Haebaragi

12 2 0
                                    

Korea Selatan. Seoul, musim dingin yang menggigit.

Boots.

Mantel bulu.

Mantel oversize yang berwarna pastel.

Mantel panjang motif abstrak yang colorful.

Hot pants dipadukan dengan stoking bercorak kucing.

Hanbok cantik yang bergaya modern.

Oh, syal motif jerapah!

Mataku menangkap pemandangan para pejalan kaki di jalanan sekitar melalui teropong yang kuciptakan dengan menggunakan kedua tangan.

Saat ini menjelang siang, kerumunan orang memadati jalanan salah satu kawasan perbelanjaan di Kota Seoul ini. Myeong-dong pada minggu pertama bulan Januari masih menyuguhkan gairah tahun baru yang segar. Meski telah menghabiskan waktu duduk di pesawat nyaris sembilan jam dengan kondisi tidak benar-benar bisa terlelap, begitu menginjakkan kaki di sini, rasa lelah akibat perjalanan itu pun bisa menguap ke udara.

Aku melangkah santai di antara kerumunan, menikmati pemandangan orang-orang berlalu-lalang di jalanan yang diselimuti serpihan tipis salju putih. Penampilan setiap orang terlihat modis, tak sedikit yang mengenakan pakaian bermerek ternama dan menjinjing tas bermerek juga. Orang-orang seperti campur aduk di keramaian, warga setempat dan para turis dari berbagai negara. Beberapa berjalan sambil melihat-lihat sekeliling dan bercakap-cakap dengan teman di samping mereka, beberapa lainnya yang berjalan sendirian dengan langkah-langkah cepat sedang berbincang dengan seseorang di ponsel atau hanya melangkah sambil fokus pada jalanan di depan.

Sesekali kuarahkan teropong tangan ke beberapa poster iklan kosmetik dan pakaian musim dingin yang memamerkan wajah-wajah cantik dan tampan para idola K-pop, terpampang sangat besar dan jelas di beberapa bangunan sekitar. Di saat yang sama telingaku dengan nyaman menikmati musik yang terdengar dari kedai kopi dan pertokoan yang berderetan di kiri-kanan jalan, setiap tempat memperdengarkan musik yang berbeda-beda.

Kemudian, perlahan hidungku mulai tidak tahan oleh harum makanan. Gurih, manis, pedas. Aroma makanan lezat menggelitik hidung dan membuat perutku berbunyi.

"Ah, lapar ..." Aku menurunkan teropong tangan dari depan mataku dan memegang perut sembari mengembuskan napas membuat udara menguar dari mulutku seperti asap.

Aku benar-benar di sini. Lagi.

Rasanya seperti baru kemarin kutinggalkan kota ini, lalu kembali. Waktu berlalu lebih cepat dari yang kukira. Terakhir kali aku berada di tempat ini saat liburan sekolah, tujuh tahun yang lalu. Aku ingat, saat itu berlibur ke sini bersama Papa. Sekarang aku kembali sendirian dan hanya membawa pakaian yang melekat di badan—t-shirt, sweater, syal, mantel, rok mini berpotongan flare, stoking dan ankle boots—serta sebuah tas selempang yang berisi tidak banyak barang namun sangat penting.

Angin dingin menyusup ke dalam mantelku. Segera kurapatkan mantel sambil terus berjalan. "HUATSYIII!" Aku bersin dengan cukup keras. Ah, cuaca dingin ini membuatku ingin mendengkur di dalam selimut.

Aku mempercepat langkah—berjalan cepat-cepat akan membuat tubuh menjadi lebih hangat. Kulewati pohon yang telah kehilangan daunnya, sebuah mobil patroli Polisi yang parkir di pinggir jalan, seorang pengendara motor yang melaju pelan di antara para pejalan kaki, orang-orang yang berdiri di tengah jalan dengan pembicaraan masing-masing, maskot berkostum panda yang memanggil pengunjung di depan sebuah toko, penjual makanan yang menjual jajanan menggiurkan di tengah jalan, toko-toko yang memperdengarkan musik asyik, serta deretan barang-barang cantik yang menggoda pejalan kaki untuk berhenti dan membeli.

Game OverOnde histórias criam vida. Descubra agora