruh seksisme yang membutakan dan melelahkan, dan akibatnya timbul kemarahan, pemerkosaan, dan sikap mendominasi.

Inilah sebabnya mengapa penting untuk menempatkan agenda persoalan laki-laki yang jauh lebih serius daripada persoalan perempuan. Mungkin lebih sulit untuk menganalisis konsep dominasi dan kekuasaan, konsep yang berkaitan dengan laki-laki. Persoalannya bukanlah perempuan yang tidak mau berubah tetapi laki-laki yang tidak mau berubah. Dia takut bahwa meninggalkan peran tokoh laki-laki yang dominan akan menjadikannya raja yang telah kehilangan negaranya. Dia harus disadarkan bahwa bentuk dominasi yang paling hampa ini membuat dia kehilangan kebebasan juga, dan bahkan lebih buruk lagi, ia mencegah perkembangan umat manusia.

Untuk menjalani kehidupan yang bermakna, kita perlu mendefinisikan perempuan dan perannya dalam kehidupan bermasyarakat. Pendefinisian ini tidak boleh berupa pernyataan tentang atribut biologis dan status sosialnya, tetapi analisis tentang konsep perempuan yang sangat penting sebagai makhluk. Jika kita dapat mendefinisikan perempuan, maka kita juga mampu untuk mendefinisikan laki-laki. Menggunakan laki-laki sebagai titik awal saat mendefinisikan perempuan atau kehidupan akan membuat interpretasi yang salah karena keberadaan alami perempuan lebih sentral daripada laki-laki. Status perempuan direndahkan dan dibuat tidak berarti oleh masyarakat laki-laki yang dominan, tetapi hal ini tidak seharusnya mencegah kita untuk membentuk pemahaman yang valid tentang realitasnya.

Dengan demikian, jelaslah bahwa fisik perempuan tidak memiliki kekurangan maupun inferior; sebaliknya, tubuh perempuan lebih sentral daripada laki-laki. Inilah akar kecemburuan laki-laki yang ekstrem dan tidak berarti.

Konsekuensi alami dari perbedaan fisik mereka adalah kecerdasan emosi perempuan jauh lebih kuat daripada laki-laki. Kecerdasan emosional terhubung dengan kehidupan; kecerdasanlah yang mengatur empati dan simpati. Bahkan ketika kecerdasan analitik perempuan berkembang, kecerdasan emosionalnya memberinya bakat untuk menjalani kehidupan yang seimbang, untuk mengabdikan diri pada hidup, bukan untuk merusak.

Seperti dapat dilihat bahkan dari argumentasi singkat ini, laki-laki adalah sebuah sistem. Laki-laki telah menjadi negara dan mengubahnya menjadi budaya yang dominan. Penindasan kelas dan seksual berkembang bersama; maskulinitas telah menghasilkan gender penguasa, kelas penguasa, dan negara penguasa. Ketika laki-laki dianalisis dalam konteks ini, jelas bahwa maskulinitas harus dilenyapkan.

Memang, melenyapkan dominasi laki-laki adalah prinsip fundamental sosialisme. Inilah arti dari kekuatan membunuh: melenyapkan dominasi sepihak, ketidaksetaraan dan intoleransi. Selain itu, perlu untuk melenyapkan fasisme, kediktatoran dan despotisme. Kami harus memperluas konsep ini untuk memasukkan semua aspek ini.

Membebaskan kehidupan (Liberating Life) tidak mungkin tanpa revolusi perempuan radikal yang akan mengubah mentalitas dan kehidupan manusia. Jika kita tidak bisa berdamai antara laki-laki dan kehidupan; dan antara kehidupan dan perempuan, kebahagiaan hanyalah harapan yang sia-sia. Revolusi gender bukan hanya tentang perempuan. Revolusi ini adalah tentang peradaban berusia lima ribu tahun dari masyarakat kelas yang telah membuat laki-laki lebih buruk daripada perempuan. Dengan demikian, revolusi gender ini secara bersamaan berarti pembebasan laki-laki.

Saya sering menulis tentang "perceraian total", yaitu kemampuan untuk bercerai dari budaya dominasi laki-laki berusia lima ribu tahun. Identitas gender perempuan dan laki-laki yang kita kenal saat ini adalah konstruksi yang terbentuk jauh lebih lambat dari perempuan dan laki-laki secara biologis. Perempuan telah dieksploitasi selama ribuan tahun menurut identitas yang dibentuk ini; tidak pernah diakui tenaga kerjanya (labour). Laki-laki harus selalu melihat perempuan sebagai istri, saudara perempuan, atau kekasih - stereotip yang ditempa oleh tradisi dan modernitas.

Mengklaim bahwa kita harus terlebih dahulu menjawab persoalan tentang negara, maka persoalan tentang keluarga, tidak terdengar. Tidak ada persoalan sosial yang serius yang dapat dipahami jika ditangani secara terpisah. Metode yang jauh lebih efektif adalah melihat segala sesuatu dalam totalitas, untuk memberi makna pada setiap persoalan dalam hubungannya dengan yang lain. Metode ini juga berlaku ketika kami mencoba menyelesaikan persoalan. Menganalisis mentalitas sosial tanpa menganalisis negara, menganalisis negara tanpa menganalisis keluarga, dan menganalisis perempuan tanpa menganalisis laki-laki akan menghasilkan hasil yang tidak memadai. Kita perlu menganalisis fenomena sosial ini sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi; jika tidak, solusi yang kita dapatkan tidak akan memadai.

Solusi untuk semua masalah sosial di Timur Tengah harus menitikberatkan posisi perempuan sebagai fokus. Tujuan mendasar untuk era di depan kita haruslah untuk mewujudkan kemelut besar seksual ketiga; kali ini perjuangan melawan laki-laki. Tanpa kesetaraan gender, tidak ada perjuangan untuk kebebasan dan kesetaraan yang berarti. Kenyataannya, kebebasan dan kesetaraan tidak dapat diwujudkan tanpa pencapaian kesetaraan gender. Komponen demokratisasi yang paling permanen dan komprehensif adalah kebebasan perempuan. Sistem kemasyarakatan paling rentan karena masalah perempuan yang belum terselesaikan; perempuan yang pertama kali berubah menjadi properti dan hari ini menjadi komoditas; sepenuhnya, tubuh dan jiwa. Peran kelas pekerja pernah dimainkan, sekarang harus diambil alih oleh persaudaraan perempuan (sisterhood of women). Jadi, sebelum kita dapat menganalisis kelas, kita harus mampu menganalisis persaudaraan perempuan - ini akan memungkinkan kita untuk membentuk pemahaman yang lebih jelas tentang isu-isu kelas dan kebangsaan. Kebebasan sejati perempuan hanya mungkin jika emosi yang memperbudak, kebutuhan dan keinginan suami, ayah, kekasih, saudara laki-laki, teman dan anak semuanya dapat dihilangkan. Cinta terdalam merupakan ikatan kepemilikan yang paling berbahaya. Kita tidak akan dapat membedakan karakteristik perempuan yang bebas jika kita tidak dapat melakukan kritik yang keras terhadap pemikiran, pola agama dan seni tentang perempuan yang dihasilkan oleh dunia yang didominasi pria.

Kebebasan perempuan tidak bisa hanya diasumsikan begitu masyarakat telah memperoleh kebebasan dan kesetaraan. Organisasi yang terpisah dan berbeda sangat penting perannya dan perjuangan untuk kebebasan perempuan harus sama besar dengan definisi sebagai sebuah fenomena. Tentu saja gerakan demokratisasi secara umum juga dapat membuka peluang bagi perempuan. Tetapi tidak akan membawa demokrasi itu sendiri. Perempuan perlu menentukan tujuan demokrasinya sendiri, dan melembagakan organisasi dan perjuangan untuk mewujudkannya. Untuk mencapai hal ini, definisi khusus tentang kebebasan sangat penting agar perempuan bebas dari perbudakan yang tertanam dalam dirinya.

Liberating Life: Woman Revolution (edisi Bahasa Indonesia) oleh Abdullah OcalanWhere stories live. Discover now