twentieth note

72.6K 10K 7.3K
                                    

In a very tragic kind of way,

sometimes thing have to begone before

I fully realize that they were ever there.

—Craig D. Lounsbrough—

*

Tidak ada yang lebih setia kepada mendung dibanding hujan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tidak ada yang lebih setia kepada mendung dibanding hujan. Derai hujan selalu dibuka oleh mendung dan hadir mendung tak pernah alpa diikuti oleh derai hujan. Serupa dengan kemarin-kemarin, hari ini langit yang muram mencurahkan rintik tanpa ujung sejak pagi baru dimulai. Buat sebagian orang yang beruntung, mereka bisa menghabiskan waktu lebih lama di kasur, menarik selimut, mengeratkan dekap pada guling sambil menunggu gerimis berlalu. Lainnya yang tidak terlalu beruntung seperti Rasi, harus memaksa diri beranjak dan bersiap memulai aktivitas harian.

Jika ditanya apa yang paling Rasi benci di dunia ini, maka kelas pagi di hari yang berhujan adalah salah satunya. Tidurnya semalam nyenyak, serasa dia terlelap di tempat ternyaman sedunia. Entah itu karena untuk pertama kalinya setelah sekian tahun dia tidak tidur sendirian, atau karena dia bisa merasakan embus hangat napas Sabda menerpa lehernya. Ketika terjaga, cowok itu bisa jadi orang paling menyebalkan sejagat raya, tapi ketika tertidur, dia masih tetap adik terkecil yang Rasi kenal. Tak ada yang berubah, termasuk kebiasaannya memegang bagian depan kaus yang dipakai kakaknya setiap mereka tidur berdekatan. Harus Rasi akui, dia menyukainya. Bahkan saking nyamannya, dia ingin tidur sedikit lebih lama.

"Ngapain ngelihatin hujan kayak orang tolol?"

Rasi yang sedang berdiri di teras tersentak, berbalik dan mendapati Sabda tengah menutup pintu depan, lalu menguncinya. Sama seperti Rasi, cowok itu juga sudah rapi. Tas tersandang di bahunya, berisi benda-benda penting yang mesti dia bawa ke kampus. Mereka berdua sama-sama punya kelas pagi yang harus dihadiri hari ini.

"Hujan."

"Iya. Gue udah lihat. Terus kenapa?"

"Nanti basah." Rasi menguap, lalu mengucek mata. Sisa kantuk masih menggelayuti matanya. "Masih ngantuk."

"Kalau udah kena hujan dan masih kering, itu namanya ajaib." Sabda menyahut ketus seraya membuka payung besar di tangan kanannya. Rasi membisu, tidak peka pada kode tatapan mata yang Sabda maksudkan agar kakaknya mengikutinya berjalan di bawah payung yang sama. Cowok jangkung itu malah mengulurkan tangannya sambil tertawa kecil, membiarkan telapak tangannya diciumi oleh rintik hujan. Sabda menghela napas panjang, berdecak, kemudian menarik tali ransel Rasi hingga cowok itu tersaruk mengikuti langkahnya.

"Sapi, lo kenapa?"

"Kita berangkat ke kampus bareng."

"Hng?"

"Naik busway."

Rasi tersekat, suaranya tertahan. "Nggak mau."

"Kenapa?"

GuardiationshipWhere stories live. Discover now