2. About Rahel

538K 6.1K 258
                                    

"Mama, Lihat! Si anak pungut baru saja pulang pagi ini!"

Rahel merapatkan jaket varsity benji yang membungkus tubuh mungilnya. Angin pagi sudah cukup dingin membuat tubuhnya menggigil. Kenapa dia harus mendengar suara melengking bak sirine ambulance itu lagi? Apa gadis itu berniat membunuhnya lebih cepat?

Rahel mendongak. Pandangan congkak Edelyn kala itu sedang berdiri di anak tangga teratas menyambut kedatangannya.

Bisakah sehari saja hidup rahel tentram tanpa olokan dari keluarga tirinya? Ibu dan saudara tiri rahel tidak pernah membiarkan hidupnya tentram.

"Hei anak pungut! Kemana saja kau semalam?" Edelyn berjalan menuruni tangga dengan langkah anggun. Well, di saat-saat seperti ini, rahel selalu berdoa dalam hati semoga gadis itu jatuh tersungkur. Tetapi tuhan terlalu sayang pada edelyn. Doa rahel tidak pernah di kabulkan.

Sebenarnya siapa orang jahat-nya di sini?

Langkah berirama sepatu bertumit terdengar dari arah lain. Rahel memutar kepala ke asal suara itu. Mengabaikan pertanyaan edelyn tadi, rahel manatap tanpa ekspresi wanita paruh baya yang sedang memegang sebatang rotan di depannya.


Satu lagi tokoh antagonis di rumah ini. Sherina Mahesa, ibu angkat rahel.

"Kau tau kesalahanmu bukan? Kau harus di hukum. Sekarang ulurkan tangan mu!"

Rahel mengangguk patuh sambil menelan ludah susah payah. Dia pun menyodorkan tangannya yang terasa kebas. Belum mendarat saja, dia dapat merasakan bagaimana perihnya jika rotan itu mendarat di kulit putihnya. Dia bisa apa? Hal ini sudah biasa terjadi untuk anak angkat seperti rahel.

"Taati aturan rumah kalau kau tidak ingin di hukum. Sekarang rasakan!" Sherina tersenyum. Senyum iblis yang selalu tersungging di bibirnya setiap kali dia memukul rahel.

Setiap satu pukulan yang mendarat di tangan rahel, bibirnya selalu mendesis menahan sakit. Tapi entah kenapa, ibu tirinya tidak pernah berbelas kasih sekali pun.

Inikah takdir yang di tuliskan tuhan untuknya?

Kalau begitu,

Tuhan tidak adil!

Pukulan itu terus berlangsung, meninggalkan baretan kemerahan di setiap sabetannya. Rahel menggigit bibir merasakan nyeri semakin menusuk permukaan kulitnya. Sudut matanya menangkap sosok edelyn tengah terbahak sambil memegangi perut di dekat tangga. Gadis itu memang selalu kegirangan jika sherina memukulinya.

"Lihat wajahnya, dia tidak kesakitan!"

"Mama, kau harus memukul lebih keras lagi!"

"Mama, jangan hanya memukul tangannya. Pukul yang lain juga!"

"Mama, pukul wajahnya. Wajah cantik itu membuatku iri!"

"Ya.. ya.. terus seperti itu ma! Buat wajahnya jadi buruk rupa!! Hahaha..."

Celotehan kegirangan edelyn terasa memekakkan gendang telinga. Air mata yang sejak tadi rahel tahan, kini sudah tidak terbendung lagi. Tetesan air mata itu semakin mengucur deras seiring dengan sabetan rotan yang selalu berganti area sampai pada akhirnya berhenti dan mendarat berkali-kali di wajah rahel.

(S)He is My Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang