Bab IV

761 40 0
                                    


Aku memandang ke arah luar. Di mana kendaraan, mobil, motor dan yang lainnya berlalu lalang di bawah sinar matahari yang cukup terik. Saat ini aku berada di sebuah restoran jepang dan memilih duduk di dekat jendela.

"Jadi, gimana nanti lo mau datang sama gue ra?" Pertanyaan Kay membuatku menoleh.

Aku tersenyum tipis. Bagaimana mungkin, aku bisa datang. Lalu ditinggalkan karena aku yakin, di sana Kay akan fokus dengan yang ia inginkan.

"Ga deh Kay. Gue ga mau ganggu kebersamaan lo," Jawabku.

Kay malah tertawa, "Hahahahahah, ga akan begitulah ra. Biasanya juga gue sama lo kemana-mana."

Aku kembali menggeleng, pertanda aku tidak ingin ikut. Makanan yang datang membuat Kay enggan untuk bertanya lanjut. Sementara aku, mencoba sebisa mungkin untuk menutupi suasana yang semakin memburuk.

Aku makan dalam diam, begitu pula dengan Kay. Hanya dentif sendok yang sesekali membuat suara di antara kami. Aku tidak bisa membayangkan jauh bagaimana kedepannya menjalani ini.

Salahkah aku yang terjebak dalam lingkaran ini? Salahkah aku yang egois memendam semua demi persahabatan kita? Lalu kenapa, ketika, aku memilih diam dia datang menghancurkan semuanya? Merebut separuh hati milik, dia, dihadapanku.

"Lo sakit apa ra? Dari tadi diem aja?" Tanya Kay.

"Gue gapapa, sedikit ngantuk. Ga tahu kenapa, padahal dari kemarin gue udah tidur mulu."

"Kan lo emang kebo," tukasnya dan memeletkan lidahnya.

Aku melemparkan tisu ke arahnya dan GOAL! Berhasil mengenai wajahnya.

"Lo udah ketularan Renan? Pantas itu mulut, ga disaring dulu."

"Sensi banget sih lo! Biasanya juga enggak."

Aku meledek dia, dengan memeletkan lidahku. "Bodo amat!".

"AAAA.. AAAA... UUU.. AAAII EEPALLL AATITT..." Aku berteriak sambil melotot melihat Kay yang masih menarik hidungku.

Shit!

Aku mengelus-ngelus hidungku yang sepertinya memerah karena tarikan Kay. Mataku masih melotot ke arah Kay yang masih tertawa keras.

"Hidung lo, hahahahahah, merah hahahah," ucapnya sambil menunjuk hidungku.

"Tunggu balasan gue lo!" Ancamku dan memilih minum jus jerukku.

"Yaudahlah, mending sekarang kita cari kado. Udah mulai sore," ajak Kay.

Aku mengangguk. Setelah membayar semuanya, aku keluar restaurant dengan Kay yang merangkulku. Mungkin ini biasa, sangat biasa, sebelum aku mendapatkan pernyataanya kemarin. Tapi sekarang...

"Kasih kado apa ya?" Tanya Kay.

"Oon! Mau ngasih kado aja bingung, udahlah ayo cepet!"

Aku menarik Kay dan memasukin ke sebuah istana Boneka. Ada banyak boneka yang sempat menarik perhatianku, jangan dikira karena aku setengah ga suka boneka yaa.

"RA, ini bagus ga?" Kay berteriak dari ujung dengan menunjukkan sebuah boneka. Stitch. Lucu sekali, apalagi ukurannya mungkin hampir sama denganku.

"Emang lo bisa bawa boneka segede gitu?" Sinisku.

"Tapi bagus ga?" Dia mengalihkan pertanyaanku. Tanpa bisa, aku hindarin kepalaku mengangguk.

"Lo mau juga Ra?" Kay berjalan ke arahku.

"Enggak."

Hancur sehancurnya moodku. Kenapa dia bisa bahagia dengan yang lain? Apalagi senyuman Kay tadi, itu benar-benar beda. Bukan senyum Kay yang biasanya ditunjukan kepadaku. Iri? Jangan bertanya, kalian pasti tahu rasanya jika diposisiku.

(Not) FriendzoneWhere stories live. Discover now