Dia, si Senior Cantik!

7 0 0
                                    

"Baik, sampai disini ada pertanyaan?"

"Gak ada paaaakkk.."

"Kita bertemu lagi minggu depan. Jangan lupa tugasnya dikumpul minggu depan juga ya.."

"Baik paaaak..."

Suasana kelas akhirnya riuh tidak karuan. Kurapihkan buku catatan, pena, serta laptop yang masih menyala, lalu shutdown-kan.

Gak sengaja aku melihat langkah Pak Anggoro terhenti dipintu karena ada salah satu teman yang menyodorkan tumpukkan kertas. Tugas harian yang tadi sudah dikumpulkan, ternyata si bapak lupa membawanya. Tertinggal di mejanya di kelas.

Tiba-tiba Rayhan menepuk pundakku dari belakang,

"Tugasnya dikerjain dimana nih?"

"Diperpusnas aja, gimana?"

"Boleh juga, tapi yang lain mau kesana?"

"Buat tugas kan? Masa iya mereka gak mau ikut.."

"Lu kaya gak tau aja anak-anak kaya apaan. Yaudah, gue cabut dulu, mau makan laper..."

"Bareng sih.."

Muhammad Rayhan Taufan, salah satu teman karib dikelas. Sebenarnya ada dua orang lagi, Farazh dan Akmal. Tapi, sedari pagi aku tidak melihat batang hidungnya. Mungkin mereka berdua bolos.

Kami selalu berempat.

Kemana-mana berempat.

Maklumlah, sebagai anak pindahan yang sudah nyaman dengan beberapa orang akan terus bersama dengan orang tersebut.

"Akmal, mana? Farazh?"

Sambil mengangkat bahuku, "Bolos lagi kali.."

"Kebiasaan!"

Aku dan Rayhan berjalan menuju anak tangga yang tidak banyak menuju lantai satu. Kami pergi kesebuah warung kopi yang letaknya tidak jauh dari kampus. Kami biasa beristirahat disana. Rekan sejawat yang lain juga berada disana. Maklum, selain harganya yang murmer alias murah meriah, disana teman-teman laki-laki yang lain juga bisa merokok. Semenjak ada larangan untuk tidak merokok dilingkungan kampus, kami jadi sering ke warung kopi tersebut.

Tapi, beneran sumpah, aku tidak merokok.

Suer!

***

"Kamu beli apa?"

"Beli apa yah? Aku juga bingung nih.. bosen kali makan itu terus.. apa ngegofood aja kali yah?"

"Lama gak? Kalo lama, jangan deh.. keburu masuk.."

"Ih serba salah deh mau makan doanggg.. sebel!"

Seperti itu bahasan bawel kaum wanita yang sedang bingung mau makan apa di jam istirahat. Mereka berdua berjalan dibawah terik matahari sambil membawa sunscreen kemana-mana. Padahal, banyak tempat makan disekitaran kampus. Mereka hanya menyulitkan diri mereka sendiri untuk hal yang tidak berguna. Berdebat, misalnya.

Sylvia Adelina Wishnu, dia memang perempuan yang cantik. Bisa dibilang wajahnya sedikit rada Oriental dicampur Arab karena hidungnya yang mancung. Dia adalah wanita berambut bondol sebahu yang berkulit kuning pucat. Sesekali kadang aku tidak sengaja menatapnya. Wajahnya yang imut, membuat mataku kadang salah tujuan pandangan. Maklumlah laki-laki. Tapi sangat disayangkan, dia sedikit congkak dan misterius. Tampilannya yang modis membuat teman-temanku sering menggodanya.

"Siapa, men?"

"Senior cewek yang kemaren"

"Cakep.. Suka?"

"Ngawur!"

Langkahnya yang kecil dan berisik, membuat kaki kecilnya membuat pola bayangan yang lucu. Sesekali aku tersenyum melihat gelagatnya yang angkuh dalam memandang seseorang. Pernah aku tidak sengaja menoleh kearahnya. Apa yang ia lakukan? Dia membuang muka, seolah-olah dia sedang mengambil sesuatu di tas punggungnya. Sering aku perhatikan. Tapi tak apa. Tidak jadi masalah bagiku.

Aku masih terduduk di warung kopi "Mang Odoy" dengan mencicip aroma roti bakar yang baru saja datang. Disebelahnya, segelas Milo dingin lengkap dengan es batu yang menumpuk hingga airnya meleleh ke luar gelas. Santapan makan siang ala aku. Sederhana, tapi begitulah makan siangku. Tanpa sepiring nasi yang lengkap dengan lauk pauk dan sayurannya. Iya, karena memang aku tidak suka nasi.

Entah kenapa.

R(Asa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang