Aku, si Anak Baru.

11 0 0
                                    

"Denger denger ada mahasiswa baru ya?"

"Siapa? Kelas mana?"

"Kelas 203"

"Ganteng apa...?"

"Ganteng sih katanya.."

"Kenapa gak dikelas kita aja sih?"

"Itu kan kelas anak junior.. ya kali lu mau turun tahta.."

Hahahaha

***

Sepertinya saat itu hari sudah mulai terik. Matahari sudah mulai tinggi. Dan, kumpulan perempuan-perempuan aneh itu berada dipojokan lorong. Ada yang sambil duduk dibangku-bangku hitam yang memang sengaja disediakan pihak kampus untuk duduk mahasiswa dan ada juga yang berdiri sambil memegang ponselnya. Mereka juga tertawa terbahak-bahak sambil berbisik dan kemudian tertawa lagi.

Apa yang mereka bicarakan?

Dengan santai, aku berjalan menuju lorong tersebut. Lorong itu menghubungkan lantai satu dengan kelasku. Kalau tidak lewat sana, lewat mana lagi. Wajah yang hanya bisa menunduk ketika melihat mereka sedang berbicara dengan hebohnya. Namun, mata ini terpaku pada satu objek.

Aku lihat di sekumpulan itu, ada seorang perempuan yang melirik dengan tatapan penuh, tidak berkedip. Aku sih biasa saja. Tetap berjalan dengan percaya dirinya.

Langkah kaki semakin dekat dengan mereka. Kini, jaraknya persis berada dihadapan mereka. Sepintas, dia masih menatap dengan tegas. Namun, tatapannya mulai beralih ketika aku berani untuk menatapnya balik.

Dia menoleh ke arah lain.

Gerak geriknya juga terlihat sedikit agak congkak. Biarlah. Bukan urusanku juga.

Kenapa dia buang muka?

Aku tidak peduli dia siapa. Apa yang dibicarakannya dan apa yang dia mau. Aku tetap saja berjalan menuju ruang kelas.

***

Aku, Raka Aditya Wijaya. Biasanya dipanggil Raka. Umur, 21 tahun. Aku kuliah di Universitas Pelita Harapan, fakultas Komunikasi. Sebelumnya, kuliah di Universitas Budi Pekerti dengan jurusan yang sama.

Kenapa pindah?

Karena jarak dari kampus ke rumah lumayan jauh. Kampus yang sekarang lebih dekat dari rumah, meski harus naik angkutan umum juga, seenggaknya aku bisa menghemat waktu lah ya.

Sekarang, aku semester empat. Selain sibuk kuliah, aku juga bekerja di salah satu kantor advertising. Disana, aku sudah mengabdi selama satu setengah tahun sebagai editor junior. Sebagai mahasiswa yang butuh pekerjaan sambilan, aku sih ikhlas dibayar berapa aja sama mereka. Hitung-hitung untuk pengalaman aku nanti hehehe.

Sebagai anak sulung dari dua bersaudara, aku sadar, kalau kehidupan itu harus dijalani dengan sabar. Semenjak Ayah pergi meninggalkan kami-aku, adik dan Nyokap-aku sebagai tulang punggung keluarga.

Raffa Ganindra Wijaya, adik bungsuku, dia baru berusia 15 tahun. Sekolahnya lebih penting dari apapun. Segalanya, bakal aku lakuin demi masa depan Raffa dan ibu.

R(Asa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang