Bab I

3.3K 91 3
                                    

Kringgg... Kringgg..

Dasar weker kampret! Dengan sangat terpaksa karena jam yang berisik itu, aku membuka mataku. Meraih jam dan berniat untuk me—.

Kenapa badanku jadi berat untuk digerakkan? Aku menoleh, ASTAGA!

"AAAA, RENAN BEGO TURUN!" jeritku.

Bagaimana aku tidak menjerit? Tubuhku menjadi berat karena saudaraku—kakak sepupu—yang jahilnya ga ketulungan itu dengan seenak dengkulnya duduk di atas punggungku.

"Makanya bangun. Tidur terus kaya kebo gulung," katanya.

Uuh! beneran deh kalo ga tau dia ini masih saudara udah aku lempar jauh dari kamarku.

"Emang gue, panda super unyu kok," tukasku.

AARGH! Kenapa ini anak masih betah duduk sih? Bisa telat aku nanti, wah, emang kayanya dia mau ngerasain kekuatanku.

1,2,3...

BRUK!

"Hahaha, sukurin lo!" ujarku dan berlari cepat ke dalam kamar mandi sebelum perang dunia terjadi.

"ARA SETAN! SAKIT PANTAT GUE! AWAS LO!"

Aku masih aja tertawa mendengar dumelanya.

*

Aku keluar dari kamar mandi. Jam berapa sekarang? 6:10. Cool! Aku hanya menghabiskan waktu 20 menit. Aku pun menuju lemari mengeluarkan pakaian hitam-putih yang menjadi warna seragamku hari ini. Lalu mataku melirik selembar kertas yang aku tempel di dalam lemari.

Matematika, Geografi, Sosiologi, Bahasa Inggris.

Untung aja hari terakhir sekolah tiap minggunya. Ya, di sekolahku memang setiap hari sabtu dan minggu libur. Enak?banget...

Setelah aku rasa semuanya sudah rapih, aku pun keluar dari kamar dan tak lupa mengenakan jam kenakan yang bergambar panda. Jangan kalian heran, aku memang penggemar panda. Bisa kalian lihat dengan kondisi kamar ku yang well semuanya serba panda.

Aku pun bergegas keluar dari kamar dan menutup pintu. Baru saja ingin melangkahkan kaki menuruni tangga. Ada seseorang yang dengan enaknya meloncat ke arah pegangan tangga menuju lantai bawah. Dengan mulusnya, pantat itu merosot begitu saja di hadapanku.

Ckck, sarap, batinku.

GUBRAK!

Nah kan? Jangan kalian tiru kelakuan bocah itu. Lihat saja tanpa ada rasa bersalahnya dia hanya bangkit dari matras—yang memang sengaja disediakan oleh kedua orang tuaku karena kelakuannya yang di atas rata-rata.

Aku hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan kakak sepupuku itu. Orang tuaku dengan sifat takutnya sengaja memasang matras di bawah tangga. Takut, jaga-jaga kakak sepupuku itu dengan kepalanya yang miring 360 melakukan hal konyol seperti tadi.

Kakiku melangkah menuju ruang makan. Keluargaku sudah berkumpul semua. Aku memilih duduk tepat di samping kakakku. Dan, tepat di depan kakak sepupuku.

"Ara mau makan apa nak?" tanya Bundaku.

Hmm, aku memilih dan melihat menu apa yang akan aku makan untuk sarapan kali ini.

"Nasi goreng aja Bun," jawabku.

Bundaku tersenyum dan menaruh nasi bersama telur mata sapi kesukaanku di atas piringku. Setelah semua siap, kami pun berdoa bersama yang dipimpin oleh ayahku.

Oh ya, kalian belum mengenalku kan?

Kenalin, aku Aprayuna Medianata Litranawan. Aku siswi kelas 12 jurusan IPS di SMA Budi Bangsa. Aku tinggal di ibukota Indonesia. Kalian tahu dong? Jakarta. Bisa dibilang aku anak yang termasuk pecicilan—di mana pun, tapi lemah di masalah perasaan. Mungkin?...

I don't know.

Lalu, di bangku utama ada Ayahku. Leri Litranawan, ayah yang menurutku paling the best in world. Di samping kiri ayahku ada Bundaku, Bunda yang paling aku cinta sepanjang sejarah di dunia. Lebai? Sepertinya.

Persis di sebelah kananku, ada kakak kandungku. Giori Frauliterhin Litranawan, atau biasa aku panggil dengan ka Ori. Jangan heran kenapa nama kita berbaur asing, karena ibuku masih memiliki keturunan indo.

Kakakku, mahasiswa di salah satu universitas di jakarta. Dengan otaknya yang berbeda 180 derajat denganku dia memilih mengambil jurusan Kedokteran. Ya, ya, aku tahu dia memiliki cita-cita untuk menjadi dokter bedah. Dan jangan kalian suka sama kakakku.

Kenapa aku bilang begitu? Karena dia punya sifat 11:12 dengan sepupuku itu. Ya ampun, aku ga tahu deh dari mana mereka bisa punya kelakuan di atas rata-rata itu. Tapi, setahuku kalau di luar kakakku cool. Ya pokoknya beda banget sama kelakuan dia kalau lagi di rumah.

Terakhir, yang sebenernya ga mau aku kenalin ada kakak sepupuku yang duduk persis di depanku. Renan Trenggana Litranawan, anak dari om dan tanteku. Yang memilih jauh dari keluarganya yang saat ini menetap di Australia. Renan ini sama persis dengan kak Ori, bahkan umurnya hanya terpaut beberapa bulan saja.

Jangan heran kalau nantinya kalian mendengar keluargaku banyak yang tinggalnya berjauhan. Karena kakekku berhasil menjadi pengusaha terkenal di bidang properti di dunia, jadi dia banyak memiliki perusahaan cabang di dunia.

Renan itu satu kuliah sama kakakku, hanya saja dia memilih arsitektur. Dan percayalah, sangat melelahkan melihat kelakuanya yang begitu sangat—, padahal kakak dan adiknya tidak punya kelakuan seperti itu. Ya, Renan memang memiliki dua saudara lagi yang tinggal di sana bersama orang tuanya.

**

Tin... Tin... Tin...

Aku mendengar klakson mobil. Dengan segera aku bangkit dari duduk dan tak lupa meminum segelas susu putih untuk mengakhiri sarapanku.

"Bun, Yah, ara berangkat dulu," pamitku.

Aku mencium tangan dan pipi kedua orang tuaku,

"Lo ga bareng gue ra?" tanya kak Ori.

Aku menggeleng, "Ga, gue dijemput," kataku.

"Hati-hati sayang," ucap Bundaku.

Aku pun mengangguk dan berjalan menuju ke depan rumah. Tepat di depan pagar rumahku, sebuah mobil fortuner terparkir manis dengan pemiliknya yang kini melambai mengarah kepadaku.

"RA!" teriak pemilik mobil yang aku jawab dengan lambaian dan bergegas menuju ke depan.

"Lo mau sarapan dulu ga Kay?" ajakku sebelum masuk ke dalam mobil.

"Ga ra, thanks. Tadi udah sarapan gue di rumah, berangkat?" tanyanya. Aku mengangguk dan masuk ke dalam mobil.

Kayro Aldraric Fralicko, laki-laki yang saat ini menyetir mobil dengan tenang. Sahabatku sejak aku berumur 5 tahun. Yang rumahnya terletak tepat di sampingku rumahku. Teman suka dan dukaku hingga saat ini.

Wajah Kay juga menurutku ga terlalu tampan, tapi aku ga tahu kenapa setiap wanita pasti selalu mengidolakanya. Ewh.

Satu yang harus kalian tahu, Kay memiliki warna mata biru. Berbeda denganku, yang memiliki mata coklat dan rambut kecoklatan.

Bukan---jangan kalian fikir aku memgecat rambutku. Aku jamin, ini adalah rambut asliku. Bahkan untuk merawat saja aku malas. Kan sudahku bilang, Bundaku masih keturunan indo.

Aku dan Kay satu sekolah, kita sama kelas 12. Hanya saja Kay adalah anak IPA. Ya, sama seperti kakakku, dia memiliki cita-cita menjadi dokter anak-anak. Sedangkan, aku ingin menjadi pengacara. Entah mengapa, tapi aku dan dia sama-sama berjanji akan meraih cita-cita itu bersama.

--------------------------

Hi.

Cerita ini masih dalam proses editing. Karena authornya sudah hiatus beberapa lama, tapi sekarang akan muncul kembali. Perlahan tapi pasti cerita ini akan cerita di edit!

Jangan lupa for 👍🏽like and comment buat bikin authornya semangat!

With heart/pandayu.

(Not) FriendzoneWhere stories live. Discover now