- Tujuhbelas -

5.1K 342 24
                                    

- Happy Reading -

Meski dirinya seorang hokage, bukan berarti Kakashi bisa mengatasi semua orang yang mengamuk di kantornya.
Seperti saat ini, dimana Sakura yang mengamuk disana dengan wajah garang khas Tsunade.
Satu pelajaran penting yang bisa diambil Kakashi ketika menghadapi para perempuan muda yang mengamuk di kantornya adalah, anggap saja mereka semua benar.

Seperti ketika Hinata mengamuk di kantornya dan hampir menghancurkannya, Kakashi memilih menjadi seseorang yang tidak berdaya dan membenarkan semua yang dikatakan olehnya.
Jika Hinata yang biasanya sabar saja bisa mengamuk hingga hampir menghancurkan kantornya, bayangkan jika ia menghadapi Sakura yang tempramennya jauh berbeda dari Hinata.
Heoll, Kakashi sedang bersiap membangun kantor baru, jika kantornya kali ini akan dibakar Sakura.
Mantan anak didiknya itu bisa sangat mengerikan jika sedang mengamuk.

"Eyy, ayolah Sakura-chan, sudah ya. Sudah ya, sayang."

Memijit sudut pelipisnya yang berdenyut, Kakashi merasa mual disuguhi pemandangan seperti itu.
Dimana Naruto yang terlihat memohon dengan wajah memelas dihadapan istrinya.
Girl power, adalah bagian yang paling mengerikan.
Sekarang, Kakashi harus berpikir ulang ketika ingin menikahi seorang perempuan.

"Hokage-sama, aku akan memaafkanmu kali ini. Awas saja sampai kau berani membuat kami seperti ini lagi."

Sakura memberi peringatan bernada keras pada Kakashi yang nampak cengoh duduk dikursinya.
Jujur saja, Kakashi tidak paham tentang duduk perkara apa yang membuat Sakura sampai mengamuk di kantornya.
Perempuan itu terlihat semakin aneh sejak pernikahannya dengan Naruto.
Astaga, kenapa dengan orang-orang itu ?
Dalam sekejap mata, Kakashi merasa terlalu lelah untuk mengatasi semua hal gila yang terus mengejarnya sepanjang hari.

"Maafkan dia, guru Kakashi."

Naruto berbicara sambil lalu, mengejar Sakura yang barusaja keluar dengan bantingan pintu bersuara keras.
Menghela napas dengan lega, satu bom besar sudah meletus disana tanpa menyebabkan korban jiwa.
Ah tidak, itu tidak benar.
Sekarang, Kakashi merasa nyawanya yang perlahan melayang menjauhi raganya, sangat ironis nasibnya sebagai seorang hokage.

"Sakura-chan, kenapa kau harus mengamuk pada guru Kakashi ? Kau tidak lihat, bagaimana tersiksa dirinya hari ini ?"

Berbicara pada Sakura yang sudah mulai tenang, Naruto sebenarnya merasa prihatin pada mantan gurunya yang masih tetap dianggapnya guru itu.
Sakura terlihat kacau, menghela napas dengan berat yang terasa begitu susah.

"Aku tau. Aku hanya .." wajah kebingungan itu membuat Naruto mengusap kepala istrinya, Sakura bahkan kesulitan menjelaskan kenapa  ia bisa berbuat begitu pada Hokage-sama.

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa." Untuk sedikit dari sekian hal baik, Naruto menjadi sedikit lebih peka pada emosi istrinya.
Kerja bagus rubah kuning !!

"Oh, kalian disini !"

Seruan dengan suara keras yang membuat dua orang itu menoleh ke sumber suara, Ino dan Sai berjalan kearah mereka.
Pasangan itu semakin lengket saja sepanjang hari, dan mungkin akan ada sebuah pernikahan sebentar lagi.

Naruto mengangkat tangannya tinggi-tinggi, menyapa dengan senyum lebar yang seolah bisa membelah wajahnya sendiri.

"Yo, ada apa ?"

"Kalian tidak ke Rumahsakit ? Hinata sudah boleh pulang hari ini."

"Baiklah. Ayo kesana bersama."

Ino nampaknya menyadari sedikit keanehan pada rival masalalunya itu, menyenggol bahu Sakura dengan sorot mata bertanya.
Gelengan kecil dari Sakura menjadi jawaban tanpa suara, sementara Ino mendengus pelan melihat tingkah Sakura yang tidak seperti biasa.
Dalam kepalanya, menaruh kecurigaan besar mengenai apa atau kenapa si pinky yang biasanya ramai mendadak menjadi pendiam.

Some DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang