17. Kejutan? (2)

1.7K 177 4
                                    

Seperti ucapannya tadi kepada bibinya, sore ini Reyna izin keluar rumah untuk keperluannya. Keperluan seperti yang tercantum di dalam surat yang Reyna terima pagi tadi. Bertemu dengan si pengirim surat.

Saat ini ia tengah menunggu bus di halte. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, Reyna berangkat setelah solat asar tadi. Sebenarnya Reyna ragu, apakah ia harus pergi atau tidak. Mengingat ia sudah berusaha mengikhlaskannya dengan mati-matian. Dan sekarang harus bertemu dengannya lagi dengan begitu mudahnya, tanpa harus mengingat masa lalunya kembali. Ah cinta memang membutakan segalanya.

Bus sudah datang. Jantung Reyna begitu berdebar saat ini. Ini untuk yang terakhir kalinya, jangan sampai ia jatuh cinta lagi. "Kumohon, jangan sampai cinta itu datang lagi," gumam Reyna dengan lirih.

Tidak terasa perjalanan begitu cepat. Reyna sudah sampai di tempat tujuannya, yaitu sungai Han. Reyna duduk di salah satu bangku. Pemandangannya begitu indah, terlebih di saat senja seperti ini. "Apa benar dia akan datang," gumam Reyna lagi.

"Tenang saja, aku datang." Suara familiar itu, suara yang sangat Reyna rindukan selama ini. Begitu senangnya ia mendengar suara cinta pertamanya itu. Reyna membalikkan badannya dan terkejut dengan penampilan dia yang berbeda dengan dahulu. Dia semakin tampan, Reyna sampai pangling. "Alvaro?" Reyna mengeluarkan air matanya. Air mata rindu, rindu yang tertahan.

"Kamu merindukanku?"

"Apa maksudmu, jelas saja ...."

"Maafkan aku. Sebaiknya kita duduk Reyn." Alvaro menatap Reyna dengan senyuman hangatnya. Senyuman itu sama seperti dulu, senyuman yang sangat Reyna rindukan. "Reyn, aku minta maaf. Sangat minta maaf. Jika kamu ingin mendengar cerita dan penjelasanku, aku akan menceritakannya."

"Berceritalah," ucap Reyna yang masih terisak. "Tapi kamu jangan nangis, tambah jelek." Deg, Reyna jadi teringat ucapan Ji Min tadi siang. Ji Min juga berkata seperti itu kepadanya. Dan ah apa yang Reyna pikirkan, sekarang ia sedang bersama Alvaro. Jadi, kenapa juga ia harus memikirkan Ji Min. Reyna tersenyum tipis dan menghentikan tangisannya.

"Kamu ingat saat aku meneleponmu dan tiba-tiba memutuskan panggilannya? Itu karena aku harus segera berangkat, dan ketahuilah aku pindah mendadak karena ada urusan keluarga. Saat itu juga aku ingin menemuimu untuk terakhir kalinya, tetapi pesawat akan segera berangkat akhirnya aku hanya bisa menyesalkan semuanya."

"Lalu, kenapa kamu tidak memberi kabar kepadaku?"

"Di sekolahku yang baru, sangat sulit untuk sekedar memiliki waktu luang. Ibuku menyekolahkanku di sekolah asrama. Aku minta maaf, baru sekarang aku menemuimu. Karena saat aku pulang ke Indonesia, Ghea mengatakan bahwa kamu juga sedang berada di Korea Selatan. Dan itu berarti kamu berada di negara yang sama denganku, Lele." Panggilan kesayangan Alvaro untuk Reyna yang menurut Reyna tidak ada kata sayang-sayangnya. Yang benar saja, kenapa Lele menjadi panggilan sayang untuknya. Alvaro benar-benar. Namun, Reyna tetap suka Alvaro. Meskipun Alvaro dengannya tidak pernah akur saat dulu mereka masih bersama—dalam artian persahabatan. Terkadang Reyna merasa aneh dengan dirinya yang mengapa bisa jatuh cinta kepada Alvaro yang petakilan.

Reyna mengerucutkan bibirnya. "Jadi bagaimana menurutmu, apa kamu marah kepada Alvaro yang semakin tampan ini?" Lelucon yang menggelikan menurut Reyna, Alvaro ini rajanya kepedean.

"Jika iya bagaimana?" Alvaro berlagak seperti sedang berpikir keras. "Jika iya, aku ingin memulainya dari awal. Sama seperti pertama kali kita bertemu dulu." Wajah Reyna sudah memerah. Alvaro itu tidak romantis, tetapi menghangatkan. Sampai wajah Reyna selalu memerah karena ucapan Alvaro yang terdengar klise.

***

"Tae Hyung-ah." Ji Min memanggil Tae Hyung yang sedang berjalan ke dapur. Tae Hyung menolehkan wajahnya dan menaikkan sebelah alisnya. "Kemari sebentar," titah Ji Min.

Tae Hyung menghampiri Ji Min. "Kenapa?" tanya Tae Hyung. "Ah, aku hanya ingin berterima kasih tentang tadi siang. Terima kasih Tae Hyungie."

"Tidak masalah. Kebetulan otak cerdasku sedang memiliki ide cemerlang," ucap Tae Hyung sambil bergaya sok. ARMY tahu sendiri bukan, Tae Hyung itu seperti apa. Tae Hyung bukanlah orang yang dingin, Tae Hyung adalah laki-laki yang memiliki selera humor tinggi. Seperti yang sering kita lihat di layar kaca.

"Oke, sekarang kau harus membelikanku roti isi yang seperti waktu itu."

"Yak, kenapa kau malah menyuruhku, aish." Tae Hyung mendengus kesal. "Aku tidak tahu tempatnya, jadi kau yang harus membelinya." Ji Min tertawa terpingkal melihat ekspresi wajah Tae Hyung yang sedang kesal. "Baiklah, aku akan membelinya." Tae Hyung pun meninggalkan Ji Min yang sedang menertawakan dirinya.

Diperjalanan Tae Hyung tiba-tiba menghentikan mobilnya. Ia merasa melihat seseorang yang ia kenal. "Kenapa gadis itu di sana?" Akhirnya Tae Hyung menghampiri gadis yang ia rasa kenali.

Tae Hyung keluar dari mobil dengan wajah herannya. Untung tempatnya tidak terlalu ramai, jadi ia bebas dengan pakaian yang tidak terlalu tertutup. "Ekhem." Gadis yang sedang duduk melamun dihadapan Tae Hyung itu adalah Reyna, tentu saja Tae Hyung mengenalnya.

Tae Hyung yang tidak mendapat respon dari Reyna pun duduk disamping Reyna. "Re-Reyna-ya?" Reyna pun terkejut. "Ah Tae Hyung-ssi, kenapa kau bisa di sini?"

"Cepat katakan, sedang apa kau di sini?" Reyna mengerutkan keningnya, kebiasaan Tae Hyung itu tidak pernah lembut kepada Reyna. "Bukan urusanmu." Reyna pun beranjak pergi meninggalkan Tae Hyung yang diam dengan wajah yang sulit diartikan.

"Tunggu." Reyna menghentikan langkahnya. Tae Hyung pun segera berlari menghampiri Reyna. "Aku akan mengantarkanmu, dan ingat jangan bertingkah seperti anak kecil." Tae Hyung menarik tangan Reyna masuk ke dalam mobil.

"Kenapa kau selalu memaksaku? Dan tidak bisakah kau bersikap lembut kepadaku?!" Reyna sedang ada masalah, dan Tae Hyung bersikap seperti itu membuat Reyna tambah runyam. Air mata pun turun membasahi pipi Reyna yang begitu merah karena amarah yang menggebu. Tae Hyung menatap Reyna lekat. Baru kali ini ia melihat Reyna menangis seperti itu, biasanya Reyna hanya akan marah-marah kepada Tae Hyung. Dan ah tadi juga termasuk marah-marah bukan.

"Kalau begitu pulang saja sendiri."

Reyna menatap Tae Hyung cengo. Apa maksud Tae Hyung, kenapa tadi ia memaksanya dan dengan begitu mudah ia mengusirnya juga. Benar-benar Tae Hyung tidak punya hati, mungkin hatinya memang sudah keras karena terlalu dingin. Tae Hyung pun pergi meninggalkan Reyna di sana dengan mata yang begitu bengkak.

"Aish, benar-benar laki-laki itu. Bunda, Otousan." Reyna berujar kesal.

Kemudian Reyna meninggalkan tempat itu. Sekarang Reyna berjalan dengan gontai. Bahkan ia seperti seorang turis yang tersesat saat ini, mengenaskan. Dan memang itu benar sih. "Reyna!" teriak seseorang yang beberapa menit lalu Reyna temui.

"Rey, izinkan aku mengantarkanmu."

Laki-laki itu lagi. Kenapa ia kembali dan memohon seperti itu? Batin Reyna.

.
.
.
.
.
.
.

To Be Continued

Semoga kalian suka dengan cerita ini. Jangan lupa bintang dan komentarnya.

Salam,
Manusia

Impossible ✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن