Bab VIII

626 39 0
                                    

Bab ini Khusus dedikasi buat Kay. Jadi pake PoV Kay ya.

Kay-

Gue terduduk di balkon kamar. Memandang langit yang gelap, tiada bintang yang bersinar. Sementara, pikiran gue melayang ke beberapa arah.

Bagaimana perasaan lo kalau orang yang selama ini bareng sama lo? Kemana-mana sama lo, bahkan mungkin udah lo anggap sebagai adik lo sendiri, punya perasaan lain? Apa jadinya kalau kalian tahu?

Kalut? Takut? Bersalah?

Ah, rasanya itu cocok seperti perasaan gue kali ini. Memang, gue masih kepikiran dengan Ara semenjak ungkapan dia di taman. Tapi, entah kenapa beberapa hari ini gue ngerasa dia semakin jauh. Biasanya, dia itu bintang yang akan bersinar duluan dibanding gue.

Coba lo diposisi gue, dia nangis karena lo! Dia terluka sama lo, siapa sih yang ga bakal ngerasa sakit juga? Tentu gue juga sakit. Gue ngerasa terlalu bego, kenapa gue ga bisa punya perasaan sama dia. Kenapa perasaan gue hanya tertuju pada satu perempuan, yang kini sudah berstatus dengan gue. Sejujurnya, gue bukan cowok yang gampang nangis, tapi beberapa hari kemarin gue berhasil nangis di depan dia.

Gue melirik ke ayunan yang berada di taman belakang gue. Biasanya, di sana gue habisin waktu gue bersama Ara. Tapi sekarang enggak, karena gue mulai sibuk dengan dia dan juga persiapan gue kuliah. Dan Ara, yang juga sibuk untuk persiapan kuliahnya.

Ra, seandainya gue bisa buat lo bahagia. Seandainya---, ah rasanya seandainya saja tidak cukup. Karena faktanya, gue udah nyakitin dia sebagaimanapun dia mencoba tegar. Gue mengambil handphone gue di kantong jaket gue, melihat walpaper yang kini sudah gue ganti dengan foto gue berdua Nata. Ya, Vera Chintya Aranata. Perempuan yang saat ini menjadi kekasih gue.

Drtt... Drtt...

Ting!

Bunyi notifikasi Line pun masuk, gue tersenyum begitu melihat siapa yang mengirim pesan.

VCNata: lo lagi ngapain ro? Mikirin ara ya? :)

Untung saja, Nata tidak cemburu. Dengan sabarnya dia mendengarkan cerita gue, dan mengerti bagaimana keadaanya. Sebenernya, di luar sana dia dipanggil Vera, tapi gue panggil dia Nata, dan dia manggil gue Iro.

"Halo?" Sahutan diseberang sana buat gue tersenyum.

"Hi! Lo lagi apa nat? Udah makan?"

"Basi lo nanyain gue udah makan apa belum. Lo lagi apa? Ara gimana?"

"Entah. Beberapa hari ini gue ga lihat dia, biasanya juga dia ke rumah gue tapi ga tahu."

"Gue jadi ga enak sama dia kar---"

"Ssst. Kan berkali-kali gue udah bilang, ini bukan salah lo. Kalaupun salah, ini salah gue kok. Karena gue udah terlanjur jatuh hati~"

"Pea. Lebai banget. Oh ya ro, hari rabu sibuk? Gue mau nonton."

"Oh? Sama siapa?"

"Dasar cowok ga peka."

Gue tertawa kecil, sifatnya 11:12 sama Ara.

"Yaudah rabu gue jemput nanti nonton bareng sama gue."

"Makasihhh irokuuu! Oh ya, gue juga udah mau berangkat nih ke bogor. Jadi lo baik-baik ya, inget jangan deket sama siapa-siapa kecuali ara. Kalau ketahuan, gue jamin kuping lo ga selamat!"

Gue makin tertawa kencang, dan hanya terdengar klik. Pertanda, Nata sudah memutuskan sambungannya. Mungkin, sebagian orang yang lihat mengiranya Nata gue itu kalem, padahal salah besar.

(Not) FriendzoneWhere stories live. Discover now