Descent Past

30.3K 2.6K 789
                                    

Sebenarnya aku masih nggak percaya Heath punya keberanian untuk melamarku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebenarnya aku masih nggak percaya Heath punya keberanian untuk melamarku. Walau dia dekat sama Rosie dan Mila, tapi nggak denganku. Aku tetap berusaha menjaga jarak dengannya. Interaksi kami di rumah Drey ini hanya sebatas orang yang saling mengenal. Kami nggak banyak bicara sekalipun nggak jarang bertemu di ruang baca atau di kamar anak-anak. Makanya, waktu dia memberiku cincin di dalam kotak kayu itu, rasanya kok kayak nggak mungkin.

Setelah resmi melamarku juga Heath nggak jadi lebih dekat denganku. Kadang, kami memang bertukar senyum atau sapaan. Hanya itu. Dia lebih sering ke luar belakangan ini. Katanya, dia sedang menyelesaikan proses penjualan hotel milik Drey di Santa Monica. Pernah dia sampai harus mengajak Vi ke sana selama dua hari karena Vi selalu menangis kalau nggak lihat dia. Sebenarnya, anak-anak lain di rumah ini juga mau ke sana, tapi nggak, deh. Masa kami ke luar kota bareng?

Kesibukannya ini bikin kami sama sekali nggak punya waktu untuk ngobrol. Eh, nggak sih. Seharusnya kami bisa mencuri waktu untuk ngobrol. Cuma, seperti biasa, Heath lebih suka diam dan memandangiku saja.

Sampai waktu rapat keluarga di meja makan tanggal 15 Januari (Tundra dan Karin juga ikut ngobrol lewat video call), Heath cuma senyum-senyum nggak jelas gitu terus. Lucunya, dia nggak berusaha duduk di sebelahku atau mencari cara untuk ngobrol denganku. Dia memilih duduk di sebelah Savanna. Untung Pak Rinto peka. Dia menyuruh Heath duduk di seberangku agar dia bisa bisa duduk di samping Savanna dan nggak bikin Drey yang cemburuan itu emosi jiwa.

Kata Savanna sih dia begitu karena deg-degan setiap dekat denganku. Tapi, dia kan sudah empat puluh tahun lebih, masa iya masih deg-degan kayak anak SMA?

"Terus, kapan kalian mau nikah?" tanya Tundra di layar monitor yang diberdirikan di meja.

Drey yang duduk sendiri di sisi kehormatan meja makan itu menoleh pada Heath, menunggu jawabannya. Tapi, bapak itu cuma menggerak-gerakkan bibir, lalu menggeleng, terus menjilati bibirnya, dan menggeleng lagi.

"Napa? Ayan lu?" tanya Karin sambil memangku Mo yang kelihatannya sudah mau tidur siang. "Kalau stroke, bilang. Biar cepet diseret ke dokter."

"Maaf," kata Heath sambil menunduk. Alisnya bergerak-gerak seperti orang yang berpikir keras.

Kenapa, sih? Masa pertanyaan gitu saja dia nggak bisa jawab?

Setelah menelan ludah, dia berkata, "Aku ingin secepatnya. Tapi... Aku menyerahkan ini pada Bee--Glacie." Dia menatapku yang ada di depannya.

"Eh? Aku?" Kok aku?

"Kapan pun saat kamu siap," katanya lagi. Kali ini dia tersenyum juga.

Semua orang melihatku, termasuk Sophia. Mertuaku itu memang rada aneh. Biasanya, mertua kan merasa kehilangan anaknya yang meninggal, terus nggak mau menantunya nikah lagi, Sophia malah mendorongku untuk nikah sama Heath terus. Sekarang dia asyik menyelesaikan rajutan sambil senyum-senyum nggak jelas.

Lovely Glacie (Terbit; Penerbit Galaxy)Where stories live. Discover now