- Enambelas -

2.4K 290 2
                                    

- Happy Reading -

Hinata menyadari jika dirinya berada dalam keadaan yang tidak baik, bahkan matanya terasa begitu berat untuk bisa dibuka, belum lagi dengan tubuhnya yang seolah mati rasa.
Meski Hinata ingin bangun, sesuatu seperti menahannya, tidak mengijinkannya.
Dalam keadaan mata terpejam, Hinata masih bisa mencium aroma tidak asing yang diidentifikasi sebagai aroma obat.

Suara yang bersahutan disekitarnya bisa didengarnya dengan jelas, tapi Hinata tetap tidak bisa membuka mata, tidak bisa bicara, seperti dipaksa untuk tidur.

Sasuke-kun, anata ... tolong aku.
Kenapa aku tidak bisa bangun ?
Kenapa aku tidak bisa bergerak ?

Hinata hanya bisa berteriak dalam hatinya, memelas dengan sangat ketika mendengar helaan napas memberat yang berada disisinya, juga telapak tangannya yang tergenggam dengan begitu hangat.
Jelas itu adalah tangan suaminya, Hinata sudah sangat hapal dengan aroma Sasuke, bahkan ketika Sasuke menciumi telapak tangannya, Hinata merasa ingin menangis.

Merasa sangat miris pada dirinya sendiri, Hinata tidak tau apa yang telah terjadi pada dirinya, bahkan ingatan atas kejadian sebelumnya terasa sangat kabur dalam ingatannya.
Sekarang, Hinata merasa seperti berada didalam gelembung besar yang memisahkannya dari dunia disekitarnya, dimana Hinata terkurung disana sendiri, tanpa ada orang lain yang bisa menyentuhnya.

"Hinata, bangunlah." Suara lembut yang memanggil namanya dari kejauhan, Hinata merasa tidak asing dengan suara yang memanggilnya, tapi juga terasa asing diwaktu yang bersamaan.

Siapa ? Siapa itu ? Bertanya pada diri sendiri dengan segala keingintahuan yang terkumpul satu titik dalam kepalanya.

Rasa panas terasa ditelapak tangannya, terkumpul disana dan menyebar ke seluruh tubuhnya.
Semacam gelombang kejut yang dihantarkan tepat dijantungnya, Hinata bisa merasakan tubuhnya yang mengejang hebat karena dorongan itu.
Hanya sepersekian detik, setelah kepanikan yang menyerang ke seluruh tubuhnya, perasaan melayang yang berangsur menapak dengan tenang.

Hinata membuka matanya perlahan, masih merasakan sisa kesemutan pada telapak tangannya yang tergenggam hangat oleh sesuatu yang melingkupinya.
Mengerjap dua kali, merasakan cahaya matahari yang silau menerpa matanya.

"Hinata, syukurlah. Syukurlah kau sudah bangun."

Hinata ingin tersenyum, ingin membalas ucapan Sasuke yang terdengar putus asa, ingin membalas pelukannya yang terasa ringkih, Hinata ingin melakukannya.
Tapi, rasanya masih terlalu sulit baginya untuk melakukan semua itu, disaat tubuhnya masih terasa begitu lunglai.

"Anata,," Akhirnya ia menemukan suaranya, memanggil lirih dengan napas yang mulai tenang dalam dadanya.

"Hmm ? Kau perlu sesuatu ? Dimana yang sakit ?"

Rentetan pertanyaan yang membuat Hinata tersenyum tipis, menyadari betapa cerewetnya Sasuke saat ini.

"Haus, air."

Hinata butuh air untuk melonggarkan tenggorokannya yang tercekat, rasanya ia barusaja menelan kulit durian, terlalu kering hingga membuatnya merasa sakit tiap kali mengambil napas.
Sasuke melakukannya, mengambilkan segelas air dan membantunya menaikkan bantal agar posisinya lebih nyaman.

"Minumlah, perlahan saja."

Menyentuh perutnya yang mulai membuncit, mengusapnya perlahan saat merasakan bayinya yang bereaksi begitu hebat atas sentuhan itu.
Sasuke mengamatinya dengan perasaan haru, bahkan lelaki itu tidak sadar jika matanya masih memerah, setelah ia menangis semalaman ketika Hinata pertamakali pingsan dan tidak sadarkan diri sampai keeseokan harinya.

Some DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang