Kamu Malaikat, ku!

5 0 0
                                    

Aku berusaha berdiri melawan rasa sakit kecengklak kaki ini. Sakitnya membuat aku mengerang. Perih sekali ya Tuhaan!

Disaat aku bersusah payah berdiri, tiba-tiba seorang laki-laki langsung datang memegang tanganku dan mengangkatku berjalan menuju lorong kelas.

Aku tidak tau dia datang darimana.

Badanku memang tidak terlalu berat, tapi kali ini aku merasa badanku berat sekali. Kakiku sangat sulit untuk kuangkat.

"Eh.. eh.. lu mau apa? Eh.. turunin gue.."

"Udah diem aja.."

Aku kenal wajahnya. Laki-laki yang meggendongku adalah Raka. Dia berjalan sambil menggengam pinggangku. Tangan kananku diarahkannya melingkar ke belakang bahunya, sedangkan tanganku yang kiri mengalung di leher depannya karena aku berpegangan ke tangan yang satunya.

Dia membawaku ke ruang BEM -badan eksekutif mahasiswa- karena disana biasanya terdapat obat untuk penanganan kecelakaan yang sederhana. Wajahnya kok dekat sekali ya?

"Apanya yang sakit?"

"Pergelangan kakinya. Gak bisa digerakin. Sakitt bangeeeettt.."

"Tadi jatuhnya gimana?"

"Kakinya kaya nginjek yang licin gitu.."

"Tergelincir?"

"Iya.. terus yang sebelah kiri.. aduuuuuhhh.."

"Yaudah, buka sepatunya!"

"Mau diapain?"

"Supaya engga bengkak. Buruan!"

Tanpa pikir panjang, aku langsung membuka kedua sepatuku. Kulihat, pergelangan kaki sebelah kiriku sudah memerah. Bahkan, digerakkan saja tidak bisa.

"Ditahan sedikit ya!"

"Mau diapain?" Sambil aku memegang kupluk hoodienya,

"Biar gak bengkak. Udah diem aja, jangan banyak gerak!"

Perlahan dia mulai meraba kaki kiriku. Setiap dia menyentuhnya, terasa sedikit linunya. Sepertinya urat kakiku yang kena.

"Aduuuuuuh... sakit tau!"

"Belum juga diapa-apain.."

Dia mengambil minyak oles dan memijitkannya ke kakiku. Kadang, aku juga meringis kesakitan.

Ketika memijit bagian mata kaki, aku menjerit karena dia melakukan aksi sedikit memutar. Telapak kakiku seperti diputar 45 derajat olehnya. Jelas saja aku menjerit,

"Aaaaaaa.... Hei, lu pikir kaki gue itu apa? Sakit tau! Kalau lu gak bisa mijit, gak usah dipijit lagi deh udah!"

Dia tersenyum melihatku marah-marah. Tapi, anehnya rasa linu di kakiku, sekejap menghilang. Kaki kiriku bisa digerakkan lagi. Aku sangat senang merasakan kakiku bisa digerakkan lagi.

"Eh kakinya udah gak sakit lagi.. eh kok bisa? Udah gak sakit lagi kakinyaaaaaa..."

Aku mencoba untuk berdiri. Ternyata kakiku belum terlalu kuat untuk menopang badanku. Akhirnya aku terjatuh menimpa kursi. Kurasa kakiku patah.

"Kenapa?"

"Sakiiiittt... aduuuuhhhh..."

"Tadi hilang sakitnya?"

"Iyaaaa.. tapi kok pas berdiri malah jatuh?"

"Belum kuat. Engsel kakinya lepas. Makanya tadi aku putar! Kamu malah menjerit."

Perban yang tadi ia siapkan, kini ia julurkan ke kaki kiriku yang memerah. Kurang lebih, lima kali dia menjulurkan kain perban itu kekakiku, sebelum akhirnya dia menggunting kassa tersebut. Sisanya ia ikat dengan ujung satunya lagi.

Terasa dibekap dan masih ada ngilunya, walau sedikit sih.

Dia mulai berdiri sambil menutup botol minyak kelapa tadi. Dia meletakkan minyak kelapa itu dipojok meja, dekat dengan kursi yang aku duduki sekarang. Lalu, dia bergegas keluar ruangan.

Aku lihat, dia mengambil dan mengelap tangannya dengan tisu kering yang tersedia di meja. Dia berjalan menuju pintu. Cepat sekali jalannya.

Aku pun memegangi kaki kiri yang sakitnya lumayan sedikit menghilang. Coba kalau tidak ada dia..

"Hey.. terima kasih ya! Hey.."

Dia menoleh kearahku, sebentar. Lalu ia berjalan kembali.

Suara sepatunya terdengar berisik setiap kali ia melangkah.

Sekarang masalahnya, bagaimana aku keluar dan berjalan?

"Aduuuuhhh..."

R(Asa)Where stories live. Discover now