Bab V

637 33 8
                                    

Aku terbangun ketika mendengar alarmku. Aku mengulangi lagi, alarm? Berarti aku sudah di rumah? Perlahan tapi pasti aku membuka mata, huf, syukurlah. Aku benar-benar berada di kamarku.

Aku tidak tahu kapan dan di jam berapa aku tiba di rumah. Aku mungkin akan bertanya itu nanti saat bertemu dengan kedua saudaraku itu! Aku memilih untuk turun dari kasur, sejenak menoleh ke alarmku. Jam 05.00, dan aku memutuskan untuk mandi.

Setelah merapihkan semua, aku turun ke bawah. Dan terlihat Ayah dan Bundaku yang sudah duduk di meja makan.

"Pagi sayang," sapa Bundaku lalu mencium keningku. Begitu pula dengan Ayah.

"Ka Ori sama Renan mana Bun?" Tanyaku dan duduk di bangku kesayanganku.

"Masih tidur mungkin," jawab Bunda. Aku pun mengangguk dan mengambil dua lembar roti dan mengolesi selai kacang kesukaanku.

"Kamu mau sekolah ra? Tapi semalam kamu pulang badan kamu panas. Kamu lebih baik ke dokter aja," tanya Bundakku yang kini menaruh tangan dikeningku.

"Aku sekolah aja bun. Lagian udah kelas 3 ga mau ketinggalan pelajaran. " Jelasku.

"Iya sayang, mending kamu ga usah masuk. Ayah juga rasa kayaknya kamu kecapean deh. Itu lihat muka kamu pucat gitu," Ucap Ayahku yang sepertinya mendukung Bunda.

Aku tidak menjawab, melainkan berdiri dan mencium pipi Ayah dan Bundaku, "Ara gapapa kok. Ara berangkat dulu!"

Aku pun berjalan keluar pagar, cuacanya cukup mendung. Aku memang berniat tidak berangkat bareng dengan Kay. Aku memilih jalan kaki ke depan komplek dan akan memilih naik angkutan umum.

Dan menikmati, pagi yang gelap bersama langit.

*

Setelah sampai di sekolah, masih sedikit yang datang. Aku pun melangkahkan kakiku menuju ke lantai 2 di gedung 2 tempat kelasku berada. Sekolah ku ini memiliki 3 gedung, dan kebetulan kelasku berada di gedung kedua, yang menghadap ke arah pintu gerbang. Sesekali teman yang aku kenal, menyapa dan aku balas dengan senyuman.

"ARAA!" teriakkan dari Arah belakang membuatku menengok.

Huf, aku menghela nafas kasar begitu tahu ada Riani di sana. Dari tatapan matanya saja aku tahu, seolah-olah berkata, "kemana aja lo!"

Begitu tiba dihadapanku, Riani langsung merangkulku dan melanjutkan jalan kita ke kelas.

"Lo kemana aja? Handphone lo ga aktif! Kemarin gue ke rumah lo kata nyokap lo lagi pergi sama Kay. Gue tanya Kay, katanya lo ada urusan. Kenapa sih lo?! Biasanya lo kemana-mana sama Kay kaya perangko." Tanya Riani tanpa henti.

Aku menggelengkan kepalaku, belum waktunya bercerita. "Gue semalam abis pergi aja sama saudara gue. Nikmatin malam senin hoys! Hahahaha," aku tertawa dengan ucapanku.

"Yakin? Badan lo panas. Aturan lo ga usah sekolah."

Aku mengeryitkan dahiku, "Masa iya gue panas? Iya sih, dari tadi juga gue kaya pusing."

"Gue ngerasa nih, leher lo panas. Udah gitu muka merah. Btw, si Kay kemana? Biasanya kan lo sama dia."

"Gatau. Gue lagi mau berangkat sendiri aja tadi, mungkin nanti dia juga datang."

Begitu sampai di kelas, aku pun langsung duduk di kursi paling ujung dekat jendala dan Riani di sampingku.

"Eh, ada pr ga?" Tanyaku.

"Ga kayaknya, cuman hafalan buat bahasa Jerman." Jawabnya sembari mengeluarkan buku yang ku ketahui novel.

Aku menggeleng takjub, walaupun Riani memiliki sifat 11:12 denganku tapi dia sangatt, sangat menyukai membaca. Aku pun tidak berniat menganggunya, dan memilih untuk tertidur sembari mendengarkan lagu.

(Not) FriendzoneWhere stories live. Discover now